Wayang sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia telah mendapatkan pengakuan dunia. Ada berbagai jenis wayang, termasuk khas Jawa Timur, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Apa saja itu?
Wayang sendiri telah masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, dengan judul "The Wayang Puppet Theater" pada 4 November 2008.
Kemendikbudristek mencatat tujuh alasan wayang ditetapkan Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Yaitu kedalaman sejarah, nilai-nilai budaya dan moral yang terkandung, peran penting dalam upacara dan ritual, keragaman budaya, peningkatan identitas nasional, fungsi sebagai sarana pendidikan, dan sebagai identitas budaya Indonesia di mata dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wayang Jawa Timur Menjadi WBTB
Mengutip laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, Jawa Timur memiliki ragam gaya pewayangan yang dikenal dengan sebutan Wayang Wetan atau Wayang Jawa Timuran.
Gaya pewayangan ini memiliki empat variasi yang berbeda, yaitu Gaya Trowulan, Gaya Ngawi-Nganjuk, Gaya Banyuwangi, dan Gaya Surabaya-Jombang-Mojokerto. Meskipun hampir serupa, setiap gaya memiliki perbedaan pada teknik dalang dalam memainkan dan menyampaikan cerita.
Ada banyak jenis wayang dari Jawa Timur yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB). Berikut uraian singkat mengenai tujuh jenis wayang yang telah mendapatkan pengakuan tersebut.
1. Wayang Topeng Malangan (2014)
Menurut Historiography: Journal of Indonesian History and Education, Wayang Topeng Malangan adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menggabungkan elemen tari dan drama dengan penari yang mengenakan topeng.
Pertunjukan ini biasanya diiringi musik gamelan dan dipandu seorang dalang yang berperan sebagai narator. Cerita yang ditampilkan dalam Wayang Topeng Malangan sering kali diambil dari kisah-kisah Panji, yang merupakan bagian dari warisan sastra Jawa klasik.
Seni ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan spiritual kepada masyarakat. Sejarah Wayang Topeng Malangan dapat ditelusuri kembali ke zaman Kerajaan Majapahit, Kadiri dan Singosari.
Di mana, seni ini awalnya digunakan dalam konteks ritual keagamaan. Seiring waktu, pertunjukan ini telah mengalami berbagai modifikasi untuk tetap relevan dalam masyarakat modern, termasuk perubahan dalam bentuk topeng dan kostum.
Masyarakat setempat berperan aktif dalam pelestarian seni ini, baik melalui partisipasi dalam pementasan maupun dukungan dari pemerintah. Wayang Topeng Malangan telah diakui sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda (WBTB) tahun 2014.
2. Wayang Beber (2015)
Wayang Beber adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Jawa, khususnya berkembang di daerah Donorojo, Pacitan, Jawa Timur. Dilansir dari laman resmi pemerintah Kabupaten Pacitan, pertunjukan ini ditandai dengan penggunaan lembaran kertas atau kain bergambar, yang disebut beberan.
Dalam pementasannya, dalang membentangkan beberan dan menceritakan kisah-kisah yang diambil dari epik Mahabharata, Ramayana, atau cerita-cerita Panji. Cara penyajiannya melibatkan penggambaran adegan secara berurutan, di mana setiap lembar berisi beberapa adegan yang disebut pejagong, dan dibuka satu per satu selama pertunjukan.
Sejarah Wayang Beber dapat ditelusuri kembali ke masa Kerajaan Jenggala pada tahun 1145 M, dan mengalami perkembangan signifikan pada era Majapahit dan Kesultanan Demak. Awalnya menjadi media dakwah Wali Songo, seni ini telah dimodifikasi untuk mengikuti ajaran Islam yang melarang penggambaran makhluk hidup secara realistis.
Meskipun saat ini Wayang Beber jarang dipertunjukkan, seni ini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015. Hal ini menegaskan pentingnya pelestarian dan pengembangan kesenian ini dalam konteks budaya lokal.
![]() |
3. Wayang Krucil Malangan (2016)
Wayang Krucil yang juga dikenal sebagai Wayang Klithik adalah bentuk seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Jawa Timur, khususnya Kabupaten Malang. Pertunjukan ini menggunakan boneka datar dua dimensi yang terbuat dari kayu, dengan ketebalan sekitar 2-3 cm.
Karakter-karakter dalam Wayang Krucil memiliki tampilan yang lebih hidup dibandingkan dengan wayang kulit, dan biasanya diiringi musik gamelan. Cerita yang dipentaskan dalam Wayang Krucil sering kali diambil dari kisah-kisah sejarah dan legenda Jawa, seperti Serat Damarwulan dan cerita-cerita Panji lainnya.
Meskipun populer pada tahun 1960-an, saat ini Wayang Krucil semakin jarang dipertunjukkan karena tersisih kesenian lain, terutama wayang kulit purwa. Sejarah Wayang Krucil dapat ditelusuri hingga abad ke-17, ketika Pangeran Pekik di Surabaya dikatakan sebagai penciptanya.
Seni ini muncul sebagai hasil akulturasi antara tradisi wayang kulit dan pengaruh Islam yang berkembang pada masa itu. Pertunjukan Wayang Krucil biasanya tidak menggunakan kelir dan disajikan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan wayang lainnya, seperti tidak ditancapkan pada gedebog pisang tetapi pada kayu atau bambu berlubang.
