Seorang dosen di Surabaya Dr Lanny Ramli SH diduga menjadi korban penipuan dengan modus investasi pembangunan Pasar Sepanjang, Sidoarjo. Kasus penipuan itu disidangkan dengan agenda keterangan saksi di Ruang Tirta 1, PN Surabaya.
Dalam sidang dengan terdakwa bernama Ahmad Hanif Bin Koesrin itu Lanny menghadirkan salah satu saksi kunci. Ia adalah mahasiswanya sendiri, yakni Juliana R Simamora. Saat itu, Juliana menyampaikan sejumlah kesaksian perihal kasus penipuan yang melibatkan dosennya.
Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewi Kusumawati, ia mengaku pernah bertemu beberapa kali. Dalam pertemuan itu, ia langsung ditawari terdakwa untuk berinvestasi parkir Pasar Sepanjang, Taman, Sidoarjo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu, saya datang ke Hotel Arya, itu bulan Februari 2021. Saya bertemu terdakwa (Hanif) dan beberapa temannya. Saat itu ia langsung menawarkan ke saya untuk investasi. Padahal, saya belum paham dan mengenal betul siapa dia," ujar Juliana di hadapan Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Dewantoro.
Juliana mengaku langsung 'ditodong' atau dimintai dana investasi lahan parkir hingga ratusan juta rupiah. Namun, hal itu dia abaikan lantaran tak punya uang sesuai permintaan terdakwa.
Pada saat bertemu dan diajak investasi, terdakwa menyatakan bahwa saat itu ia sedang berbisnis dengan Lanny. Terdakwa mengamini perihal investasi lahan parkir Pasar Sepanjang. "Dia (terdakwa) bilang menang tender untuk lahan parkir di sana. Karena tidak tertarik, ya, saya dengarkan saja," bebernya.
Saat proses berjalan, terdakwa menegaskan hendak membuka PT dan kantor. Bahkan Juliana diminta untuk ikut mengelola. Namun, kecurigaan Juliana terbukti ketika tak ada realisasi sama sekali.
Juliana mengaku semakin curiga ketika Lanny kerap mengambil uang tunai. Ia juga sering mengetahui bahwa korban juga melakukan transfer melalui M-Banking kepada terdakwa.
"Saya sering lihat Ibu Lanny ambil uang dan menghitung, lalu saya memberanikan untuk tanya, katanya untuk investasi parkir di Pasar Sepanjang, beberapa kali M-banking di utek-utek (otak atik) juga. Tapi, saya tidak mau tanya lebih lanjut," ujarnya.
Lambat laun, pertemuan Lanny dan terdakwa dinilai janggal. Juliana lantas memberanikan diri bertanya. Hingga Lanny menghubungi Juliana dan mengaku telah menjadi korban penipuan. Uang ratusan juta yang diberikan kepada terdakwa entah ke mana. Bahkan, terdakwa langsung menghilang begitu saja.
"'Dia menipu Ibu', beliau telepon saya sambil nangis-nangis. Pas telepon saya bilang uangnya tidak kembali. Yang saya tahu beliau rugi sampai setengah M (miliar)," katanya.
Suasana sidang memanas ketika terdakwa menyangkal kesaksian Juliana. Ia mengaku, apa yang disampaikan saksi yang dihadirkan korban itu tidak benar. "Tidak benar semua yang mulia!" Seru terdakwa.
baca di halaman berikutnya ketika korban Lanny tersulut emosi.
Terdakwa Hanif yang menyangkal kesaksian Juliana membuat Lanny kian tersulut emosi. Tapi Lanny yang seperti hendak meledak berhasil diredam saudara dan para rekan di ruang sidang tersebut.
"Sudah, nanti kamu sampaikan saat pembelaan," kata Majelis Hakim Dewantoro kepada terdakwa Hanif.
Terdakwa lain I Ketut Budha mengaku baru mengenal Lanny setelah menjadi korban penipuan oleh Ahmad Hanif. Ketut Budha Kontraktor PT Srikandi dan CV Kinanti itu dihubungi korban saat Hanif menghilang.
"Saya ketemu korban itu 4 kali, waktu itu setahu saya bu Lanny sebagai legal dari Pak Hanif di rumah makan dekat Unair. Kemudian, bu Lanny sempat saya panggil untuk klarifikasi di daerah Dupak terkait uang yang katanya dibawa terdakwa Hanif sekitar Rp 1,5 M," ujar dia.
Ketut pun menepis tudingan Hanif perihal penggarapan lahan parkir motor di Pasar Sepanjang. Menurutnya, ia hanya menjanjikan pembangunan gedung.
"Padahal, saya enggak ada urusan terkait lahan parkir, tapi terkait pembangunan gedung tua di Pasar Sepanjang. Saya tidak tahu (uang yang diberikan) yang mulia, saya tahunya pas bu Lanny telepon saya lalu saya kaget kok bisa ada omongan terkait lahan parkir," tutur dia.
Singkat cerita Lanny termakan iming-iming terdakwa Hanif dan I Ketut Budha berupa hak pengelolaan lahan parkir Pasar Sepanjang, Sidoarjo selama 25 tahun. Kedua terdakwa menyatakan akan ada bagi hasil antara Lanny dengan pihak PT Bangun Persada dan Pemkab Sidoarjo mengenai pengelolaan lahan parkir itu sehingga korban bisa mendapatkan penghasilan tetap.
Kedua terdakwa berupaya meyakinkan korban mengenai investasi Pasar Sepanjang, Sidoarjo itu dengan memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) antara I Ketut Budha dengan terdakwa Hanif. Kemudian, ia menunjukkan tentang Berita Acara Pemenangan (BAP) lelang yang ditandatangani oleh saksi Nawari.
Agar Lanny lebih percaya, keduanya juga memberikan sejumlah berkas pendukung sehingga Lanny tertarik untuk berinvestasi. Dosen hukum itu pun memberikan uang kepada para terdakwa hingga mencapai Rp 1,5 Miliar secara bertahap baik secara tunai maupun melalui transfer dana.
Lanny membenarkan bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan. Menurutnya, terdakwa cukup lihai dan 'menguasai medan dan materi' saat menjalankan aksinya.
Kepada detikJatim Lanny menyebutkan ia memberikan sejumlah uang kepada terdakwa tidak lain untuk investasi pada proyek Pasar Sepanjang, Sidoarjo. Sayangnya, ia justru tertipu.
"Tidak pernah terealisasi dan uang tersebut tidak digunakan untuk proyek pasar Sepanjang. Saya merugi hingga Rp 1,5 miliar," ujarnya.
Atas perbuatannya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, kedua terdakwa terancam pidana sesuai dengan Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.