Penuh Makna, Ini Pernikahan Adat Jawa Beserta Filosofinya

Penuh Makna, Ini Pernikahan Adat Jawa Beserta Filosofinya

Angely Rahma - detikJatim
Senin, 13 Jan 2025 11:15 WIB
Ilustrasi pernikahan Jawa
Ilustrasi pernikahan adat Jawa. Foto: Getty Images/iStockphoto/Royaax
Surabaya -

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya kebudayaan, dengan beragam tradisi dan adat istiadat yang menawan, salah satunya prosesi pernikahan. Di setiap daerah, termasuk di Jawa Timur, prosesi ini tidak hanya sekadar serangkaian ritual.

Tetapi menyimpan makna dan filosofi mendalam, mencerminkan nilai-nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap elemen dalam upacara pernikahan di Jawa Timur sarat simbolisme dan kepercayaan yang mencerminkan kehidupan sosial masyarakatnya.

Jenis Perkawinan di Jawa Timur

Dilansir dari laman Disperpusip Jatimprov, Jawa Timur memiliki empat jenis upacara perkawinan adat yang umum dilakukan, yaitu upacara perkawinan adat suku Jawa, Suku Tengger, Suku Osing, dan Suku Madura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun demikian, karena mayoritas penduduk Jawa Timur secara keseluruhan berasal dari Suku Jawa, detikJatim telah merangkum beberapa informasi seputar upacara perkawinan adat Suku Jawa.

Waktu Pelaksanaan Pernikahan

Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, waktu pelaksanaan upacara memiliki peranan yang sangat penting. Orang Jawa Timur biasanya memilih hari dan bulan yang dianggap baik untuk melaksanakan pernikahan.

ADVERTISEMENT

Penentuan hari baik sering kali dipandang lebih rumit daripada menentukan bulan baik. Hal ini disebabkan fakta bahwa pemilihan hari harus mempertimbangkan hari kelahiran kedua calon pengantin dengan merujuk pada perhitungan "pawokan" yang ada dalam buku Primbon.

Selain itu, ada beberapa hari yang dianggap sebagai hari pantangan, seperti hari pupuk-pusar (hari lepasnya tali pusar) dan hari tali wangke (hari kematian orang tua calon pengantin). Hari-hari tersebut dianggap sebagai hari naas, dan karena itu, harus dihindari.

Bulan yang dianggap baik untuk melaksanakan upacara pernikahan adat di Jawa Timur, antara lain adalah bulan ketiga (Maulud), bulan ke-10 (Syawal), dan bulan ke-12 (Besar). Bulan Maulud dipandang baik karena merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sementara bulan Syawal karena merupakan bulan Idul Fitri, dan bulan besar yang merupakan bulan Idul Adha. Bulan-bulan ini dipercaya dapat mendatangkan berkah, serta kebahagiaan bagi kedua calon pengantin, sehingga pelaksanaan pernikahan diharapkan dapat berjalan lancar dan penuh makna.

Upacara Perkawinan di Jawa Timur

Upacara perkawinan di Jawa Timur bukan sekadar ikatan janji suci antara dua insan, tetapi juga sebuah rangkaian ritual sarat makna yang melibatkan keluarga besar, budaya, dan tradisi leluhur. Setiap langkah dalam prosesi ini mencerminkan nilai-nilai luhur, seperti gotong royong, penghormatan kepada orang tua, dan harmoni dengan alam semesta.

Dari lamaran, hingga acara siraman yang menyucikan dan panggih yang menjadi simbol pertemuan dua keluarga, setiap detail dalam upacara ini adalah cerminan kekayaan budaya Jawa Timur yang terus hidup dan lestari di tengah modernisasi. Berikut urutan acara perkawinan adat Jawa Timur.

1. Lamaran

Secara adat, proses lamaran dalam pernikahan terdiri dari tiga bagian penting. Pertama, nontoni, yaitu langkah awal di mana seorang putra bersama orang tuanya pergi ke rumah gadis untuk melihat dan memutuskan apakah ia ingin melamar gadis tersebut.

Kedua, nglamar, di mana saudara putra menyampaikan lamaran secara lisan atau tertulis kepada pihak gadis. Ketiga, srah-srahan, yang dilakukan jika gadis tersebut setuju untuk menikah.

Dalam upacara ini, pihak putra memberikan berbagai hadiah kepada pihak gadis sebagai simbol tunangan. Hadiah-hadiah tersebut umumnya mencakup pakaian, perhiasan, peralatan rumah tangga, uang, dan lain-lain, yang disesuaikan kemampuan keluarga pengantin putra.

