Bagi warga Surabaya, nama "Jalan Pabrik Kulit" di kawasan Wonocolo mungkin sudah tak asing lagi. Namun, tak banyak yang tahu bahwa nama ini menyimpan kisah panjang tentang sejarah industri, perubahan sosial, dan bahkan sisi kelam perjalanan bangsa. Nama jalan tersebut bukan muncul tanpa alasan, melainkan menjadi jejak nyata dari sebuah industri besar yang pernah berjaya di masa lalu.
Menurut laman resmi Kecamatan Wonocolo dan arsip sejarah Pemerintah Kota Surabaya, penamaan "Pabrik Kulit" berakar dari keberadaan pabrik penyamakan kulit yang berdiri sejak akhir abad ke-19. Pabrik ini tidak hanya dikenal di tingkat lokal, tetapi juga pernah menjadi salah satu pusat industri kulit terbesar di Hindia Belanda. Dari sinilah nama "Pabrik Kulit" melekat kuat hingga akhirnya diabadikan menjadi nama jalan yang kita kenal sekarang.
Awal Berdirinya Pabrik Kulit Wonocolo
Berdasarkan dokumen Profil & Sejarah Kecamatan Wonocolo, pabrik penyamakan kulit ini dikenal dengan nama Lederfabriek Wonotjolo, yang dalam bahasa Belanda berarti "Pabrik Kulit Wonocolo". Pabrik ini mulai beroperasi sejak akhir 1800-an dan menjadi salah satu simbol kemajuan industri di kawasan Surabaya bagian selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pabrik Kulit Wonocolo Foto: Perpustakaan Univ Petra |
Berbeda dengan kebanyakan pabrik tradisional pada masa itu, Lederfabriek Wonotjolo sudah menggunakan teknologi modern untuk mengolah kulit sapi, kambing, domba, hingga kulit kuda. Produk-produk hasil olahannya digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari tas, sepatu, pakaian, hingga perlengkapan rumah tangga. Aktivitas ekonomi yang dihasilkan pabrik ini membuat kawasan Wonocolo semakin hidup dan ramai oleh pekerja dari berbagai daerah.
Bukti kejayaan pabrik ini terekam dalam foto udara tahun 1928, yang memperlihatkan bangunan besar dengan tembok kokoh di tengah area persawahan luas. Gambaran ini menunjukkan betapa pentingnya peran pabrik tersebut dalam roda industri dan ekonomi Surabaya pada masa kolonial.
Asal Usul Nama "Jalan Pabrik Kulit"
Penamaan "Jalan Pabrik Kulit" muncul secara alami dari kebiasaan warga sekitar. Karena pabrik menjadi bangunan paling menonjol dan berpengaruh di kawasan tersebut, masyarakat kemudian menjadikannya penanda lokasi. Dari sinilah istilah "Pabrik Kulit" digunakan untuk menyebut area di sekitarnya.
Nama asli "Lederfabriek Wonotjolo" lambat laun berubah mengikuti pengucapan lokal menjadi "Wonocolo", seiring perkembangan bahasa dan ejaan setelah masa kemerdekaan. Meski pabriknya telah lama tutup, warga tetap mempertahankan nama "Pabrik Kulit" sebagai bagian dari identitas sejarah lingkungan mereka.
Kejayaan dan Masa Kelam di Balik Pabrik Kulit
Pada masa kejayaannya di awal hingga pertengahan abad ke-20, Pabrik Kulit Wonocolo dikenal sangat produktif dan bahkan mengekspor hasil olahan kulit ke berbagai wilayah. Namun, sejarah mencatat sisi lain yang kelam dari kawasan ini. Setelah pergolakan politik tahun 1965, area sekitar pabrik dilaporkan sempat digunakan sebagai lokasi eksekusi tahanan politik (tapol). Meski tidak seluruh detail tercatat secara resmi, catatan warga menyebutkan bahwa lebih dari 50 orang kehilangan nyawa di tempat itu.
Peristiwa tersebut meninggalkan trauma dan cerita mistis yang masih diingat oleh sebagian warga tua Wonocolo hingga kini. Seiring waktu, kejayaan pabrik mulai meredup dan akhirnya berhenti beroperasi pada tahun 1990-an, meninggalkan bangunan kosong yang perlahan rusak dan dikenal angker.
Transformasi dan Kondisi Saat Ini
Frontage Jatim Expo Foto: Faiq Azmi/detikJatim |
Meski pabriknya telah tiada, kawasan bekas Lederfabriek Wonotjolo tidak benar-benar terlantar. Sebagian lahannya kini telah bertransformasi menjadi kawasan modern yang berisi gedung-gedung baru, seperti Jatim Expo, The Frontage, dan area milik perguruan tinggi. Sementara sebagian kecil bangunan lama masih tersisa, menjadi saksi bisu masa kejayaan industri kulit di Surabaya.
Bagi warga lama Wonocolo, nama "Pabrik Kulit" bukan sekadar penanda lokasi, melainkan simbol kenangan masa lalu. Mereka masih mengingat bau khas penyamakan kulit, suara mesin yang berdengung setiap pagi, hingga cerita-cerita mistis yang mewarnai sejarah kawasan itu.
Kini, Jalan Pabrik Kulit Wonocolo menjadi pengingat bahwa setiap sudut kota Surabaya memiliki kisah historis yang patut dijaga. Nama itu bukan sembarang sebutan, tetapi bagian dari perjalanan panjang masyarakat dan kota yang terus berkembang. Meski pabriknya telah hilang ditelan zaman, nama "Pabrik Kulit" tetap hidup dalam ingatan kolektif warga sebagai simbol sejarah industri dan perubahan sosial di Surabaya.
Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/abq)














































