Lanny menuturkan kasus penipuan yang menimpanya berawal dari bulan Februari 2021. Saat itu, saksi Ali Bahrowi (rekan terdakwa) mengenalkan Lanny Ramli dengan terdakwa I Ketut Budha. Mereka lantas bertemu di Cafe Tos Sepanjang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.
Ketut lantas memperkenalkan diri sebagai pemilik PT Bangun Persada Nasifinta, selaku pemenang proyek pembangunan dan pengelolaan Pasar Sepanjang.
Terdakwa lalu mengajak Lanny ikut berinvestasi lahan parkir di Pasar Sepanjang. Namun, dengan persyaratan harus memberikan atau menginvestasikan uang hingga Rp. 1.5 Miliar.
"Seperti saya sampaikan waktu persidangan di bulan Februari 2021," kata Lanny kepada detikJatim, Rabu (29/6/2022).
Lanny mengaku selain mengenal Ketut, ia juga mengenal Ahmad Hanif rekan Ketut. Hanif juga menawarkan investasi lahan parkir. Lantaran tergiur korban kemudian menyetorkan uang.
"Akhir Januari 2021, nominalnya untuk lahan parkir, sudah invest ke Ketut (terdakwa I Ketut Budha) Rp 320 juta untuk pembangunan, itu jasa kontruksi istilahnya dia. Kemudian, untuk lahan parkirnya minta saya," ujarnya.
Menurut Lanny, usai menyetor uang itu, Ketut diketahui menghilang dan melarikan diri. Tak hanya Ketut, ia juga kelabakan mencari keberadaan Hanif.
"Saya sudah melaporkan, tapi dia (Ahmad Hanif) lari, HP'nya mati. Belum ada hasil kelar atau apa, SP2HP belum saya terima dan mau saya tanyakan di Polrestabes Surabaya," tuturnya.
Lanny mengaku, selain investasi lahan parkir, ia juga sempat dijanjikan investasi besi tua bangunan dari mobil lama. Ia diiming-imingi proyek gudang dari mobil Timor milik anak dari Presiden RI ke-2, Tommy Soeharto.
"Itu untuk proyek Timor, proyeknya Tomi Soeharto, mobil Timor. Jadi, dia memborong gedungnya, besi tuanya. Tapi, sebetulnya yang disebut besi tua itu gudang-gudang gitu, ya barang bekas," tutur Lanny.
Lanny mengungkapkan alasannya tergiur bujuk rayu Ketut dan Hanif lantaran sudah menunjukkan sejumlah berkas dan lokasi. Lalu, meminta uang dengan cara dibayar secara bertahap.
Namun, hal tersebut tak sesuai realisasinya. Sebab, tak ada gedung, kantor, atau perusahaan yang dijanjikan. "Ternyata tak ada perusahannya," beber Lanny.
Kini baik Ketut dan Hanif telah menjalani persidangan dengan berkas terpisah. Meski demikian, Lanny mengaku jengkel dengan kelakuan Hanif. Sebab ia selalu menggiring kasusnya ke ranah perdata. Ini agar dirinya tak terjerat kurungan pidana.
"Supaya dia tidak ada alasan untuk dihukum secara pidana. Tak benar sama sekali toh, ini aja (Saksi Julianna) tamu yang baru datang saja sudah ditawarkan investasi, apalagi, saya yang menjanjikan bahwa itu hanya kerjasama atau utang, ia kan bilang utang," tandas Lanny.
(abq/fat)