Meskipun saat ini pementasan Wayang Krucil sangat jarang ditemukan, seni ini tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya lokal dan sering dipentaskan dalam acara-acara tertentu seperti pernikahan atau peringatan kematian.
4. Wayang Thengul (2018)
Berdasarkan informasi yang dirangkum dari laman Dinas Kominfo Jawa Timur, Wayang Thengul adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Bojonegoro, Jawa Timur, yang menggunakan boneka kayu berbentuk tiga dimensi. Seni ini mirip Wayang Golek, tetapi perbedaannya terletak pada cerita yang diangkat dan karakter tokoh yang ditampilkan.
Wayang Thengul sering kali mengisahkan cerita rakyat, termasuk kisah-kisah dari Serat Menak, cerita para wali, serta sejarah Kerajaan Majapahit dan Demak. Dalam pementasannya, dalang menggerakkan boneka dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, sementara tiga jari lainnya memegang tangkai wayang.
Dilansir laman Dinbudpar Bojonegoro, sejarah Wayang Thengul dimulai pada tahun 1930 ketika seorang pemuda bernama Samijan terinspirasi pertunjukan wayang golek menak dari Kudus. Ia menciptakan Wayang Thengul sebagai sarana hiburan dan berkeliling dari desa ke desa untuk menampilkan pertunjukan ini.
Seiring waktu, Wayang Thengul berkembang menjadi bagian budaya lokal, dengan penambahan elemen musik dan komedi untuk menarik minat penonton. Saat ini, Kampoeng Thengul di Desa Sumberrejo menjadi pusat pelestarian seni ini, di mana generasi muda diajarkan mengenal dan melestarikan Wayang Thengul sebagai warisan budaya Bojonegoro.
![]() |
5. Wayang Topeng Jatiduwur (2018)
Wayang Topeng Jatiduwur adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Menurut keterangan dalam laman Syiar Karya Literasi IAIN Kediri, pertunjukan ini merupakan bentuk teater total yang menggabungkan unsur tari, drama, sastra, musik, dan rupa.
Dalam Wayang Topeng Jatiduwur, dalang memimpin pertunjukan dengan mengatur jalan cerita, sementara para penari mengenakan topeng sesuai karakter yang diperankan. Topeng-topeng ini diyakini memiliki kekuatan magis dan digunakan dalam berbagai ritual, termasuk sebagai sarana penyembuhan dan pemenuhan nazar oleh masyarakat setempat.
Cerita yang dipentaskan dalam Wayang Topeng Jatiduwur umumnya diambil dari Sastra Panji, dengan lakon utama seperti Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji. Dua cerita populer yang sering ditampilkan adalah Patah Kuda Narawangs dan Wiruncana Murca, yang menggambarkan perjalanan cinta dan kepahlawanan.
Meskipun saat ini pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur semakin jarang dipentaskan, upaya pelestarian terus dilakukan masyarakat dan akademisi. Tujuannya untuk menjaga keberlangsungan seni ini sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.
6. Wayang Kulit Gagrak (2021)
Dirangkum dari Jurnal Intelektual Insan Cendikia, Wayang Kulit Gagrak Malangan adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Seni ini memiliki karakteristik unik, di mana boneka wayang yang digunakan memiliki bentuk yang lebih gemuk dengan pundak yang tidak simetris, serta wajah yang sering kali berwarna merah.
Pertunjukan Wayang Kulit Gagrak diiringi musik gamelan dengan tiga titi laras, yaitu siji, enem, dan lima. Keunikan lain dari Wayang Kulit Gagrak Malangan adalah penggunaan lima jenis pathet dalam pertunjukan, yaitu pathet sepuluh, pathet wolu, pathet sanga, pathet wolu miring, dan pathet serang, yang memberikan variasi dalam penyampaian cerita.
Seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi, minat terhadap seni tradisional seperti Wayang Kulit Gagrak mengalami penurunan, terutama di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan seni ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutannya.
Penelitian dan kegiatan budaya bertujuan mengenalkan kembali bentuk dan hiasan Wayang Kulit Gagrak, serta strategi pengembangannya agar diapresiasi generasi mendatang. Jadi, Wayang Kulit Gagrak Malangan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi sarana menyampaikan nilai-nilai moral dan filosofi yang terkandung dalam setiap pertunjukannya.
7. Wayang Krucil Tuban (2022)
Wayang Krucil Tuban adalah bentuk seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kesenian ini menggunakan boneka yang terbuat dari kayu pipih dan memiliki ukuran kecil, mirip dengan wayang kulit, namun dengan karakteristik dan cerita yang berbeda.
Wayang Krucil Tuban sering kali mengangkat cerita-cerita yang bersumber dari Timur Tengah. Pertunjukan ini diiringi musik gamelan dengan irama khas yang disebut Ndugthung, yang dihasilkan dari pukulan alat musik bonang.
Pementasan Wayang Krucil biasanya dilakukan dalam konteks acara ritual seperti ruwatan, perayaan hari jadi Kabupaten Tuban, atau pada hari kedua Idul Fitri dalam acara yang dikenal sebagai 'Ngebyakne' Wayang Krucil.
Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ihc/irb)