Tradisi Skilot di Pasuruan Tetap Pikat Warga di Lebaran Ketupat

Tradisi Skilot di Pasuruan Tetap Pikat Warga di Lebaran Ketupat

Muhajir Arifin - detikJatim
Selasa, 08 Apr 2025 02:00 WIB
skilot pasuruan
Lomba skilot di Pasuruan (Foto: Muhajir Arifin)
Pasuruan -

Tradisi skilot masih dilestarikan oleh masyarakat di pesisir Lekok, Kabupaten Pasuruan. Tradisi lomba ski di atas lumpur ini digelar setahun sekali sekaligus menandai perayaan Lebaran Ketupat.

Skilot tidak kehilangan daya pikat meski setiap tahun digelar. Buktinya, ratusan orang memadati arena ski di sebuah tambak di Desa Tambak Lekok, Lekok, Kabupaten Pasuruan.

Warga terlihat sangat antusias menyaksikan lomba tahunan ini. Warga dan peserta sudah mendatangi lokasi sejak pagi. Warga memenuhi tanggul tambak mencari posisi terbaik untuk menyaksikan lomba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peserta yang merupakan nelayan sekitar sibuk untuk menyiapkan diri. Setelah lintasan masing-masing peserta ditentukan mereka pun meletakkan satu kaki di atas papan dan kaki satunya dipakai untuk mendorong papan dengan kedua tangan sebagai pengarah jalan.

Para peserta beradu cepat mengayuh papan skilot masing-masing. Peserta tercepat yang menyentuh garis finis menjadi pemenang. Meski demikian banyak peserta yang tidak sampai di garis finis karena kelelahan dengan lintasan yang berat.

ADVERTISEMENT

"Yang penting kaki kuat sama fokus. Kalau sudah biasa sih, malah seru!" kata Agus, peserta asal Desa Tambak Lekok, Senin (7/4/2025).

Baginya, skilot bukan hal asing karena ia biasa pakai papan ski buat cari kerang. Lomba skilot seperti pekerjaan setiap hari.

Skilot adalah tradisi yang sudah digelar selama puluhan tahun. Tradisi ini bermula dari kebiasaan warga pesisir pantai untuk mencari kerang dan udang dengan papan panjang. Dari situlah muncul ide warga untuk membuat lomba ski di atas lumpur.

Nama skilot diambil dari dua suku kata. Kata ski atau berselancar dan kata lot atau celot yang berarti lumpur. Dengan demikian skilot artinya berselancar di atas lumpur dengan menggunakan papan berukuran 1 meter dan lebar 50 sentimeter.

"Dulu itu ya buat bertahan hidup. Sekarang malah jadi acara besar yang bikin bangga," kata Usman Sarwi (60) sesepuh desa yang menjadi saksi hidup sejarah skilot.




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads