Apa Itu Sengkolo dan Maknanya di Malam 1 Suro?

Apa Itu Sengkolo dan Maknanya di Malam 1 Suro?

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 19 Jun 2025 23:30 WIB
Ilustrasi jalan setapak di hutan
ILUSTRASI. Mengenal apa itu sengkolo yang kerap menghantui saat 1 Suro. Foto: (Getty Images/ZargonDesign)
Surabaya -

Dalam budaya Jawa yang kaya filosofi dan spiritualitas, sengkolo merupakan istilah yang sering kali disebut saat membicarakan hal-hal berbau mistis, terutama menjelang malam 1 Suro. Banyak masyarakat Jawa percaya bahwa malam 1 Suro adalah waktu yang penuh energi magis, baik positif maupun negatif.

Pada saat itulah sengkolo dianggap paling aktif dan berpotensi menimbulkan gangguan dalam kehidupan seseorang. Sengkolo dikenal sebagai bentuk kemalangan atau nasib buruk yang diyakini berasal dari energi negatif yang mengganggu keseimbangan antara manusia, alam, dan makhluk tak kasatmata.

Dalam Primbon Jawa, sengkolo dipercaya sebagai akibat dari pelanggaran terhadap norma adat atau tindakan tidak selaras dengan harmoni spiritual yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. Pengaruhnya dapat muncul dalam bentuk kesialan beruntun, penyakit, hingga ketidakberuntungan dalam aspek kehidupan seperti keuangan, asmara, atau karier.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal-usul dan Makna Sengkolo dalam Budaya Jawa

Kepercayaan terhadap sengkolo berakar dari pandangan kosmologis masyarakat Jawa yang menekankan pentingnya menjaga harmoni antara alam fisik dan dunia spiritual. Ketika keseimbangan ini terganggu, baik karena pelanggaran adat, perilaku menyimpang, maupun pengaruh energi negatif dari makhluk halus, sengkolo diyakini akan muncul sebagai bentuk peringatan atau teguran dari alam semesta.

Dalam perspektif kejawen, sengkolo sering dikaitkan dengan energi buruk yang berasal dari kesalahan manusia ataupun dari kekuatan gaib, seperti yang tergambar dalam konsep murwakala, yakni bencana atau kemalangan yang diyakini muncul karena adanya gangguan keseimbangan batin dan jagad. Maka dari itu, sengkolo bukan hanya dianggap sebagai gejala supranatural, tetapi juga sebagai simbol penyimpangan dari nilai-nilai moral dan kebijaksanaan leluhur.

ADVERTISEMENT

Untuk menetralisir pengaruh buruk tersebut, masyarakat Jawa menggelar ruwatan, ritual penyucian diri yang sarat doa dan simbol-simbol spiritual, seperti pagelaran wayang kulit lakon Murwakala atau pemberian jenang sengkolo.

Tradisi ini banyak dilakukan menjelang atau pada malam 1 Suro, yang dianggap sebagai waktu paling sakral untuk "melepaskan bala" dan memulai siklus hidup baru dengan batin yang bersih dan selaras.

Selain sebagai bentuk perlindungan spiritual, ruwatan dan sajian jenang sengkolo juga merefleksikan doa kolektif masyarakat, yaitu memohon keselamatan, membangun kebersamaan, dan menjaga harmoni antara manusia, leluhur, serta alam semesta.

Penyebab Seseorang Bisa Terkena Sengkolo

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sengkolo bukan sekadar nasib buruk yang datang tiba-tiba, melainkan diyakini sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan antara laku pribadi dan tatanan semesta. Menurut berbagai sumber budaya dan spiritual Jawa, ada sejumlah hal yang dianggap dapat memicu datangnya sengkolo, sebagai berikut.

1. Pelanggaran Adat dan Tradisi

Tidak melaksanakan upacara adat yang diwajibkan, melanggar pantangan, atau bersikap tidak hormat terhadap leluhur dapat memicu munculnya sengkolo.

2. Melakukan Aktivitas di Hari yang Tidak Baik

Dalam penanggalan Jawa, ada hari-hari tertentu yang dianggap kurang baik untuk aktivitas penting. Melanggar ketentuan ini bisa membawa kesialan.

3. Mengabaikan Tempat Sakral

Tempat-tempat seperti makam leluhur, situs keramat, dan lokasi wingit (angker) dipercaya menyimpan energi khusus. Mengotori atau bersikap tidak pantas di tempat-tempat ini dapat mengundang sengkolo.

4. Perilaku Tidak Bermoral

Tindakan yang bertentangan dengan norma moral seperti berbohong, mengkhianati kepercayaan, atau menyakiti orang tua bisa membuka pintu bagi energi negatif.

5. Tidak Melakukan Ruwatan atau Ritual Pembersihan

Orang-orang dengan "weton berat" atau lahir di hari-hari tertentu menurut Primbon Jawa seharusnya menjalani ruwatan untuk menangkal sengkolo. Jika tidak dilakukan, energi buruk bisa terus mengikuti.

6. Ketempelan Makhluk Gaib

Dalam kasus ekstrem, seseorang bisa terkena sengkolo karena dirasuki atau diikuti makhluk halus. Hal ini sering kali terjadi saat seseorang berada di tempat wingit tanpa perlindungan spiritual.

Ciri-ciri Orang Terkena Sengkolo

Sengkolo dipercaya tidak langsung terlihat secara fisik, tetapi efeknya bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ciri-ciri yang umum dialami seseorang yang diduga terkena sengkolo, terutama saat malam 1 Suro.

1. Kesialan Beruntun

Mengalami kejadian buruk secara berturut-turut, seperti kecelakaan, kegagalan usaha, atau kehilangan pekerjaan, tanpa sebab yang jelas.

2. Rasa Gelisah Berkepanjangan

Sering merasa waswas, tidak nyaman, atau seperti ada yang mengawasi, meski secara logika tidak ada yang salah.

3. Gangguan Kesehatan Aneh

Sakit yang datang tiba-tiba dan sulit disembuhkan meskipun sudah berobat, atau gangguan psikosomatis yang tidak diketahui penyebab medisnya.

4. Hilangnya Rezeki atau Kesempatan

Rezeki terasa seret, peluang emas sering terlewat, atau uang yang datang cepat habis tanpa sebab.

5. Konflik Sosial dan Keluarga

Hubungan dengan orang terdekat menjadi renggang, sering terjadi pertengkaran yang tidak masuk akal, bahkan dalam hal-hal kecil.

6. Suasana Rumah Tidak Harmonis

Rumah terasa panas, banyak pertengkaran, atau muncul suara dan bau aneh yang tidak bisa dijelaskan secara logika.

Sengkolo merupakan konsep penting dalam budaya spiritual Jawa yang mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam, leluhur, dan nilai-nilai etika. Meski tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, banyak masyarakat Jawa masih meyakini keberadaan sengkolo sebagai bagian dari warisan leluhur.

Saat malam 1 Suro tiba, banyak orang melakukan refleksi diri dan ritual spiritual untuk membersihkan energi buruk yang mungkin melekat. Baik percaya maupun tidak, pemahaman tentang sengkolo mengingatkan kita pentingnya menjaga keharmonisan hidup-baik secara fisik maupun spiritual.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads