November 1945, Kampung Dinoyo menjadi saksi sejarah arek-arek Suroboyo yang memblokade jalan agar tentara Sekutu tidak bisa masuk ke area Surabaya Selatan. Pemerhati sejarah dan budaya Surabaya Nur Setiawan mengatakan sekitar 79 tahun lalu, arek-arek Dinoyo berusaha menahan gerak laju Sekutu, namun usahanya gagal.
"Memang (ada peristiwa perang), itu sekitar 79 tahun yang lalu. Arek-arek Ngagel, arek-arek Dinoyo memblokade atau menahan gerak laju tentara Sekutu agar tidak bisa ke Selatan Kota," kata Nur Setiawan ketika dikonfirmasi detikJatim, Kamis, (21/11/2024).
Namun, perjuangan memblokade itu pada akhirnya tetap ditembus oleh pasukan Sekutu. Nur menyebut, tentara Sekutu mempunyai alat perang yang lebih canggih, seperti tank, rantis hingga senjata lapis baja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat peperangan itu, memang arek-arek Suroboyo juga memakai senpi (senapan api), cuman amunisinya kan terbatas. Jadi (tentara Sekutu) tetap bisa menembus wilayah Selatan Kota," terangnya.
![]() |
Peristiwa peperangan itu terjadi sekitar bulan November 1945, meskipun Nur tidak menyebutkan tanggal yang tepat. Yang pasti, peristiwa perang memblokade tentara Sekutu bukan terjadi di tanggal 10 November 1945.
"Sekitar November 1945 pecah perang itu, tetapi bukan tepat pada tanggal 10 November. Saat berusaha menahan Sekutu, arek-arek Suroboyo kala itu membawa ratusan pasukan di sekitar Ngagel, tepat di jembatan itu," jelasnya.
Ia kemudian bercerita, dulu tentara Sekutu yang bergerak dari wilayah Perak (utara) terus merengsek masuk ke wilayah Selatan dari berbagai jalur. Jalur yang dilalui di antaranya, Jalan Diponegoro, Jalan Darmo hingga Jalan Panglima Sudirman.
"Semua jalan dari Utara ke arah Selatan dimasuki semua oleh Sekutu. Nah di jalan-jalan itu diblokade semua menggunakan karung-karung pasir, kursi-kursi kayu, almari, meja, semua diblokade supaya tentara Sekutu tidak bisa masuk ke Selatan," tuturnya.
"Setelah mengetahui kalau jalanan diblokade otomatis kan macet. Nah, disana itu terjadi baku tembak antara arek-arek Suroboyo dan tentara Sekutu," tandas Nur Setiawan.
"Di Dinoyo itu dalam catatan yang saya temukan, ada pihak kolonial yang sempat membangun markas di Dinoyo, makanya di kemudian hari ada namanya Jalan Dinoyo Tangsi. Nama Tangsi sendiri memiliki arti wilayah itu pernah dijadikan markas atau barak," urainya.
Sampai saat ini, Kampung Dinoyo tetap mempertahankan karakter tradisionalnya dengan deretan rumah-rumah lama yang terjaga. Berbagai toko kecil terjejer di sepanjang jalan memberikan nuansa kehidupan yang lebih sederhana dan akrab, seakan-akan jauh dari hiruk-pikuk kota besar.
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(abq/iwd)