Sri Wahyuliati Ningsih (42) bertingkah konyol saat sandiwara perampokan Rp 150 juta dibongkar polisi. Guru salah satu SDN di Kecamatan Ngoro, Mojokerto ini berpura-pura pingsan hingga menyembunyikan KTP di saku celana.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo mengatakan, tim yang ia terjunkan menjemput Sri di Polsek Ngoro, Mojokerto pada Senin (21/2). Pihaknya ingin menggali keterangan lebih mendalam dari Sri setelah menemukan sejumlah kejanggalan perampokan yang dilaporkan guru SD tersebut.
"Kami ingin membawa dia ke Polres Mojokerto untuk Kami gali keterangannya. Namun, dia menolak. Aneh, padahal kami ingin membantunya yang mengaku menjadi korban perampokan," kata Andaru kepada detikJatim, Rabu (23/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa alasan yang jelas, lanjut Andaru, saat itu Sri menolak dibawa ke kantor Satreskrim Polres Mojokerto. Sejurus kemudian ia tiba-tiba lemas dan pingsan. Sri pun dilarikan ke RS Dharma Husada, Ngoro untuk menjalani perawatan.
Ternyata, PNS asal Desa Jiken, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo itu berpura-pura sakit setelah sandiwara perampokan yang ia buat mulai dibongkar polisi. Karena dokter yang merawatnya menyatakan kondisinya saat itu normal.
"Dia (Sri) pura-pura sakit. Dokter menyatakan kondisinya normal semua," ungkapnya.
Andaru pun menerjunkan anggotanya untuk menjaga Sri di rumah sakit. Saat itulah Sri kembali bertingkah konyol. Tanpa sadar sedang diawasi polisi, ibu dua anak itu mengeluarkan uang dan KTP dari saku celananya. Padahal saat melaporkan perampokan yang menimpanya, ia mengaku tidak membawa kartu identitas.
"Sambil tiduran di bed rumah sakit, dia merogoh saku celananya. Tanpa dia sadari, anggota melihat dia menghitung uang dan mengeluarkan KTP. Padahal saat kami tanya di Polsek Ngoro, dia mengaku tidak bawa identitas," jelasnya.
Setelah sadar, Sri kembali diinterogasi polisi di rumah sakit. Alih-alih mengaku tidak kehilangan uang Rp 150 juta, ia menyampaikan cerita berbeda ke polisi. Ia mengklaim dirampok orang dalam perjalanan pulang dari mengajar pada Senin (21/2) siang. Sehingga tas miliknya berisi uang Rp 500.000, kartu ATM dan SIM, amblas.
Menurut Sri, uang Rp 150 juta yang ia sebut dirampok, masih ada di Bank Jatim Rp 100 juta dan Rp 50 juta di koperasi. Berbagai cerita karangan Sri tersebut akhirnya dipatahkan polisi. Ternyata guru SD itu tidak pernah sekali pun dirampok. Ia juga tidak mempunyai deposito di Bank Jatim karena uang di rekeningnya hanya sekitar Rp 3 juta.
Sri akhirnya mengakui perbuatannya membuat laporan perampokan palsu. Ia nekat membuat sandiwara perampokan tersebut untuk menutupi perbuatannya yang menghabiskan uang pemberian orang tuanya Rp 150 juta. Orang tuanya meminta Sri mendepositokan uang tersebut. Salah satunya untuk persediaan biaya pendidikan dua anak Sri.
Sri melapor ke Polsek Ngoro, Mojokerto pada Senin (21/2) sekitar pukul 13.00 WIB. Ia mengaku dirampok 4 orang di Jalan Raya Desa Tanjangrono, Ngoro, Mojokerto, tepatnya di Jembatan Tanjangrono pada hari yang sama sekitar pukul 11.45 WIB.
Menurut pengakuannya, pelaku mengendarai sepeda motor Honda Vario dan Yamaha RX King warna hitam. Sementara guru salah satu SDN di Kecamatan Ngoro tersebut seorang diri mengendarai sepeda motor Honda BeAT nopol W 4351 NCE.
Komplotan perampok kabur setelah merampas tas miliknya yang berisi uang Rp 150 juta. PNS asal Desa Jiken, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo itu mengaku baru mencairkan uang tersebut dari Bank Jatim Cabang Pembantu Mojosari, Mojokerto sekitar pukul 10.00-11.15 WIB.
Tim dari Satreskrim Polres Mojokerto yang diterjunkan menyelidiki kasus ini menemukan sejumlah kejanggalan. Hasil pengecekan ke Bank Jatim Cabang Pembantu Mojosari, Sri hari itu tidak pernah mencairkan uang Rp 150 juta. Saldo di rekeningnya hanya sekitar Rp 3 juta.
Tidak hanya itu, warga yang mencari rumput di sekitar Jembatan Tanjangrono juga tidak pernah melihat perampokan pada jam yang disebutkan Sri.
(fat/fat)