Romantis, Ini 10 Dongeng Sebelum Tidur untuk Pasangan LDR

Romantis, Ini 10 Dongeng Sebelum Tidur untuk Pasangan LDR

Irma Budiarti - detikJatim
Senin, 09 Jun 2025 21:30 WIB
Couple talking by video conference.
ILUSTRASI PASANGAN LDR. Foto: Getty Images/Capuski
Surabaya -

Menjalani hubungan jarak jauh (LDR) bukan perkara mudah. Setiap hari dipenuhi dengan rindu yang membuncah, kerinduan yang tak terucapkan, dan harapan agar waktu segera mempertemukan dua hati yang terpisah. Dalam sepi dan penantian, kata-kata manis dan cerita romantis menjadi pelipur lara sekaligus penguat cinta.

Salah satu cara yang indah untuk menjaga api asmara tetap menyala adalah dengan mendengarkan dongeng sebelum tidur, cerita yang tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh jiwa dan mengikat hati meski terpisah jarak.

Di tengah kesibukan dan perbedaan waktu, mendengarkan dongeng romantis dapat menjadi momen spesial yang menghubungkan dua hati, menghadirkan kehangatan dan rasa dekat walau terpisah ribuan kilometer. Dongeng-dongeng ini bukan sekadar cerita, melainkan simbol cinta, kesetiaan, dan harapan yang tumbuh kuat melewati segala rintangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dongeng Romantis untuk Pacar

Berikut ini 10 dongeng sebelum tidur khusus untuk pasangan LDR, yang mengangkat kisah-kisah penuh makna yang siap menemani malam dan menghangatkan hati pasangan, sehingga membuat jarak terasa semakin kecil dan cinta semakin mendalam.

1. Burung Dara dan Angin Timur

Di sebuah kerajaan langit yang tak terlihat mata manusia, hiduplah seekor burung dara putih bernama Alira. Ia memiliki sayap seindah salju dan hati yang penuh kesetiaan. Alira tinggal di puncak tertinggi sebuah menara langit, tempat ia bisa melihat dunia tanpa batas. Setiap hari, ia menanti satu hal, yaitu datangnya Angin Timur.

ADVERTISEMENT

Angin Timur bukan sekadar angin. Ia adalah roh penjaga arah timur yang lembut, hangat, dan penuh kasih. Ia bisa menjelajahi dunia dalam sekejap, tapi hanya tinggal sebentar. Ia tak bisa menetap, karena tugasnya adalah bergerak, menyebarkan harapan dan membawa musim dari negeri-negeri jauh.

Namun, hanya pada Alira, Angin Timur membuka dirinya. Saat senja datang dan langit menguning, Angin Timur akan berhembus perlahan ke puncak menara langit, membelai bulu-bulu Alira dengan bisikan rindu.

"Aku datang, meski hanya sebentar," bisik Angin.

"Aku menunggumu, meski semesta berkata aku harus sabar," jawab Alira.

Mereka tak pernah bisa bersama selamanya. Setiap kali Angin datang, ia harus segera pergi. Setiap kali Alira ingin ikut, ia tak mampu terbang sejauh itu. Dunia mereka berbeda. Yang satu adalah udara, yang lain adalah makhluk bersayap. Tapi mereka punya satu janji untuk tidak akan pernah saling melupakan.

"Aku akan terbang lebih tinggi, kalau kau mau menunggu lebih lama," kata Alira suatu hari.

Dan Angin menjawab, "Aku akan kembali lebih cepat, kalau kamu tetap jadi rumah yang menungguku."

Musim demi musim berganti. Kadang angin tak bisa datang berminggu-minggu. Kadang badai menghalangi sayap Alira untuk naik ke langit.

Tapi cinta mereka tak pernah memudar, hanya tertunda. Saat malam terlalu sunyi dan waktu terlalu sepi, Alira memejamkan mata dan membisikkan kata-kata kecil ke langit.

"Aku percaya kau masih di sana, melintasi samudra dan benua, membawa rinduku."

