Kota Surabaya yang dikenal dengan sejarah perjuangannya, ternyata menyimpan kisah-kisah menarik di setiap kampungnya. Salah satunya adalah Kampung Dinoyo yang ada di Surabaya selatan.
Kampung Dinoyo memiliki batas selatan di Jalan Marmoyo dan batas utara di Monumen Polri di Jalan Polisi Istimewa. Di wilayah Timur, Dinoyo berbatasan dengan Sungai Kalimas dan batas barat di Jalan Adityawarman.
"Dahulu kala di era klasik, kampung Dinoyo itu bernama desa BKUL yang kini dikenal dengan nama Bungkul. Pada zaman Majapahit, kalau sekarang itu Majapahit bagaikan negara, kan di dalamnya ada provinsi, ada kota, ada desa. BKUL itu desanya," kata Nur Setiawan, Pemerhati Sejarah & Budaya Surabaya ketika dikonfirmasi detikJatim, Kamis, (21/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nur Setiawan, desa BKUL berasal dari 'pasal' Majapahit. Pasal adalah wilayah bawahan semacam Provinsi, Distrik serta Desa/Kecamatan. Pada masa lampau, nama Dinoyo sendiri sudah ada dalam peta-peta Belanda di abad ke-19.
![]() |
Nur menambahkan jejak kekunoan Dinoyo juga ada pada makam Mbah Joyo Prawiro yang berada tepat di belakang kampus UWM (Universitas Widya Mandala). Di sana, ada makam umum yang mana terdapat salah satu bangunan makam tempat semayam Mbah Joyo Prawiro.
"Diduga beliau ini (Mbah Joyo Prawiro) istilahnya yang babat alas kampung Dinoyo, tetapi saya tidak bisa memastikan kapan beliau disemayamkan. Makam itu kemudian diuri-uri oleh masyarakat Dinoyo, apalagi saat mereka mau ada hajat, mereka kesana untuk meminta doa," jelas dia.
"Makam (Mbah Joyo Prawiro) itu terus dilestarikan oleh masyarakat. Beliau ini dihormati karena tokoh ini dulu adalah sosok penting di kawasan Dinoyo," pungkas Pemerhati Sejarah Surabaya Historical Community itu.
Selain makam bersejarah, kawasan Dinoyo yang bersebelahan dengan Sungai Kalimas itu dulunya digunakan sebagai perlintasan kapal-kapal pada zaman Majapahit. Bagi Nur, kapal merupakan salah satu moda transportasi umum di era pra-kolonial.
"Ya, memang (Sungai Kalimas) menjadi tempat perlintasan kapal-kapal. Dulu itu kapal menjadi transportasi umum selain kereta kuda. Karena, kereta kuda tidak bisa digunakan sebagai moda utama, apalagi jalan di Surabaya dulu banyak bergeronjal, sehingga transportasi kapal yang menjadi opsi," tandasnya.
Seiring perkembangan Kota Surabaya, Dinoyo tetap mempertahankan karakter tradisionalnya dengan deretan rumah-rumah lama yang terjaga. Berbagai toko kecil terjejer di sepanjang jalan memberikan nuansa kehidupan yang lebih sederhana dan akrab, seakan-akan jauh dari hiruk-pikuk kota besar.
(irb/iwd)