Pelaksanaan tradisi gerebeg gunungan tempe raksasa di Desa Sedenganmijen, Krian, Sidoarjo bakal dievaluasi usai insiden kecopetan massal. Pihak desa ingin tradisi ini tetap lestari dan bisa membawa kegembiraan bagi warga setempat.
Tradisi gerebeg gunungan tempe raksasa sendiri sudah berjalan sejak tahun 2018. Pelaksanaannya bersamaan dengan ruwah desa sebagai wujud rasa syukur, sebab banyak pengrajin tempe di kawasan tersebut.
"Insiden tersebut menjadi pembelajaran bagi kami. Sebenarnya untuk pengamanan kami rasa cukup karena sudah melibatkan TNI/Polri, bahkan ormas setempat. Namun ke depan petugas pengamanan ini mungkin akan disebar, tidak hanya di lokasi sekitar gunungan saja," ujar Kepala Desa Sedenganmijen, Hasanuddin kepada detikJatim, Senin (17/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasanuddin mengatakan, ia akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk segera mendalami kasus ini.
"Hari ini saya akan datang ke Polsek Krian untuk berkoordinasi terkait penyelidikan kasus ini. Karena mungkin diperlukan bukti-bukti pendukung," katanya.
Sementara itu, dari laporan warga yang diterimanya, ada kurang lebih 28 warga yang kehilangan ponsel, HP, dan sejumlah barang berharga lain.
Sedangkan polisi mencatat ada sekitar 40 warga yang sudah melapor jadi korban pencopetan massal saat mengikuti gerebeg gunungan tempe raksasa di Desa Sedenganmijen.
"Dari laporan warga yang kecopetan HP kemarin ada yang kerugiannya sampai Rp 30 juta. Kalau laporan di kami 28 warga, ini kita koordinasikan lebih lanjut dengan yang di kepolisian," ungkap Hasanuddin.
Selain berharap pelaku pencopetan segera tertangkap, Hasanuddin juga berharap agar seluruh warga ke depan lebih berhati-hati saat mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan kerumunan massa.
"Saya berharap seluruh warga, tidak hanya di Desa Sedanganmijen saja, tapi juga di tempat-tempat lainnya agar berhati-hati saat terlibat di kegiatan dengan kerumunan massa besar. Harap menjaga barang bawaan pribadinya," pungkasnya.
(irb/hil)