Mojokerto - Perajian terakota di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto,masih eksis hingga saat ini.
Foto Jatim
Potret Perajin Terakota Mojokerto Eksis Hingga Saat Ini

Segelintir perajin terakota yang tersisa bertahan selama puluhan tahun dengan memproduksi candi dan patung raja Majapahit, serta patung para dewa.
Salah satunya Romadi (49), perajin terakota di Dusun/Desa Bejijong yang eksis sejak 2002 silam. Bapak 2 anak ini banting setir dari tukang kayu ke kerajinan terakota sejak 21 tahun lalu. Keterampilan mengukir tanah liat dan seterusnya, ia pelajari sembari bekerja kepada temannya di Desa Trowulan.
Selama ini, Romadi hanya mengerjakan terakota dengan teknik ukir atau manual. Karyanya ia banderol sesuai ukuran. Candi Majapahit setinggi 70 cm Rp 400 ribu, 90 cm Rp 600-700 ribu, 120 cm Rp 1-1,5 juta, dan 160 cm Rp 2,5 juta.
Pancuran air motif gajah minta setinggi 50 cm Rp 300 ribu, sedangkan pot bonsai berukir Rp 250 ribu. Ia juga menghasilkan berbagai patung dewa China, Hindu, patung Buddha, serta raja dan ratu Majapahit.
Sedangkan Kartono Adi (38), warga Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Selama 15 tahun bergelut dengan terakota.
Kini Adi kerja sama dengan temannya, Rohman. Bapak 1 anak mempunyai merek sendiri, yakni The Terracotta yang ia produksi di rumah Rohman, Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan. Desa ini dikenal sebagai sentra patung batu andesit.
Dengan teknik cetak, Adi biasa memproduksi terakota untuk suvenir. Mulai dari patung Agastya, Kertarajasa Jayawardana, Tribuana Tungga Dewi, Prajna Paramitha, Gajah Mada, hingga celengan babi.
Adi menjual terakota cetak untuk suvenir dengan harga terjangkau, yaitu Rp 50-200 ribu. Sedangkan harga terakota ukir tergantung tingkat kerumitan proses pembuatannya. Misalnya candi Majapahit setinggi 1,6 meter biasa ia jual Rp 2,5 juta. Pesanan datang dari Malang, Jakarta, Bali, dan Surabaya.