Dan, entah bagaimana, angin yang berhembus di jauh sana tiba-tiba menjadi hangat, seolah mendengar suara Alira dari balik waktu. Lalu pada suatu hari yang terang, ketika awan cerah dan senja bersinar lebih lama dari biasanya, Angin Timur datang lebih lama. Ia membawa berita:

"Jika aku tak bisa tinggal bersamamu di langit ini, maka kelak aku akan menjadi nafas di setiap hembusan yang kau hirup. Tak peduli seberapa jauh aku pergi, aku akan selalu ada di dekat hatimu."

Alira pun tersenyum, dan untuk pertama kalinya, ia tidak menangis saat Angin pergi. Karena kini ia tahu, cinta sejati tidak membutuhkan kedekatan fisik-hanya keyakinan, kesetiaan, dan satu janji yang terus dibisikkan malam demi malam.

"Aku mencintaimu, bahkan dalam jarak yang tak bisa kuukur."

Jarak hanyalah ujian, bukan penghalang. Aku akan tetap menjadi burung dara yang menunggumu di puncak harap, sementara kamu jadi angin yang selalu kembali membawa rindu. Kita mungkin tak bisa bersama sekarang, tapi cintaku tak pernah berjalan ke mana pun-ia tetap di sini, menunggumu pulang.

2. Bulan yang Menunggu Laut

Di sebuah desa kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota, hiduplah seorang gadis bernama Ayla. Ia tinggal di kaki gunung yang tinggi, tempat malam-malamnya selalu dipenuhi cahaya bulan. Ayla bukan orang biasa. Ia punya kemampuan yang langka untuk bisa berbicara dengan langit.

Di seberang samudra yang luas, tinggal seorang pemuda bernama Druva, seorang pelaut yang berlayar dari negeri ke negeri, menyusuri benua, membawa barang dan rindu. Mereka bertemu bukan karena takdir biasa.

Tapi karena satu malam Ayla menulis puisi, lalu melarungkan di botol kaca ke sungai yang mengalir menuju laut. Dan bertahun kemudian, saat sedang menyandarkan kapalnya di dermaga kecil, Druva menemukannya.

"Jika laut menyimpan rindu, biarkan ia sampai ke tempatmu. Karena aku mencintaimu, meski tak tahu siapa kamu."

Druva, yang sudah lama merasa hatinya kosong, merasa surat itu seperti suara dari bagian jiwanya yang hilang. Ia membalas. Bukan lewat surat, tapi dengan memanggil angin agar mengantar kata-katanya ke langit tempat Ayla sering berbicara.

Dan anehnya, Ayla mendengarnya dalam mimpi. Sejak itu, mereka saling mengenal melalui mimpi, cahaya, puisi, dan langit. Mereka belum pernah bersua, belum tahu rupa, tapi tahu isi jiwa masing-masing.

"Kenapa kamu tak datang ke sini?" tanya Ayla suatu malam.

"Karena laut tak bisa meninggalkan tujuannya," jawab Druva. "Tapi kamu adalah pelabuhan yang akan selalu kutuju."

Hari-hari berlalu. Ayla menunggu dari gunung. Druva mengirim kabar dari pelabuhan-pelabuhan yang tak pernah sama. Mereka berbagi malam yang berbeda waktu, tapi sama langitnya.

Kadang Ayla menangis, bukan karena lelah menunggu, tapi karena takut waktu akan menghapus kenangan yang belum sempat jadi kenyataan. Tapi Druva selalu meyakinkannya.

"Bulan tetap ada di langit meski langit tertutup awan. Dan, kamu tetap ada di hatiku, meski aku tak bisa pulang sekarang."

Lalu tibalah hari di mana badai datang. Kapal Druva hilang sinyal. Tak ada pesan, tak ada angin membawa kabar. Ayla menatap langit tiap malam, bertanya-tanya apakah laut menelan cintanya.

Hingga suatu malam, bulan bersinar lebih terang dari biasanya. Ayla bicara ke langit seperti biasa, namun kali ini suara itu menjawab:

"Aku telah melewati badai. Aku masih hidup. Dan sekarang aku tahu, rumahku bukan lagi laut, tapi kamu."

