Kabupaten Jember, Jawa Timur, tidak hanya dikenal sebagai kota tembakau dan pusat aktivitas pertanian. Di balik lanskap alamnya, Jember menyimpan warisan peradaban prasejarah yang tak ternilai, salah satunya adalah Situs Duplang yang terletak di Desa Kamal, Kecamatan Arjasa.
Situs ini menjadi bukti nyata aktivitas manusia dari era megalitikum atau zaman batu besar, yang jejaknya masih dapat disaksikan hingga hari ini. Situs Duplang merupakan kawasan arkeologi penting yang menyimpan berbagai artefak monumental berusia ribuan tahun.
Keberadaannya memperkaya catatan sejarah prasejarah di Jawa Timur, sekaligus menegaskan bahwa wilayah lereng Gunung Argopuro pernah menjadi pusat aktivitas ritual, pemujaan, dan kehidupan sosial masyarakat kuno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jejak Zaman Batu di Desa Kamal
Dilansir dari laman resmi PPID Kabupaten Jember, kawasan ini pada awalnya dikenal dengan sebutan Sembah Lasdono. Nama tersebut kemudian diubah menjadi Situs Duplang pada tahun 1985, bertepatan dengan dimulainya perlindungan hukum terhadap kawasan ini sebagai situs cagar budaya.
Etimologi nama Lasdono sendiri cukup unik. Kata "Las" bermakna hutan, sementara "dono" merujuk pada manusia purba. Sebelum pengaruh agama-agama besar masuk ke Nusantara, kawasan ini diyakini telah digunakan sebagai tempat sakral oleh masyarakat kuno untuk melaksanakan ritual pemujaan kepada arwah leluhur.
Hingga kini, Situs Duplang masih menyimpan sejumlah peninggalan utama dari masa megalitikum, seperti menhir, dolmen atau kubur batu, serta batu kenong. Seluruh artefak tersebut menjadi bukti konkret sistem kepercayaan dan struktur sosial masyarakat prasejarah di wilayah Jember.
Menhir, Tugu Batu Pemujaan Leluhur
Salah satu peninggalan di Situs Duplang Jember Foto: PPID Jember |
Salah satu peninggalan penting di Situs Duplang adalah menhir, yakni tugu atau tiang batu tunggal yang didirikan secara tegak. Menhir berasal dari peradaban megalitikum sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi dan diyakini memiliki nilai simbolis yang erat kaitannya dengan praktik religius pada masa itu.
Menhir umumnya difungsikan sebagai media pemujaan arwah nenek moyang. Di Desa Kamal, peninggalan menhir ditemukan tersebar di Situs Duplang dan Situs Kendal, dengan catatan penting bahwa seluruh batu tersebut masih berada di lokasi aslinya.
Secara spesifik, di Situs Duplang terdapat dua buah menhir. Satu menhir berbentuk silinder panjang dengan kondisi aus pada bagian atas dan bawah, sementara satu menhir lainnya juga berbentuk silinder namun ditemukan dalam keadaan patah di bagian puncaknya. Kondisi ini menunjukkan proses alam dan minimnya perlindungan terhadap artefak tersebut.
Kubur Batu atau Dolmen, Peristirahatan Terakhir Masyarakat Purba
Selain menhir, Situs Duplang juga menyimpan dolmen atau kubur batu, yakni struktur batu besar yang digunakan sebagai tempat peristirahatan terakhir orang-orang yang telah meninggal dunia. Dalam tradisi masyarakat purba, jenazah ditempatkan di bawah naungan batu besar dan disertai bekal kubur.
Bekal kubur tersebut umumnya berupa barang-barang pribadi milik mendiang semasa hidup, seperti keris, tombak, perhiasan, hingga manik-manik. Jika ditemukan pada masa kini, benda-benda tersebut dapat dikategorikan sebagai artefak bernilai tinggi atau bahkan harta karun.
Namun, kondisi kubur batu di Situs Duplang saat ini cukup memprihatinkan. Sebagian besar struktur dolmen telah roboh dan berserakan, terutama akibat tekanan akar pepohonan besar yang tumbuh di sekitarnya. Akar-akar tersebut merusak bagian atas bangunan kubur, mempercepat degradasi fisik situs.
Batu Kenong, Penanda Ritual dan Kubur Batu
Peninggalan lain yang tak kalah penting adalah batu kenong, yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe, yakni batu kenong tunggal dan batu kenong kembar. Keduanya diyakini memiliki fungsi berbeda dalam sistem kepercayaan masyarakat megalitikum.
Batu kenong tunggal umumnya difungsikan sebagai sarana pemujaan kepada arwah leluhur. Sementara itu, keberadaan batu kenong kembar sering dianggap sebagai penanda adanya struktur dolmen atau kubur batu di area sekitarnya.
Di kawasan Situs Duplang, tercatat ditemukan delapan buah batu kenong. Dari jumlah tersebut, enam batu masih dalam kondisi utuh atau terpelihara cukup baik, sedangkan dua lainnya mengalami keausan, terutama pada bagian bawahnya akibat faktor lingkungan dan usia.
Minim Pengawasan, Artefak Banyak Hilang
Situs Duplang sejatinya menyimpan koleksi warisan sejarah yang sangat melimpah. Pada awal pendataan, jumlah temuan artefak di kawasan ini dilaporkan mencapai lebih dari 3.600 benda. Artefak tersebut ditemukan tersebar di berbagai lokasi desa, mulai dari persawahan, pekarangan rumah warga, hingga di tepi sungai.
Namun, lemahnya pengawasan dan perlindungan menyebabkan maraknya pencurian artefak. Akibatnya, sebagian besar benda bersejarah tersebut hilang. Setelah dilakukan pendataan ulang, jumlah artefak yang berhasil diselamatkan dan tercatat hanya sekitar 335 buah.
Bahkan, beberapa artefak berharga dilaporkan telah dijual dan kini berada di luar negeri, termasuk di Jerman. Selain pencurian, faktor alam seperti kelembapan tanah, akar pohon, serta pemindahan artefak tanpa dokumentasi ilmiah turut memperparah kerusakan dan menghilangkan konteks arkeologis situs.
Potensi Edukasi dan Wisata Sejarah
Dikutip dari jurnal berjudul "Situs Duplang di Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember: Historisitas dan Pemanfaatannya sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah" karya Siti Nurul Adimah, Situs Duplang sangat ideal dijadikan ruang belajar di luar kelas.
Metode widyawisata atau karyawisata edukatif memungkinkan siswa melihat langsung artefak asli, sekaligus melatih kemampuan observasi, interpretasi, dan berpikir kritis sesuai kompetensi mata pelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah. Meski demikian, pemanfaatan edukatif ini harus tetap mengedepankan prinsip konservasi agar aktivitas belajar tidak merusak situs.
Model pengelolaan yang disarankan melibatkan kolaborasi antara dinas pariwisata, dinas kebudayaan, sekolah, serta tokoh lokal seperti juru kunci situs. Pendekatan ini tidak hanya menguatkan nilai edukasi dan sejarah, tetapi juga membuka peluang pengembangan ekowisata berbasis komunitas yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi UMKM setempat secara berkelanjutan.
Keberadaan Situs Duplang menegaskan signifikansinya sebagai bukti penting dalam menelusuri sejarah dan peradaban masyarakat prasejarah di wilayah Jember. Sebagai warisan budaya yang tak ternilai, situs ini membutuhkan perhatian serius agar tidak semakin tergerus oleh waktu dan kelalaian manusia.
Pelestarian, inventarisasi ulang, penandaan lokasi, serta pengelolaan berbasis komunitas menjadi langkah penting agar nilai ilmiah dan historis Situs Duplang tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/irb)












































