Kapan Malam 1 Suro Tahun 2025? Ini Tanggal dan Tradisi yang Menyertainya

Kapan Malam 1 Suro Tahun 2025? Ini Tanggal dan Tradisi yang Menyertainya

Mira Rachmalia - detikJatim
Jumat, 20 Jun 2025 01:00 WIB
Malam 1 Suro: Pengertian, Sejarah dan Perayaannya
Ilustrasi Tanggal Malam 1 Suro. Foto: Getty Images/iStockphoto/Choreograph
Surabaya -

Malam 1 Suro merupakan salah satu momen penting yang diperingati sebagai malam pergantian tahun dalam kalender Jawa. Tradisi ini masih dilestarikan secara luas, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, sebagai waktu yang sarat makna spiritual. Namun, kapan sebenarnya malam 1 Suro jatuh pada tahun 2025 kalender Masehi?

Malam 1 Suro bukan hanya peringatan kalender, melainkan juga refleksi budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa. Tradisi ini mengajarkan pentingnya merenung, menghargai warisan leluhur, dan mempersiapkan diri menghadapi tahun yang baru dengan lebih baik. Berikut penjelasan kapan 1 Suro 2025.

Kapan 1 Suro 2025?

Berdasarkan informasi resmi dari Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang dirilis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama RI, malam 1 Suro tahun ini jatuh pada Jumat malam 27 Juni 2025. Hal ini dikarenakan 1 Suro 1959 Jawa bertepatan dengan hari Sabtu 28 Juni 2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sistem penanggalan Jawa, pergantian hari dimulai saat matahari terbenam, bukan tengah malam sebagaimana dalam kalender Masehi. Oleh sebab itu, malam 1 Suro dimulai sejak Magrib pada hari Jumat 27 Juni 2025.

Tanggal tersebut juga bertepatan dengan 1 Muharram 1447 Hijriah, yang telah ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan SKB Tiga Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025.

ADVERTISEMENT

Sejarah Penetapan Kalender Jawa

Kalender Jawa pertama kali diperkenalkan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram Islam, pada tahun 1940 Jawa atau sekitar tahun 1633 Masehi. Sistem ini menggabungkan kalender Hijriah yang berbasis peredaran bulan, kalender Masehi yang berbasis matahari, serta unsur dari penanggalan Hindu-Jawa.

Salah satu tujuan penggabungan ini adalah menciptakan sistem penanggalan yang lebih sesuai dengan budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa, tanpa menghilangkan nuansa keislaman yang berkembang pesat pada masa itu.

Makna Spiritual Malam 1 Suro

Berbagai tradisi dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk penghormatan terhadap malam yang dianggap memiliki energi spiritual tinggi ini. Malam 1 Suro bukan sekadar pergantian kalender Jawa, tetapi merupakan momen sakral yang sarat makna dan nilai spiritual mendalam.

Bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro diyakini sebagai waktu yang tepat untuk melakukan perenungan, ritual penyucian diri, dan memperkuat hubungan batin dengan Sang Pencipta. Tak heran jika malam ini selalu disambut dengan suasana hening, penuh khidmat, dan diliputi nuansa mistis yang kental.

  • Introspeksi dan perenungan diri
  • Melakukan tirakat atau laku spiritual
  • Mendekatkan diri kepada Tuhan
  • Membersihkan diri dari energi negatif

Serba-serbi Tradisi Malam 1 Suro

Malam 1 Suro selalu identik dengan berbagai tradisi unik dan sakral yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa. Di balik suasana hening dan penuh perenungan, tersimpan beragam ritual yang mencerminkan nilai spiritual, pengendalian diri, serta penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta.

Dari tapa bisu hingga kirab pusaka, setiap tradisi yang dijalankan memiliki makna mendalam dan menjadi bagian penting dalam menjaga kelestarian budaya Jawa. Malam ini bukan hanya momen pergantian tahun, tetapi waktu yang dianggap penuh energi magis dan spiritual. Berikut ini beberapa tradisi menyambut dan memperingati malam 1 Suro.

1. Ziarah ke Makam Leluhur

Ziarah ke makam leluhur menjadi salah satu tradisi penting malam 1 Suro. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur sekaligus mengingat asal-usul manusia (Sangkan Paraning Dumadi). Dalam praktiknya, ziarah diiringi dengan doa dan harapan agar keluarga diberikan keselamatan sepanjang tahun baru Jawa.

2. Larung Sesaji

Tradisi larung sesaji dilakukan dengan melarungkan berbagai persembahan ke laut, sungai, atau mata air. Sesaji tersebut berupa makanan, bunga, dan simbol-simbol lainnya yang dianggap sebagai bentuk syukur kepada alam. Ritual ini juga dipercaya sebagai bentuk tolak bala dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

3. Siraman Malam 1 Suro

Siraman adalah mandi menggunakan air yang telah dicampur bunga tujuh rupa. Tradisi ini bermakna sebagai proses penyucian diri, baik secara lahir maupun batin. Setelah siraman, seseorang biasanya menjalani tirakat, seperti puasa, tapa bisu, atau menyepi untuk memperbaiki kualitas spiritualnya.

4. Kirab dan Jamasan Pusaka

Di lingkungan keraton seperti Kraton Yogyakarta dan Surakarta, malam 1 Suro diperingati dengan mengadakan kirab pusaka, yakni mengarak benda-benda pusaka warisan leluhur. Sebelumnya, pusaka-pusaka tersebut melalui proses jamasan atau pembersihan secara khusus. Kirab ini melambangkan pelestarian nilai-nilai budaya dan spiritualitas Jawa.

Larangan dan Pantangan di Malam 1 Suro

Malam 1 Suro tidak hanya dikenal sebagai waktu sakral dan penuh perenungan, tetapi juga dipenuhi berbagai pantangan. Larangan-larangan ini dipercaya sebagai cara untuk menjaga keselamatan, menghindari bala, dan menghormati kekuatan spiritual yang diyakini hadir lebih kuat pada malam tersebut.

Bukan tanpa alasan, berbagai pantangan ini lahir dari kepercayaan bahwa malam 1 Suro merupakan waktu yang "wingit" atau angker, sehingga segala bentuk aktivitas yang dianggap berlebihan atau tidak sesuai norma spiritual sebaiknya dihindari. Berikut sejumlah larangan dan pantangan malam 1 Suro.

  • Dilarang menikah, karena dipercaya dapat mendatangkan kesialan.
  • Tidak diperkenankan membangun atau pindah rumah.
  • Menghindari aktivitas ramai atau hura-hura.
  • Melakukan tapa bisu, yakni tidak berbicara sepanjang malam.
  • Tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, karena malam ini diyakini sebagai waktu berkeliarannya makhluk gaib dan energi negatif.

Larangan-larangan ini muncul sebagai bentuk penghormatan terhadap kesakralan malam 1 Suro dan bertujuan menjaga ketenteraman batin serta keselamatan diri.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads