Kritik Keras Aktivis Kesetaraan Gender untuk Pencetus Raperda Janda

Kritik Keras Aktivis Kesetaraan Gender untuk Pencetus Raperda Janda

Ardian Fanani - detikJatim
Selasa, 31 Mei 2022 16:01 WIB
Aktivis perempuan dan kesetaraan gender Banyuwangi
Aktivis perempuan dan kesetaraan gender Banyuwangi, Emi Hidayati. (Foto: Ardian Fanani/detikJatim)
Banyuwangi -

Wacana Raperda Pemberdayaan Janda yang dilemparkan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Banyuwangi, Basir Qodim terus menuai polemik. Kritik keras kepada Qodim datang dari Emi Hidayati, aktivis perempuan kesetaraan gender di Banyuwangi. Emi menilai, usulan raperda pemberdayaan janda itu merupakan pemikiran yang serampangan.

Menurutnya, anggota dewan memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam menyampaikan ide atau gagasan. Namun, tidak harus memberikan ide yang merugikan salah satu gender.

"Kalau wacana itu sah-sah saja. Tapi ya, kita maklum juga ya, akhirnya kita bisa menilai pengusul raperda janda itu bagaimana. Bisa jadi itu merupakan pengalaman atau ide dan gagasan yang mewakili pengetahuannya. Tapi ya, pasti ada yang berbeda pemikiran," ujar Emi kepada detikJatim, Selasa (31/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adanya usulan raperda pemberdayaan janda ini, kata Emi, menjadi pelengkap hukuman dan stereotipe bagi janda di tengah masyarakat. Sebab saat ini, diksi janda menjadi hal yang menakutkan dan buruk.

"Janda stereotipe nada minor rondo (janda) diberi nilai sendiri, diklaim masyarakat yang merisaukan, perebut suami orang, dan masih banyak lagi. Itu sangat menghukum stereotipe janda. Sehingga, janganlah anggota dewan mengeluarkan kebijakan yang tidak bijaksana," katanya.

ADVERTISEMENT

"Sementara duda tidak identik dengan buruk. Janda itu identik dengan keburukan, penggoda dan hal yang menakutkan dan harus diselesaikan caranya yang serampangan dibuatkan Perda," Emi melanjutkan.

Raperda atau perda, kata Emi, merupakan produk naskah akademik. Sehingga, bentuknya bukan hanya ide dari seseorang anggota dewan. Seyogyanya, sebelum adanya usulan tersebut, anggota dewan harus melakukan penelusuran terkait penyebab meningkatnya perempuan berstatus janda.

"Tidak mungkin ada perda tanpa ada prosedur ilmiah. Salah satunya adalah menelusuri kenapa status janda semakin banyak karena adanya status perceraian yang meningkat," tegas Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi ini.

"Status janda karena adanya banyak perceraian. Harusnya kita minta anggota dewan mengamati masalahnya, bukan solusinya," tambahnya.

Data dari Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi menyebutkan, angka perceraian terjadi karena faktor ekonomi. Namun, menurut Emi, masih banyak faktor penyebab perceraian itu.

"Kita mencari banyak faktor yang menjadi bahan kajian apakah tidak ada faktor lain. Kita menemukan adanya belum kesiapan mental, life skill. Seyoagyanya isu itu yang diangkat," katanya.

Mengenai alasan pelatihan dalam wacana raperda pemberdayaan janda, kata Emi, sudah dilakukan oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Tugas dewan seharusnya adalah mengingatkan kembali tupoksi yang sudah ada di dinas tersebut.

"Itu sudah ada dari Dinas Sosial. Semua yang rentan ekonomi budaya dan sosial tanggung jawab Dinas Sosial. Sehingga, anggota dewan tinggal menguatkan kembali dan mengingatkan. Sehingga tidak mengambil topik sendri seolah janda menjadi topik yang menakutkan dengan serampangan," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua F-PPP DPRD Banyuwangi, Basir Qodim mencetuskan raperda janda. Menurutnya, raperda itu isinya menganjurkan bagi warga Banyuwangi yang mampu untuk mempoligami para janda. Usulan raperda ini merupakan pemikiran pribadi dirinya saat melihat fenomena tingginya perceraian di Banyuwangi.




(dte/dte)


Hide Ads