Tim arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XI Jatim masih mengekskavasi Candi Brahu di Dusun/Desa Bejijong, Trowulan demi menemukan potensi pagar keliling. Ekskavasi 16 hari ini berhasil mengungkap sejumlah fakta baru sekaligus struktur kuno di 4 titik terkait candi tertua di Mojokerto ini.
Ketua Tim Ekskavasi Candi Brahu, Muhammad Ichwan mengatakan ekskavasi 13-28 Mei 2025 ini untuk menjawab hipotesis temuan struktur yang ada di sawah warga.
Bangunan berbahan bata merah kuno ini diteliti Puslit Arkenas yang kini melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak 2014. Panjangnya sekitar 5 meter membujur barat ke timur, lebar 105 cm, tingginya hanya tersisa 4 lapis bata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami runut ke arah barat, kami gali 2 kotak, tidak ada temuan. Kami lanjutkan penggalian di sebelah timurnya," kata Ichwan kepada wartawan di lokasi ekskavasi, Rabu (28/5/2025).
Ekskavasi pun difokuskan di kebun jati milik warga yang sudah dibebaskan BPKW XI Jatim. Para arkeolog menemukan kelanjutan struktur temuan Puslit Arkenas. Bangunan kuno berbahan bata merah ini terkubur 30 cm dari permukaan tanah. Panjangnya 20 meter membentang dari barat ke timur.
Lebar struktur ini sekitar 105 cm, tapi hanya tersisa 1-2 lapis batas. Jaraknya sekitar 83 meter di sebelah selatan Candi Brahu.
"Kondisinya terputus-putus dan lapisan di atasnya sudah hilang. Kami duga sebagai penyekat ruangan Candi Brahu ke arah dalam yang lebih suci," terang Ichwan.
Antara struktur ini dengan Candi Brahu juga ditemukan bangunan kuno di 2 titik tes pit. Posisinya persis di sebelah selatan tempat parkir sepeda motor pengunjung. Menurut Ichwan, struktur berbahan bata merah ini membujur selatan ke utara dengan lebar 130 cm.
Terlihat struktur ini masih berlanjut ke utara di bawah jalan menuju halaman Candi Brahu. Persis di sebelah selatannya terdapat struktur berdenah persegi panjang yang juga membujur utara selatan dengan panjang 285 cm, lebar 130 cm, tingginya tersisa 1-2 lapis bata.
Sekitar 3 meter sebelah selatan temuan ini juga terdapat struktur bata merah kuno berdenah bujur sangkar 130x130 cm. Tingginya hanya tersisa 4 lapis bata.
Menurut Ichwan, semua struktur yang ditemukan di kebun jati ketinggiannya satu level. Berbeda dengan struktur temuan Puslit Arkenas yang lebih rendah sekitar 70 cm. Perbedaan level ini dimungkinkan karena pembangunannya pada masa lalu menyesuaikan kontur tanah.
"Di antara penyekat ruangan dengan Candi Brahu mungkin ini suatu bangunan yang terkait kegiatan keagamaan di candi ini," jelasnya.
Sedangkan ekskavasi di sebelah tenggara Candi Brahu, tepatnya di kebun tebu tanah kas desa (TKD) Bejijong, tim arkeolog menemukan struktur bata merah kuno memanjang barat ke timur.
Lebar bangunan kuno ini 60 cm, tingginya hanya tersisa 3-4 lapis bata. Kelanjutan struktur ini belum ditemukan. Ichwan memastikan temuan ini tidak menyambung dengan struktur penyekat area suci Candi Brahu.
Tidak hanya struktur, tim arkeolog BPKW XI Jatim juga mendapati temuan lepas berupa pecahan keramik, porselen, dan gerabah. Ichwan menuturkan temuan lepas ini diduga dari pecahan wadah seperti kendi, periuk, maron dan sebagainya.
Menariknya, sebagian pecahan keramik berasal dari zaman Mpu Sindok, sebagian lainnya dari zaman Majapahit.
Baca juga: Candi-candi Bercorak Buddha di Jawa Timur |
"Dari sisi pemanfaatan, (Candi Brahu) ada keberlanjutan dari zaman Mpu Sindok sampai Majapahit sebagai peribadatan," ujarnya.
Pasca ekskavasi, kata Ichwan, pihaknya akan merekomendasikan semua temuan struktur agar dilindungi dengan cungkup sehingga tidak rusak karena cuaca. Ia belum bisa memastikan akan kah ekskavasi ini akan dilanjutkan atau tidak.
"Untuk sementara ini sebagai awal dulu, kami koordinasi dan konsultasi dengan pimpinan," tandasnya.
Berdasarkan Prasasti Alasantan yang ditemukan dekat Candi Brahu, candi ini dibangun pada masa Raja Medang, Mpu Sindok tahun 861 saka atau 939 masehi dengan nama Waharu atau Warahu. Para ahli sepakat candi ini berlatarkan Agama Buddha. Sama halnya Candi Gentong di sebelah timurnya.
Mpu Sindok adalah Raja Medang periode Jatim sekaligus pendiri Wangsa Isyana. Karena dibangun pada masa Dyah Sindok, Candi Brahu menjadi yang tertua di Mojokerto. Karena mayoritas candi yang ditemukan di daerah ini peninggalan Majapahit yang berdiri 1293 masehi.
Umur candi ini mengalahkan Petirtaan Jolotundo di Desa Seloliman, Trawas, Mojokerto. Merujuk pada pahatan angka tahun 977 masehi pada bangunannya, petirtaan suci ini dibuat pada masa Ratu Sri Isyana Tunggawijaya, putri Mpu Sindok. Istri Sri Lokapala itu memimpin Kerajaan Medang sejak 947 masehi.
Candi Brahu berdenah bujur sangkar menghadap ke barat. Candi tertua di Mojokerto ini seluas 18x22,5 meter persegi dan tingginya 20 meter. Pemugarannya dimulai 1990 sampai tuntas tahun 1995.
Sampai saat ini belum terungkap siapa sosok raja yang didarmakan di candi ini. Oleh masyarakat, Candi Brahu dipercaya tempat menyemayamkan abu para raja Majapahit. Namun, para peneliti tidak pernah menemukan abu dari jasad manusia di candi ini.
(dpe/abq)