Namun, saat ini, tradisi lamaran mengalami perubahan, dengan semakin jarangnya orang tua menjodohkan anak-anak mereka. Banyak anak muda yang memilih pacaran terlebih dahulu sebelum menikah. Meskipun demikian, calon pengantin putra biasanya tetap melamar secara resmi dengan mengikuti upacara nglamar, meskipun nontoni tidak dilakukan.

2. Persiapan

Setelah lamaran seorang putra diterima putri, perencanaan upacara pernikahan dimulai, dan yang menjadi tanggung jawab orang tua pengantin putri. Hari yang terbaik untuk pernikahan ditentukan berdasarkan adat, dengan mempertimbangkan bulan Jawa dan tanggal lahir kedua pengantin.

3. Tarub

Tarub adalah bangunan sementara untuk tamu di depan rumah. Tumbuhan, daun, dan buah-buahan yang digantung memiliki makna tertentu. Upacara dimulai dengan pemasangan bleketepe, yaitu anyaman janur kecil untuk mengusir roh-roh jahat.

4. Sesaji

Sajian sesaji terdiri dari makanan, buah, minuman, dan bunga, disiapkan untuk memastikan upacara berjalan lancar. Jenis sesaji tergantung pada makna dan tujuan masing-masing.

5. Tata Rias

Pengantin putri harus terlihat cantik, dengan kulit yang halus dan bercahaya. Riasan bertujuan menjadikan pengantin seperti putri raja, sedangkan pengantin putra juga menggunakan riasan.

6. Paes

Di Jawa, rambut pengantin putri dipotong dan dicukur sebelum dirias. Paes berfungsi mempercantik pengantin dan menghilangkan pikiran atau perilaku buruk. Rambut diatur menjadi sanggul, dengan bagian depan dibentuk menjadi sunggar, dan bagian belakang diikat menjadi sanggul, kemudian dipasang perhiasan.

7. Busana

Ada dua gaya busana utama, yaitu busana basahan dan busana putri. Busana gaya putri pada dasarnya adalah baju panjang bludiran, kain padan, dan selop bludiran. Busana basahan terdiri dari beberapa jenis kain, gaya dodotan, yaitu tidak memakai baju atasan, dan selop bludiran. Pengantin putra memakai topi kuluk yang berwarna biru muda.

8. Perhiasan

Perhiasan yang dikenakan terinspirasi dari gaya kerajaan, pengantin diperumpamakan menjadi raja dalam sehari. Perhiasan ini termasuk kalung, gelang, cincin, dan anting agar pengantin terlihat cantik.

9. Siraman

Upacara siraman adalah prosesi pertama yang dilakukan siang hari sebelum pernikahan. Acara ini untuk memandikan pengantin agar bersih dan suci sebelum malam midodareni dan hari pernikahan. Pengantin dimandikan di rumah masing-masing, di kamar mandi atau kebun. Sebagian air siraman dari pengantin putri dibawa untuk siraman pengantin putra.

Ibu pengantin putri memulai dengan mengoleskan bubuk sabun pada tangan dan kaki putrinya, diikuti tujuh orang atau lebih yang menuangkan air bunga pada pengantin. Ibu-ibu yang dianggap berakhlak baik diundang, sementara mereka yang telah bercerai atau tidak memiliki anak tidak boleh hadir.

10. Pemecahan Kendi

Setelah siraman, ibu pengantin putri memecahkan kendi sebagai simbol bahwa pengantin telah dewasa, dan siap meninggalkan keluarga untuk membangun keluarga baru.

11. Memotong Rambut

Selanjutnya, sedikit ujung rambut pengantin dipotong dalam upacara memotong rambut, yang melambangkan pembuangan masa kecil. Rambut yang dipotong kemudian ditanam di kebun putri.

12. Penjualan Dawet

Acara penjualan dawet, minuman tradisional, dilakukan setelah pengantin putri masuk kamar untuk dirias. Pecahan kendi tadi diberikan kepada tamu untuk membeli dawet, dari ibu pengantin yang mengenakan kostum dan barang-barang penjual dawet.

Pecahan kendi yang digunakan sebagai alat pembayaran diberikan kepada sang ayah, yang kemudian menyimpannya ke dalam kantong. Upacara ini memiliki makna agar acara pernikahan berlangsung ramai, dan agar dalam kehidupan pernikahan nanti pengantin diberkahi penghasilan yang berlimpah.

