Benarkah Malam 1 Suro Tak Boleh Bicara?

Benarkah Malam 1 Suro Tak Boleh Bicara?

Irma Budiarti - detikJatim
Rabu, 18 Jun 2025 15:20 WIB
Ngesti Malam 1 Suro
ILUSTRASI. Ngesti Malam 1 Suro. Foto: Enggran Eko Budianto
Surabaya -

Malam 1 Suro selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Jawa. Pergantian tahun dalam kalender Jawa ini diyakini bukan sekadar hitungan waktu, tetapi momen sakral yang menyimpan makna mendalam. Salah satu larangan yang cukup populer dan masih sering dibicarakan adalah pantangan untuk berbicara saat malam 1 Suro.

Terutama saat melakukan laku tirakat seperti tapa bisu. Namun, dari mana asal larangan ini? Apa benar jika bicara di malam 1 Suro akan terkena sial atau diganggu makhluk halus? Ataukah ini hanya kearifan lokal yang sarat nilai spiritual? Simak penjelasannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber di bawah ini.

Makna Sakral Malam 1 Suro di Tradisi Jawa

Dalam kalender Jawa, malam 1 Suro adalah permulaan tahun baru Jawa, yang biasanya bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Momen ini dianggap sebagai waktu penuh kekuatan gaib, spiritualitas, dan transisi energi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itulah, masyarakat Jawa kerap melakukan laku prihatin atau ritual tirakat, seperti berdoa, berziarah ke makam leluhur, hingga tapa bisu. Pada malam itu, suasana desa atau keraton biasanya sunyi. Tak sedikit orang yang sengaja menjauhi keramaian, dan memilih menyepi atau melakukan meditasi.

Tapa Bisu, Diam Sebagai Bentuk Tirakat

Larangan berbicara di malam 1 Suro umumnya muncul dalam konteks tapa bisu, yaitu ritual tanpa bicara, tanpa makan, dan tanpa tidur semalaman. Tapa bisu ini merupakan bentuk tirakat atau puasa lahir dan batin.

ADVERTISEMENT

Tujuan utama dari larangan bicara atau menjalani tapa bisu di malam 1 Suro bukan sekadar pantangan kosong. Di balik keheningan itu, tersimpan pesan spiritual yang dalam. Diam menjadi sarana untuk membersihkan jiwa dari kesalahan.

Dalam kepercayaan Jawa, setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf, baik melalui ucapan, pikiran, maupun perbuatan. Melalui tapa bisu, seseorang belajar mengendalikan diri, mengoreksi kesalahan, dan memohon ampun secara batiniah tanpa perlu suara.

Lebih dari itu, keheningan malam 1 Suro menjadi waktu yang tepat untuk merenung atas perjalanan hidup selama setahun terakhir. Apa yang telah terjadi, apa yang telah diperjuangkan, siapa saja yang telah pergi dan datang-, semua direnungi dalam diam.

Kesunyian ini menjadi ruang refleksi untuk menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang berlari, tapi juga berhenti sejenak dan menyapa diri sendiri. Dan yang tak kalah penting, keheningan malam 1 Suro juga menjadi jembatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan atau kekuatan alam semesta.

Dalam sunyi, manusia merasa kecil, rapuh, dan butuh sandaran. Diam menjadi bahasa universal yang melampaui doa yang diucap. Saat tak ada kata yang terucap, justru saat itulah batin berbicara paling jujur kepada Sang Pencipta.

Salah satu contoh nyata larangan bicara ini adalah Kirab Pusaka Keraton Yogyakarta yang rutin digelar setiap malam 1 Suro. Ribuan peserta kirab mengelilingi benteng keraton sejauh kurang lebih 5 kilometer tanpa mengucap satu kata pun. Suasana sunyi tersebut dipercaya akan memperkuat energi spiritual dalam diri.

Mengapa Dilarang Bicara Malam 1 Suro?

Namun, benarkah malam 1 Suro dilarang untuk bicara? Larangan tersebut sebenarnya tidak berlaku secara umum, melainkan dalam konteks tertentu seperti saat menjalani ritual. Meski begitu, kepercayaan ini berkembang luas di masyarakat.

Hingga muncul anggapan bahwa bicara di malam Suro bisa membawa sial atau mengundang gangguan gaib. Lantas, apa saja sebenarnya makna di balik larangan ini? Berikut alasan larangan bicara malam 1 Suro.

1. Ucapan Sembarangan Bisa Membuka Pintu Gaib

Banyak yang percaya bahwa malam 1 Suro adalah waktu di mana tabir antara dunia nyata dan dunia gaib menjadi sangat tipis. Ucapan yang sembrono bisa "mengundang" hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Diam adalah Bentuk Pengendalian Diri

Dalam filsafat Jawa, lisan adalah sumber banyak masalah jika tidak dijaga. Maka, diam di malam Suro dianggap sebagai latihan spiritual untuk menahan nafsu dan menjaga pikiran tetap jernih.

3. Menghormati Suasana dan Energi Alam

Malam 1 Suro adalah waktu kontemplasi. Diam bukan hanya tentang tidak bersuara, tetapi juga menciptakan ruang sunyi untuk mendengarkan suara hati dan alam semesta.

Larangan Bicara Malam 1 Suro, Mitos atau Kearifan Lokal?

Sebagian orang menyebut larangan ini sebagai mitos. Namun, jika dikaji lebih dalam, larangan ini sesungguhnya adalah bentuk nasihat leluhur untuk menjaga ucapan, mengendalikan diri, dan menciptakan kesunyian sebagai ruang introspeksi.

Zaman sekarang, di mana semua orang sibuk dengan suara digital dan notifikasi tanpa henti, berdiam diri sejenak bisa menjadi cara untuk kembali pada jati diri. Bahkan, tanpa harus meyakini hal-hal gaib, nilai di balik tapa bisu tetap relevan, yaitu kontemplasi, keheningan, dan kedamaian batin.

Pada akhirnya, berbicara atau tidak saat malam 1 Suro tergantung kepercayaan dan niat pribadi. Jika ingin menjalani malam 1 Suro sebagai waktu hening dan penuh makna, tidak ada salahnya mencoba diam sejenak. Menahan diri untuk tidak berbicara bukan berarti membatasi, tapi membuka ruang untuk mendengar suara terdalam dari hati sendiri.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads