Desa Malingmati di Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, memiliki nama yang langsung memancing rasa ingin tahu. Wajar jika banyak yang bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya sejarah atau asal-usul penamaan Desa Malingmati?
Melansir jurnal Universitas Diponegoro berjudul Toponimi Nama-Nama Desa di Kabupaten Ponorogo (Kajian Antropolinguistik), yang ditulis L Prima Pandu Pertiwi, Suyanto, dan Sri Puji Astuti, kebudayaan suatu masyarakat mengandung nilai-nilai atau tata cara yang digunakan sebagai pedoman hidup.
Seperti memuat aturan-aturan yang seharusnya dilakukan atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Setiap nama tempat selalu menyimpan cerita. Penamaannya bukan sekadar penanda wilayah, tetapi identitas yang melekat pada sejarah dan kehidupan masyarakatnya.
Sejarah Desa Malingmati Bojonegoro
Dalam berbagai catatan budaya, penamaan daerah hampir selalu berkaitan dengan figur tertentu, nilai-nilai yang diyakini masyarakat, hingga berkaitan dengan peristiwa masa lampau. Kebudayaan berisi nilai dan aturan yang menjadi pedoman hidup warganya, mulai dari aturan dan larangannya.
Layaknya asal-usul Desa Malingmati, yang bukan hanya legenda, tetapi juga cerminan bagaimana masyarakat di masa lalu memahami dunia, dan memberikan makna pada ruang yang mereka tinggali.
Beberapa versi tersebar di masyarakat, salah satunya kata "Malingmati" yang dikaitkan dengan kisah tokoh Maling Gentiri, serta simbol dari pohon asem atau pohon asam jawa.
Pohon ini menjadi sumber pangan masyarakat pada saat itu dengan segala manfaatnya. Seperti buahnya yang dijadikan bumbu masakan atau minuman penyegar, daunnya untuk pelengkap jamu, hingga kayunya yang bisa diolah menjadi peralatan rumah tangga.
Kata "maling" dalam bahasa Jawa memiliki arti pencuri, berbeda dengan Maling Gentiri yang justru dikenal sebagai sosok penolong yang membawa keadilan. Hasil curiannya selalu ia berikan kepada orang yang mengalami kesulitan. Apa yang dilakukan Maling Gentiri membuat masyarakat merasa terbantu, sehingga membuat mereka menghormatinya.
Suatu ketika, desa tersebut didatangi maling lain yang juga memiliki kesaktian. Tidak hanya berniat menandingi Maling Gentiri, tetapi juga melakukan perebutan wilayah. Keduanya pun terlibat dalam pertarungan yang berlangsung lama, dan saling mengerahkan kesaktiannya, yang disaksikan langsung oleh warga.
Di tengah pertarungan itu, maling pendatang menantang Maling Gentiri untuk membuktikan kesaktiannya. Maling Gentiri diminta menusuk dirinya dengan batang pohon asem tempat di mana ia bersembunyi.
Tanpa rasa gentar sedikit pun, Maling Gentiri mengambil dahan pohon asem, lalu melemparkannya dengan kekuatan luar biasa ke arah pohon asem. Kesaktian Maling Gentiri terbukti, kekuatannya tidak hanya mampu menembus batang pohon asem, tetapi maling pendatang yang bersembunyi di baliknya tewas karena terkena hantaman dahsyat.
Kemenangan Maling Gentiri dari pertarungan itu membekas dalam benak masyarakat. Mereka pun menamai desa itu dengan Desa Malingmati, yang berarti tempat di mana seorang maling sakti yang mati akibat pertarungan.
Bukan hanya kesaktian Maling Gentiri yang menarik perhatian, tetapi juga pohon asem yang saat itu menjadi saksi peristiwa. Bagi masyarakat, pohon asem dipercaya membawa makna kehidupan, memberikan manfaat, menjaga kesehatan, dan memancarkan energi positif. Sama halnya dengan Maling Gentiri yang tidak menggunakan kesaktiannya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk membantu dan melindungi orang lain.
Simak Video "RSUD Bojonegoro Diduga Lakukan Malapraktik ke Pasien"
(auh/irb)