Beberapa bulan kemudian, kapal bersandar di dermaga desa Ayla. Dan dari jauh, Druva berjalan perlahan menuju gadis yang selama ini ia cintai lewat langit dan puisi. Tak ada kata yang mereka ucapkan. Hanya pelukan panjang, di bawah cahaya bulan, yang seolah berkata, "Akhirnya bulan bertemu laut. Dan rindu yang terombang-ambing sudah berlabuh."

Jarak memang memisahkan, tapi cinta yang sabar dan tulus akan selalu menemukan jalannya pulang. Bahkan, jika harus menunggu bertahun-tahun, cinta yang nyata tak akan pernah tersesat.

3. Bintang yang Menulis Namamu di Langit

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan pinus dan sungai berkilauan, hiduplah seorang pemuda bernama Arka. Arka adalah seorang penjaga malam, seseorang yang setiap malam mengamati langit dan menghitung bintang-bintang.

Namun, bukan hanya itu yang membuatnya unik, ia memiliki kebiasaan aneh, di mana setiap kali melihat bintang jatuh, Arka akan menulis sebuah nama di buku catatannya.

Suatu malam, ketika Arka sedang berdiri di tepi danau yang tenang, sebuah bintang jatuh sangat dekat. Tapi kali ini berbeda. Arka merasa ada sesuatu yang memanggilnya, seolah-olah bintang itu ingin bercerita. Dalam hatinya, ia menulis satu nama yang baru, "Nara".

Nara tinggal di sebuah kota pesisir, ratusan kilometer dari desa Arka. Mereka belum pernah bertemu. Bahkan, mereka belum saling mengenal. Namun, sejak malam itu, bintang-bintang di langit seolah menjadi jembatan antara dua hati yang jauh.

Setiap malam, Arka menatap langit dan menulis nama Nara di buku catatannya. Sedangkan di kota pesisir, Nara juga memandang bintang-bintang, merasa ada yang berbeda-seolah seseorang mengirimkan salam dari kejauhan.

Mereka berkomunikasi lewat pesan singkat dan panggilan video, membangun sebuah dunia kecil di antara jarak dan waktu yang memisahkan. Dalam tiap kata, ada rindu yang tak pernah pudar.

Suatu malam, Nara berkata kepada Arka, "Aku ingin sekali bertemu, tapi aku takut, apakah kamu benar-benar nyata, atau hanya bintang yang aku ciptakan dalam khayalan?"

Arka tersenyum dan membalas, "Kalau aku hanyalah bintang, maka aku ingin menjadi bintang yang paling terang di langitmu."

Mereka berjanji akan bertemu di bawah langit malam yang penuh bintang, di danau tempat Arka biasa berdiri. Waktu terus berjalan, dan hari itu tiba.

Nara datang ke desa kecil Arka. Saat malam tiba, mereka berdiri berdampingan di tepi danau, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang. Arka membuka buku catatannya, dan di halaman terakhir tertulis, "Untuk Nara, bintang yang menerangi hatiku."

Dalam keheningan malam, mereka saling menggenggam tangan, merasakan kehangatan yang lebih nyata dari cahaya bintang manapun.

Jarak dan waktu mungkin memisahkan, tapi cinta adalah bintang yang selalu menuntun pulang. Dan bahkan, jika kita belum bertemu, aku sudah menulis namamu di langit hatiku.

4. Cermin yang Memantulkan Sosokmu dari Jauh

Di sebuah kota kecil yang penuh warna senja, tinggal seorang gadis bernama Mira. Di kamarnya, ada sebuah cermin antik yang sudah diwariskan dari nenek moyangnya. Cermin itu tak biasa, katanya, ia mampu memperlihatkan sosok orang yang paling dirindukan pemiliknya, walau orang itu berada jauh di seberang dunia.

Setiap malam, sebelum Mira tidur, ia menatap cermin itu dan membayangkan kekasihnya, Faris, yang sedang bekerja di kota lain. Jarak mereka ratusan kilometer, tapi hatinya selalu dekat. Suatu malam, cermin itu mulai berpendar lembut. Di dalamnya, muncul bayangan samar yang perlahan menjadi wajah Faris.

"Aku di sini, Mira," kata sosok itu dari dalam cermin.

Mira tersenyum. Meski tak nyata secara fisik, kehadiran Faris dalam cermin memberinya kekuatan dan kehangatan.

Mereka berkomunikasi lewat cermin, seperti berbicara langsung walau terpisah ruang dan waktu. Faris bercerita tentang harinya, dan Mira membalas dengan cerita kecil tentang hujan di kota mereka.

Hari-hari berlalu, dan semakin sering Mira melihat Faris di cermin itu. Tapi ia tahu, cermin bukan pengganti pelukan atau tatapan mata.

Suatu hari, Faris mengirim pesan bahwa ia akan pulang. Ketika Faris tiba, Mira meletakkan cermin itu di meja, dan mereka bertemu tanpa perantara. Pelukan pertama mereka adalah nyata, bukan bayang.

Mira sadar, cermin itu hanya jalan untuk menjaga harapan. Karena yang terpenting bukan pantulan, tapi kehadiran nyata di sisi seseorang yang kita cinta.

Jarak bisa membuat rindu terasa berat, tapi kepercayaan dan harapan mampu memantulkan kehangatan cinta dari jauh. Hingga akhirnya, saat waktunya tepat, kita akan bertemu dan rindu menjadi nyata.

5. Taman Rahasia yang Tumbuh dari Rindu

Di sebuah rumah tua yang dikelilingi pepohonan rindang di pinggir kota, tinggal seorang gadis bernama Kirana. Meski hidupnya sederhana, hatinya penuh warna dan cinta yang tak pernah pudar. Di halaman belakang rumah itu, tersembunyi sebuah taman kecil yang hanya Kirana yang tahu, dan kekasihnya, Gilang, yang kini sedang jauh berlayar.

Taman itu bukan sembarang taman. Setiap bunga yang tumbuh di sana, setiap daun yang berguguran, adalah simbol dari rindu dan janji yang mereka buat. Setiap kali Gilang mengirimkan benih bunga lewat pos, Kirana dengan hati-hati menanamnya di tanah taman.

Ia membayangkan bahwa suatu hari, bunga itu akan mekar bersamaan dengan bunga yang tumbuh di kebun Gilang di negeri seberang. Malam hari, ketika bulan menyinari taman itu, Kirana duduk di bangku kayu, membaca surat-surat yang dikirim Gilang.

Surat-surat itu penuh cerita tentang ombak yang dihadapinya, angin yang membelai wajahnya, dan rindu yang sama seperti yang ia rasakan. Meski terpisah oleh lautan dan waktu, mereka punya satu kesamaan: harapan akan suatu hari mereka bisa berjalan bersama di taman itu, merasakan aroma bunga yang tumbuh dari cinta mereka.

Suatu hari, Kirana menerima kabar yang membuat hatinya berdebar, Gilang akan pulang. Ia menyiapkan taman itu dengan penuh cinta, menanam bunga favorit Gilang dan menghias setiap sudutnya dengan lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip seperti bintang.

Ketika Gilang tiba, mereka bertemu di taman rahasia itu. Sinar matahari sore menyinari wajah mereka yang penuh bahagia. Gilang menggenggam tangan Kirana erat, dan keduanya berjalan perlahan di antara bunga-bunga yang mekar indah.

Di bawah pohon rindang, mereka duduk berdua. Gilang mengeluarkan sebuah pot kecil berisi bunga yang telah ia rawat selama pelayaran. Kirana tersenyum, mengeluarkan benih yang akan mereka tanam bersama. Di taman kecil itu, cinta mereka tumbuh bukan hanya dalam bentuk bunga, tapi juga dalam kesetiaan dan janji yang tak lekang oleh waktu.

