6 Bersaudara Demo Pengadilan Agama Banyuwangi, Ngaku Dizalimi Mafia Tanah

6 Bersaudara Demo Pengadilan Agama Banyuwangi, Ngaku Dizalimi Mafia Tanah

Ardian Fanani - detikJatim
Jumat, 17 Jun 2022 18:39 WIB
demo pengadilan agama banyuwangi
Fiftiya Aprialin berorasi sambil bersimpuh (Foto: Ardian Fanani)
Banyuwangi -

Satu keluarga melakukan aksi demo di depan Kantor Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi. Mereka wadul adanya dugaan mafia tanah dalam kasus yang ditangani oleh PA Banyuwangi. Mereka menuding adanya oknum PA Banyuwangi terlibat dalam mafia tanah itu.

Fiftiya Aprialin beserta lima saudara kandung lainnya, asal Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi berorasi di depan PA Banyuwangi, Jumat (17/6/2022). Mereka juga didampingi oleh massa sebuah ormas.

"Berantas mafia tanah. Lawan mafia tanah. Kami minta keadilan harus ditegakan," teriak Fiftiya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Fiftiya, tanpa sepengetahuan keluarganya, sertifikat tanah warisan dirinya dan lima saudaranya tiba-tiba berubah atas nama orang lain. Pernyataan Fiftiya beserta keluarga, sertifikat berubah atas nama GS warga Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Banyuwangi.

Selama demo, bersama dengan massa ormas keluarga itu membentangkan spanduk dan poster berisi kecaman keras atas adanya dugaan praktik mafia tanah di Bumi Blambangan.

ADVERTISEMENT

Di tengah orasi, massa ditemui Ketua PA Banyuwangi, Mohammad Alirido, dan Ketua Panitera, Subandi. Saat itulah suasana memanas. Salah satu keluarga
Fiftiya, Sumarah marah sejadi-jadinya.

Emosinya tak tertahan ketika salah satu oknum dari PA Banyuwangi berdalih tidak pernah mengetahui bahwa Sumarah beserta saudara telah membawa uang Rp 958 juta untuk membayar tanggungan kepada GS dalam sidang gugatan di PA Banyuwangi tahun 2019 silam.

"Pak Subandi itu yang minta ke Satpam PA Banyuwangi untuk mengawal saya dan saudara saya saat datang ke PA Banyuwangi. Dia bilang, tolong dikawal, mereka semua perempuan, mereka bawa banyak uang. Uang juga saya tunjukan ke Pak Bandi. Tapi dia bilang tidak tahu menahu, ini kebohongan," ucap Sumarah dengan emosi.

Dia tidak terima lantaran dalam riwayat sidang gugatan tahun 2019, tidak disebutkan bahwa pihak Sumarah pada tanggal 7 januari 2019 telah melakukan permohonan pelaksanaan putusan, dengan membayar Panjar Biaya Pelaksanaan Putusan Damai Perkara Nomor : 3308/Pdt.G/2018/PA.Bwi.

"Kami menduga ini semua kebohongan. Kami akan terus menempuh keadilan," katanya.

Dalam tatap muka ini, pihak PA Banyuwangi, bersikukuh tidak tahu menahu. Bahkan Subandi Ketua Panitera, bersedia disumpah dibawah kitab suci Al-Qur'an.

Untuk diketahui, kasus dugaan mafia tanah yang disinyalir melibatkan oknum pegawai PA Banyuwangi ini bermula dari kasus utang piutang. kisah bermula dari akad utang piutang dengan GS, warga Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, sekitar tahun 2010 silam.

Kala itu, Sumarah menyerahkan 3 sertifikat tanah sebagai jaminan. Jumlah utangnya sekitar Rp 16 juta.

Dari situ, GS tahu bahwa ada 2 sertifikat tanah milik saudara Sumarah sedang menjadi agunan di BPR Tawangalun dan KSP Hindu. Dengan rincian, satu sertifikat tanah sebagai jaminan hutang Rp 120 juta. Dan satu lainnya jadi jaminan hutang Rp 80 juta.

Selayaknya pahlawan, saat itu GS menawarkan untuk membantu pembayaran utang. Dan sebagai syarat, setelah pinjaman di BPR Tawangalun dan KSP Hindu terbayar, maka kedua sertifikat tanah dia yang pegang. Tawaran itu pun langsung disepakati.

Sumarah bersama lima saudara mulai panik ketika merasa kesulitan mengambil kembali sertifikat tanah warisan mereka. Apalagi setelah dia mengetahui bahwa kelima sertifikat tanah miliknya beserta lima saudara lain, telah berganti atas nama GS.

Dan itu terjadi tanpa sepengetahuan keluarga Sumarah. Berbagai upaya terus dilakukan. Termasuk dengan iktikad baik melakukan pembayaran pinjaman. Sekitar tahun 2018, dia mau membayar pinjaman kepada GS, sebesar Rp 300 juta lebih. Niatan itu ditolak, padahal jumlah utang sebenarnya tidak sebanyak itu.

Hingga akhirnya pada 2019, dilakukan gugatan di Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi. Dan tercetuslah Surat Perjanjian Perdamaian Bersama antara Sumarah beserta lima saudara dengan GS tertanggal 29 November 2018. Salah satu isinya, Sumarah sekeluarga harus membayar piutang sebesar Rp 958.000.000, selambat-lambatnya 29 Januari 2019.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kasus Mafia Tanah Jerat Mbah Tupon di Bantul Naik Penyidikan"
[Gambas:Video 20detik]
(iwd/iwd)


Hide Ads