13. Meratus Rambut

Sambil upacara penjualan dawet dijalankan di luar, di dalam kamar, perias sedang menjemur dan meratus rambut pengantin putri. Dalam acara meratus, bubuk ratus dan gula pasir dipanaskan, sementara asapnya diarahkan ke rambut pengantin putri supaya baunya wangi. Lalu, rambutnya digelung, muka dan lehernya dicuci, serta didandani dengan hati-hati.

14. Upacara Ngerik

Sesudah upacara meratus rambut, upacara ngerik dilangsungkan. Upacara ngerik merupakan persiapan untuk tata rias yang akan dipakai untuk upacara pernikahan pada hari berikutnya. Anak rambut di dahi gadis dihilangkan, dan bagian-bagian dicukur dalam bentuk paes.

15. Malam Midodareni

Malam sebelum hari pernikahan merupakan malam terakhir pengantin putri sebagai remaja atau gadis. Malam ini dianggap suci dan diberi nama malam midodareni. Dari jam 6 sampai jam 12 malam, pengantin putri tidak boleh keluar dari kamar.

Waktu ini dimaksudkan untuk berkenalan dengan keluarga pengantin putra, dan untuk menerima nasihat tentang kehidupan setelah menikah. Selama waktu ini, pengantin putri diberi makanan oleh orang tuanya untuk terakhir kali.

16. Akad Nikah

Kira-kira jam 9 pagi pada hari berikutnya, upacara akad nikah diselenggarakan. Akad nikah merupakan pernikahan secara agama dan resmi. Menurut pemerintah, cuma acara akad nikah yang perlu dilaksanakan untuk menikah secara hukum. Upacara ini bisa dilakukan di gereja untuk orang Kristen, di masjid untuk orang Islam, atau di rumah saja.

17. Upacara Panggih

Pada siang hari setelah akad nikah, upacara pernikahan adat yang dilaksanakan, yaitu upacara panggih. Upacara ini terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut.

a. Temu Pengantin

Pengantin putra masuk pintu depan dipayungi dua pendamping, dan kedua pengantin menukar kembar mayang yang dilemparkan ke atas tarub.

b. Sawat-sawatan atau Halangan Gantal Sirih

Pengantin putra-putri saling melempar daun sirih. Artinya, bertemunya dua perasaan, untuk melempar hari, dan dianggap sebagai waktu yang menyenangkan.

c. Wiji Dadi

Pengantin putra menempelkan telur ayam kampung kepada dahi sendiri dan dahi pengantin putri, lalu melempar telur ini supaya pecah. Kaki mempelai putra dibasuh dengan air bunga setaman dan dibersihkan oleh pengantin putri yang duduk di depannya.

d. Sindur Binqyang

Kedua mempelai bersalaman, berpegangan tangan dengan jari kelingking, dan ibu putri menutup bahu keduanya dengan kain selendang yang berwarna merah dan putih, kemudian pengantin diantar bapaknya ke kursi pelaminan.

e. Timbang

Di pelaminan, kedua pengantin duduk di pangkuan bapak putri, putri di kaki kiri, dan putra di kaki kanan. Ibu putri bertanya kepada bapak siapa yang lebih berat, dan dia menjawab bahwa mereka sama saja.

f. Kacar-kucur

Pengantin putra memberi beras, kacang, dan uang receh yang dibungkus dalam kain berwarna merah dan putih kepada putri, kemudian memberikannya kepada orang tuanya.

g. Saling Menyuap

Pengantin putra memberi makanan kepada istrinya, dan lalu pengantin putri memberi makanan kepada suaminya, dan terus menyuap bersama.

h. Minta Doa Restu

Prosesi terakhir, yakni memohon doa restu kepada kedua orang tua, di mana kedua pengantin melakukan sungkem kepada orang tua dari pihak mempelai putri maupun putra secara bergantian. Proses ini merupakan bentuk pengharapan doa, serta keridaan kepada orang tua untuk kedua mempelai dan kehidupan mereka selanjutnya.

18. Resepsi

Malam setelah upacara pernikahan, resepsi diselenggarakan untuk merayakan pernikahan. Para tamu yang diundang memberi salam dan selamat kepada pasangan suami-istri baru. Akhirnya, upacara pernikahan selesai dan pasangan suami-istri pulang untuk mulai kehidupan baru bersama.

Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, pesta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads