Jalan Tunjungan saat ini adalah kawasan komersial yang ramai di Surabaya, terkenal dengan perpaduan bangunan bersejarah dan modern. Jalan ini juga telah diresmikan menjadi kawasan wisata "Tunjungan Romansa" dengan banyak pilihan kuliner UMKM, kafe, serta berbagai acara seni dan budaya.
Nama sebuah jalan sering kali menyimpan jejak sejarah panjang yang mencerminkan perjalanan suatu kota. Begitu pula dengan Jalan Tunjungan, salah satu ruas jalan paling ikonik di Surabaya yang menjadi saksi bisu dinamika sosial, ekonomi, dan budaya sejak masa kolonial hingga kini. Lalu, bagaimana asal-usul serta perkembangan kawasan bersejarah ini?
Makna dan Riwayat Nama Tunjungan
Asal-usul nama Jalan Tunjungan memiliki beberapa versi menarik. Versi paling populer menyebut bahwa nama tersebut berasal dari kata "tanjungan" atau "tanjung". Dahulu, kawasan ini merupakan daratan yang menjorok ke sungai dan sering dijadikan tempat berlabuh perahu. Seiring waktu, pengucapan kata "tanjungan" berubah menjadi "tunjungan" yang terdengar lebih mudah diucapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Versi lain yang beredar di masyarakat menyebut nama "Tunjungan" berasal dari kata "tuntunan" atau "tunjungan" yang berarti petunjuk. Hal ini dianggap sesuai dengan fungsi jalan tersebut pada masa lalu, yakni sebagai rute utama yang menjadi penunjuk arah menuju pusat kota dan kawasan sekitar.
Jalan Tunjungan Foto: dok Esti Widiyana/detikJatim |
Gaya Hidup yang Membentuk Jati Diri Tunjungan
Perkembangan Jalan Tunjungan sebagai pusat gaya hidup elit tak lepas dari peran societeit, atau klub-klub sosial tempat berkumpulnya kalangan Eropa. Kehadiran perkumpulan seperti Simpangsche Societeit pada tahun 1907 menjadi awal munculnya kehidupan sosial kelas atas di kawasan ini.
Klub tersebut berfungsi sebagai tempat pertemuan, hiburan, dan kegiatan sosial yang menciptakan suasana mirip dengan kehidupan perkumpulan elit di Eropa. Inilah yang kemudian membentuk citra awal Jalan Tunjungan sebagai kawasan eksklusif dan modern.
Jalan Tunjungan Foto: Esti Widiyana/detikJatim |
Gaya hidup mewah itu turut memunculkan berbagai fasilitas pendukung seperti restoran, butik, dan toko-toko modern. Salah satu yang terkenal adalah Restoran Hellendoorn, simbol kemewahan pada masa itu, tempat para tamu menikmati hidangan istimewa sambil diiringi musik orkestra.
Ciri khas gaya hidup elit juga terlihat dari cara berpakaian masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Busana elegan dan berkelas menjadi penanda status sosial, bukan sekadar kebutuhan fungsional.
Pakaian menjadi simbol prestise dan kemewahan yang memperkuat citra Jalan Tunjungan sebagai pusat gaya hidup modern pada masa kolonial. Kombinasi antara societeit, budaya kuliner, dan mode inilah yang membentuk karakter khas Jalan Tunjungan hingga kini.
Tunjungan dan Peran Ekonomi Kota
Seiring berkembangnya Surabaya sebagai pusat perdagangan, Jalan Tunjungan bertransformasi menjadi kawasan bisnis strategis. Di sepanjang jalan ini tumbuh deretan toko kelontong, butik, dan rumah mode yang melayani kebutuhan warga Eropa maupun kalangan pribumi dan peranakan Tionghoa.
Kawasan ini kemudian menjelma menjadi pusat ekonomi lokal dan simbol kemajuan kota. Pada dekade 1920-1940, Tunjungan dikenal sebagai etalase kota yang menampilkan wajah modern Hindia Belanda. Aktivitas ekonomi yang ramai menjadikan Tunjungan sebagai salah satu pusat perbelanjaan paling bergengsi di Surabaya pada masa itu.
Jalan Tunjungan Surabaya Foto: Deny Prastyo/detikJatim |
Tunjungan dalam Sejarah Perjuangan
Selain identik dengan kemewahan, Jalan Tunjungan juga menyimpan kisah heroik dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa revolusi, kawasan ini menjadi saksi pertempuran sengit dan aksi perlawanan arek-arek Suroboyo. Gedung-gedung peninggalan kolonial sempat dialihfungsikan menjadi markas pejuang.
Salah satu ikon penting adalah Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) di Jalan Tunjungan. Di tempat inilah terjadi Insiden Perobekan Bendera Belanda pada 19 September 1945, momen bersejarah yang menandai keberanian rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Jalan Tunjungan Surabaya. Foto: Istimewa) |
Kini, Jalan Tunjungan telah bertransformasi menjadi kawasan wisata sejarah sekaligus pusat aktivitas urban modern. Pemerintah Kota Surabaya menghidupkan kembali pesonanya melalui program "Tunjungan Romansa", yang menghadirkan suasana tempo dulu lewat pertunjukan seni, kuliner, dan wisata malam di area tersebut.
Meski banyak gedung kolonial telah berubah fungsi, nuansa historis kawasan ini tetap terjaga. Tunjungan tak lagi sekadar jalan penghubung, tetapi ruang publik yang menyatukan sejarah, gaya hidup, dan identitas kota Surabaya. Kawasan ini menjadi bukti nyata bahwa modernitas dan nilai sejarah bisa berjalan berdampingan dalam wajah baru Kota Pahlawan
(ihc/irb)
















































