Kajari Jombang Imran mengatakan penyelidikan dan penyidikan korupsi program KUPS tahun 2010-2011 itu digelar sejak 2015 silam. Penyidik menyita barang bukti hasil korupsi berupa 19 bidang tanah beserta sertifikatnya, 5 truk, dan 2 pikap.
Perkara ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 2016. Saat itu, hakim menyatakan Masykur terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi program KUPS tahun 2010-2011. Ia dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 45.885.166.358.
"Yang bersangkutan kemudian melakukan upaya hukum banding," kata Imran kepada detikcom di kantornya, Jalan KH Wahid Hasyim, Jumat (28/1/2022).
Pada tahap banding tahun 2016, Masykur kembali dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi program KUPS tahun 2010-2011. Dalam putusan nomor 60/PID.SUS/TPK/2016/PT Sby, hakim Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 45.885.166.358.
Belum puas dengan putusan tersebut, Masykur menempuh jalur kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Lagi-lagi pria asal Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Jombang ini dinyatakan bersalah. Seperti yang tertuang dalam putusan kasasi MA nomor 917K/PID.SUS/2017 pada 16 Oktober 2017.
"Terakhir kami terima putusan kasasi dari MA. Saat ini, kami beserta tim dalam rangka melaksanakan eksekusi," terang Imran.
Hakim Agung menghukum Masykur 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 44.483.666.385.
Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti paling lambat 1 bulan setelah putusan MA, maka harta bendanya bisa disita oleh jaksa untuk dilelang. Selanjutnya, hasil lelang untuk membayar uang pengganti tersebut.
"Jika harta bendanya tidak cukup, maka yang bersangkutan dipidana penjara selama 6 tahun," tandas Imran.
Masykur melakukan korupsi terhadap program KUPS tahun 2010 dan 2011 dari Bank Jatim Cabang Jombang senilai Rp 49,5 miliar. Kala itu ia menjabat Ketua Koperasi Kelompok Tani Bidara Tanu di Bareng, Jombang.
Selama masa persidangan, banding, hingga kasasi Masykur tidak ditahan.
Kucuran kredit tersebut seharusnya digunakan membeli 2.000 sapi dari Australia untuk dibagikan ke 10 kelompok peternak yang bekerja sama dengan Koperasi Kelompok Tani Bidara Tanu. Namun, Masykur hanya membeli 749 sapi senilai Rp 4,1 miliar.
Dari 749 sapi yang ia beli, hanya 104 ekor saja yang dibagikan Masykur ke 10 kelompok peternak. Parahnya lagi kredit tersebut akhirnya macet.
(iwd/iwd)