Ereveld Kembang Kuning Surabaya, Area yang Tak Diserahkan Belanda ke RI

Tempo Doeloe

Ereveld Kembang Kuning Surabaya, Area yang Tak Diserahkan Belanda ke RI

Sri Rahayu - detikJatim
Kamis, 06 Feb 2025 16:40 WIB
Makam Ereveld Kembang Kuning Surabaya
Kompleks Pemakam Ereveld Kembang Kuning Surabaya yang dikelola yayasan asal Belanda (Foto: Firtian Ramadhani/detikJatim)
Surabaya -

Pemakaman Kembang Kuning di Surabaya pernah masyhur menjadi tempat lokalisasi atau prostitusi kalangan kelas bawah. Pemakaman yang berada di Pakis, Kecamatan Sawahan itu ternyata telah ada sejak zaman kolonial.

Pegiat sejarah Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo menjelaskan Kembang Kuning awalnya disiapkan menjadi pengganti pemakaman orang-orang Eropa pada awal abad 20. Ini setelah pemakaman di Peneleh yang telah ada sejak tahun 1847 telah kehabisan lahan.

Karena hal ini, lanjut Kuncar, kawasan Kembang Kuning lalu dipilih menjadi lokasi pemakaman. Saat itu,kawasan tersebut masih berupa hutan dan bukit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tepat pada tahun 1916 Makam Eropa Peneleh mulai ditutup kemudian beralih ke Kembang Kuning untuk menggantikan fungsi Peneleh pada 1917. Namun seiring zaman, Kembang Kuning tak hanya menjadi pemakaman orang Eropa saja, tapi juga Tionghoa.

"Bukit Kembang Kuning, yang saat itu masih berupa hutan, dipilih menjadi lokasi pemakaman baru. Seiring waktu, kawasan itu berkembang makam diapit perkampungan padat dan perumahan Darmo," kata Kuncar kepada detikJatim, Kamis (6/2/2025).

ADVERTISEMENT

"Semula, konsepnya makam Eropa, bukan makam Kristen. Namun karena warga Eropa menyusut pasca merdeka, Makam ini berubah jadi makam Kristen dan Tionghoa," imbuhnya.

Menurut Kuncar, Kembang Kuning juga menyimpan pengaruh arsitektur dari dua budaya gaya Eropa dan Jawa. Ini kenapa banyak ditemui makam dengan atap yang diadopsi dari bentuk cungkup makam tradisional Jawa.

Makam Kembang Kuning Surabaya.Ereveld Surabaya. (Foto: Firtian Ramadhani/detikJatim)

"Model bangunan makam di Kembang Kuning sangat beragam. Pengaruh arsitektur Jawa Eropa mendominasi untuk kuburan peranakan Tionghoa, dan Eropa. Sebuah akulturasi budaya yang menarik," jelasnya.

Selain menjadi tempat peristirahatan terakhir, kompleks pemakaman ini juga memiliki area khusus sebagai Makam Kehormatan Belanda atau Ereveld. Kompleks ini merupakan aset Belanda dan dikelola langsung yayasan milik Belanda.

Lahan Ereveld, jelas Kuncar, tidak pernah diserahkan Belanda kepada pemerintah Indonesia pasca-kemerdekaan, hal ini berbeda dengan makam lain yang kini diurus oleh Pemkot Surabaya.

"Makam Ereveld adalah area yang tidak berubah sejak zaman kolonial. Hingga kini, pengelolaannya tetap berada di bawah Belanda," tegasnya Kuncar.

Salah satu bagian ikonik dari kompleks Kembang Kuning adalah bundaran makam, tempat wali kota kedua Surabaya (1920-1929) G.J. Djikerman, dimakamkan. Lokasi ini menjadi titik sentral pemakaman yang kini sudah penuh.

"Sejak 2006, kembang kuning tertutup untuk jenazah baru, kecuali ditumpuk di liang keluarga," ungkap Kuncar.

Pengelolaan kompleks Kembang Kuning juga terus diperbaiki dalam 15 tahun terakhir. Area makam seluas 13,6 hektare kini dipagar. Setiap pusara makam juga dipagar oleh ahli waris untuk menjaga privasi keluarga dan mencegah gangguan dari pihak luar.

"Perubahan pengelolaan membuat lingkungan pemakaman lebih tertib dan nyaman untuk keluarga yang berziarah," tandas Kuncar.




(abq/iwd)


Hide Ads