6. Jam Pasir di Antara Kita

Di sebuah kota kecil yang tenang, tinggal sepasang kekasih bernama Aruna dan Bima. Mereka terpisah oleh jarak yang cukup jauh karena pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Namun, mereka memiliki sebuah benda istimewa yang selalu mengingatkan akan cinta mereka, dua jam pasir ajaib.

Jam pasir itu bukan sembarang jam pasir biasa. Konon, jika Aruna membalik jam pasirnya, pasir di jam pasir milik Bima akan mulai mengalir juga, seperti tanda bahwa rindu dan cinta mereka mengalir tanpa terputus meskipun terpisah jarak.

Setiap malam, sebelum tidur, Aruna selalu membalik jam pasirnya sebagai tanda bahwa ia sedang merindukan Bima. Di tempat yang jauh, Bima juga merasakan pasir itu mulai mengalir, seolah hatinya berbisik bahwa Aruna sedang memikirkan dirinya.

Suatu ketika badai besar datang dan memutuskan komunikasi antara mereka. Tidak ada pesan masuk, tidak ada panggilan yang berhasil. Aruna merasa cemas, tetapi ia tetap setia membalik jam pasirnya setiap malam, berharap cinta mereka cukup kuat melewati badai itu.

Bima pun di tengah badai itu, memandang jam pasirnya yang terus berpasir, merasa semangatnya bangkit oleh keteguhan Aruna. Setelah badai berlalu, komunikasi mereka pulih kembali. Bima mengirim surat panjang yang berisi janji dan pengakuan cinta.

"Jika pasir di jam pasir kita tak pernah berhenti mengalir, maka cintaku pun takkan pernah berhenti menunggu dan mencintaimu, Aruna."

Aruna menangis haru membaca surat itu. Ia tahu bahwa meski jarak dan badai memisahkan, cinta mereka tetap mengalir seperti pasir di jam itu, badi dan tak terputus.

Hari pertemuan pun tiba. Mereka bertemu dengan pelukan hangat, dan jam pasir itu menjadi simbol perjuangan cinta mereka yang berhasil melewati segala rintangan.

7. Melodi Hati yang Terpisah

Di sebuah kota kecil yang tenang, hidup seorang pemuda bernama Yoga. Ia adalah musisi jalanan yang selalu membawa gitar kesayangannya kemana pun ia pergi.

Suaranya yang lembut dan nada-nada yang ia ciptakan mampu menyentuh hati siapa saja yang mendengar. Terutama sang kekasih, Reni, yang tinggal di pulau seberang.

Reni adalah penulis lirik berbakat. Ia mampu merangkai kata menjadi puisi dan lirik yang indah, melukiskan perasaan dan rindu yang tak terucapkan.

Meski terpisah jarak yang jauh, Yoga dan Reni menyatukan hati lewat musik yang mereka ciptakan bersama. Setiap hari, Yoga merekam lagu-lagu yang ia mainkan

Ia lalu mengirimkan rekaman itu kepada Reni. Reni pun membalas dengan mengirimkan lirik-lirik baru yang ia tulis berdasarkan cerita dari Yoga dan perasaannya sendiri.

Malam-malam panjang mereka habiskan dengan berkomunikasi lewat telepon dan pesan suara. Berbagi ide dan impian untuk membuat sebuah lagu yang sempurna, lagu yang akan menjadi simbol cinta mereka.

Suatu hari, Yoga menciptakan sebuah melodi khusus, yang ia beri judul "Melodi Hati". Lagu itu penuh dengan nada-nada lembut, menyiratkan rindu dan harapan yang mereka miliki.

Reni pun menulis lirik yang sangat pribadi, melukiskan perjalanan cinta mereka yang penuh perjuangan jarak. Meski belum pernah bertemu secara langsung, mereka merasa semakin dekat lewat musik.

Mereka berjanji, suatu hari nanti, akan bernyanyi bersama di atas panggung yang sama. Mereka berjanji akan menghilangkan jarak dengan suara dan harmoni.

Sampai saat itu tiba, melodi dan lirik jadi jembatan yang menghubungkan hati mereka, membuktikan bahwa cinta sejati tidak akan pernah pudar walau dipisahkan jarak.

8. Surat Kecil di Kotak Kayu

Di sebuah kamar kecil yang hangat, tinggal seorang wanita bernama Dewi yang setiap hari merindukan kekasihnya, Rafi, yang sedang bertugas di negeri seberang. Jarak dan waktu sering membuat mereka merasa kesepian, tapi Dewi punya cara khusus untuk menjaga cinta mereka tetap hidup, kotak kayu kecil berisi surat-surat cinta.

Kotak itu sudah penuh dengan surat-surat yang dikirim Rafi sejak awal hubungan mereka. Setiap surat berisi cerita tentang hari-hari Rafi, pengakuan cinta, serta janji untuk selalu setia meski berjauhan.

Setiap kali Dewi merasa rindu, ia membuka kotak itu, membaca ulang surat demi surat, membiarkan kata-kata Rafi menghangatkan hatinya. Surat-surat itu bukan hanya sekedar tulisan, tapi kenangan hidup yang membuat jarak terasa lebih dekat.

Suatu malam, saat hujan turun, Dewi duduk di depan jendela sambil membaca surat yang baru dikirim Rafi. Ia merasa seolah Rafi sedang duduk di sebelahnya, bercerita dan menghiburnya.

Hari pertemuan mereka pun tiba. Dewi membawa kotak kayu itu ke bandara, menyimpannya dengan hati-hati. Saat Rafi muncul, mereka berpelukan erat. Kotak kayu itu menjadi saksi bisu perjuangan cinta mereka yang bertahan melewati jarak dan waktu.

9. Pelangi Setelah Hujan

Lia dan Fikri adalah sepasang kekasih yang telah menjalani hubungan jarak jauh selama bertahun-tahun. Mereka melewati banyak rintangan-perbedaan waktu, pekerjaan yang menyita waktu, dan kesepian yang kadang mencekam.

Suatu musim hujan, mereka sepakat untuk bertemu di sebuah taman kecil di kota mereka. Namun, hari itu, hujan turun tanpa henti sejak pagi, membuat mereka khawatir apakah pertemuan itu akan terlaksana.

Lia duduk di bawah payung besar, menunggu dengan sabar. Setiap tetes hujan seolah menambah berat rindunya. Fikri juga berada di perjalanan, berusaha menembus hujan dan macet agar bisa sampai tepat waktu.

Akhirnya, saat hujan mulai mereda. Sebuah pelangi muncul di langit, membelah awan gelap dengan warna-warna cerah yang memukau.

Di bawah pelangi itu, Lia dan Fikri bertemu. Mereka berpelukan erat, menumpahkan semua rindu dan rasa syukur yang telah terpendam selama ini.

Pelangi itu menjadi simbol cinta mereka. Simbol bahwa setelah segala badai, akan selalu ada keindahan dan harapan yang menanti mereka.

10. Senyuman di Ujung Telepon

Nina dan Arman hanya bisa bertemu lewat layar ponsel. Setiap malam, mereka berbagi cerita, tawa, dan air mata, menguatkan satu sama lain meskipun terpisah ribuan kilometer.

Suatu malam, Nina merasa sangat lelah dan sedih karena tekanan pekerjaan dan rasa sepi yang mendera. Saat berbicara dengan Arman lewat telepon, ia tak bisa menahan air mata.

Arman mendengarkan dengan penuh perhatian. Suaranya lembut menghibur dan memberikan semangat.

Walau hanya lewat telepon, senyuman dan kata-kata Arman terasa seperti pelukan hangat yang menghapus kesedihan Nina. Mereka berbagi cerita sampai larut malam.

Nina merasa kekuatan cinta mereka tumbuh semakin kuat melalui percakapan itu. Mereka berjanji, suatu saat nanti, semua senyuman dan tawa yang hanya bisa dibagi lewat telepon akan menjadi kenangan indah dari pertemuan nyata yang tak akan terlupakan.




(dpe/irb)


Hide Ads