Di balik fungsinya sebagai kompleks pemakaman bersejarah, Kembang Kuning menyimpan cerita lain yang jarang diketahui. Sejak tahun 1970-an, kawasan ini juga menjadi pusat bisnis prostitusi kelas bawah di Kota Surabaya.
Pegiat sejarah Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo mengatakan kawasan kembang kuning mulai aktif menjadi tempat bisnis prostitusi sekitar tahun 1970.
"Prostitusi di Kembang Kuning mulai aktif sekitar tahun 1970, ketika area ini berkembang menjadi permukiman," ujar Kuncar kepada detikJatim, Kamis (6/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena prostitusi ini bermula dari perpindahan lokasi makam. Area di sekitar Dolly yang dulunya merupakan kompleks pemakaman Tionghoa kemudian bergeser ke Kembang Kuning. Dari situ, Kembang Kuning lalu menjadi tempat makam dan lokalisasi baru.
"Dulunya, lokasi Kupang Banyu Urip menjadi pusat prostitusi. Namun, ketika makam dipindahkan, bisnis ini juga ikut berpindah ke sekitar Kembang Kuning," kata Kuncar.
Kuncar mengungkapkan pada masa kejayaannya, bisnis prostitusi di Kembang Kuning berkembang pesat. Tidak hanya terjadi di pinggir jalan, tetapi juga di dalam kawasan pemakaman. Para pekerja seks, baik perempuan maupun transgender, menjadikan makam sebagai tempat mangkal.
![]() |
"Setiap makam sering kali disewakan. Ada penjaga di setiap lokasi, yang mengatur aktivitas prostitusi di sana," ungkapnya.
Tren ini terus berkembang hingga tahun 1980-an, dengan banyaknya klaster prostitusi yang muncul. Bahkan, lokasi di sekitar Kembang Kuning disebut-sebut memiliki kelas tersendiri, mirip dengan Dolly yang terkenal.
"Sido Kumpul, yang berada di sebelah makam, menjadi salah satu pusat aktivitas prostitusi. Tempat ini juga menjadi permukiman para pekerja seks dan preman," tambahnya.
Namun, sejak tahun 1990-an, aktivitas ini mulai menurun. Razia dari pihak berwenang serta perubahan pola transaksi menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan bisnis prostitusi di Kembang Kuning.
"Perkembangan zaman dan pengawasan ketat membuat bisnis ini tidak lagi semarak seperti dulu. Sekarang, aktivitas seperti itu sudah jarang terlihat," tuturnya.
Pengelolaan kompleks makam juga berperan besar dalam menertibkan kawasan. Banyak lapak-lapak yang ditutup, dan area sekitar makam menjadi lebih tertib dalam 15 tahun terakhir.
"Kini, lingkungan di Kembang Kuning jauh lebih aman dan nyaman. Perubahan ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang baik dapat mengurangi aktivitas ilegal," tegas Kuncar.
Meski begitu, Kuncar menyebut sejarah panjang Kembang Kuning sebagai pusat prostitusi tetap menjadi bagian dari cerita kompleks pemakaman ini. Jejaknya masih terasa, meski tidak lagi seaktif dulu.
"Dengan pengelolaan yang terus membaik, diharapkan kawasan ini bisa lebih fokus pada nilai sejarah dan spiritualnya," pungkasnya.
(abq/iwd)