Mengenal 4 Jenis Gaya Wayang Jawa Timuran yang Bersejarah

Mengenal 4 Jenis Gaya Wayang Jawa Timuran yang Bersejarah

Angely Rahma - detikJatim
Kamis, 07 Nov 2024 14:49 WIB
ilustrasi wayang kulit
Ilustrasi wayang kulit. Foto: Getty Images/iStockphoto/Kadek Bonit Permadi
Surabaya -

Wayang sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia telah mendapat pengakuan dunia. Salah satu daerah yang memiliki beberapa jenis wayang adalah Jawa Timur. Simak sejumlah jenis gaya wayang Jawa Timuran di bawah ini.

Pada 4 November 2008, wayang masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul "The Wayang Puppet Theater."

Wayang, yang berarti bayangan, merupakan seni tradisional legendaris Indonesia. Kesenian yang telah diakui sebagai warisan dunia UNESCO ini menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Hampir di seluruh wilayah Indonesia memiliki bentuk wayang sesuai budaya setempat. Di Pulau Jawa, terdapat beberapa gaya wayang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip laman resmi Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Jawa Timur, provinsi di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki ragam gaya pewayangan yang dikenal dengan sebutan Wayang Wetan atau Wayang Jawa Timuran.

Gaya pewayangan ini memiliki empat variasi utama, yaitu Gaya Trowulan, Gaya Ngawi-Nganjuk, Gaya Banyuwangi, dan Gaya Surabaya-Jombang-Mojokerto. Meskipun memiliki kesamaan, setiap gaya memiliki perbedaan dalam teknik dalang saat memainkan dan menyampaikan cerita.

ADVERTISEMENT

Wayang Jawa Timuran

Secara sekilas, tidak terlihat perbedaan signifikan antara Wayang Kulon dan Wayang Wetan. Namun, jika diperhatikan dengan lebih seksama, terdapat perbedaan dalam bentuk, teknik sabetan, dan karakter wayang yang dimainkan.

Perbedaan ini muncul karena latar budaya dalang dan wayang yang dimainkan. Wayang Kulon berakar pada budaya keraton, baik cerita maupun bahasa yang digunakan dalang. Sementara Wayang Wetan atau Wayang Jawa Timuran didasarkan pada budaya masyarakat, sehingga cerita, sabetan, bahasa lebih lugas dan kasar dibandingkan Wayang Kulon.

Sebagai contoh, dalam lakon Gatotkaca Lair, yang dapat dimainkan dalam berbagai gaya wayangan, pelafalan cerita dalang Wayang Wetan terdengar lebih kasar dibandingkan dalang Wayang Kulon. Warna tokoh Wayang Gatotkaca juga berbeda. Dalam Wayang Kulon, Gatotkaca berwarna hitam, sedangkan Wayang Wetan, Gatotkaca berwarna merah.

Wayang Wetan yang merupakan bagian dari Wayang Jawa Timuran sendiri memiliki empat gaya pewayangan, yaitu Gaya Trowulan, Gaya Ngawi-Nganjuk, Gaya Banyuwangi, dan Gaya Surabaya-Jombang-Mojokerto. Meskipun keempat gaya ini serupa, terdapat perbedaan kecil dalam cara dalang memainkan dan menyampaikan cerita.

1. Wayang Gaya atau Gagrak Trowulan

Dilansir dari jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan Budaya Daerah Universitas Negeri Yogyakarta, Cengkok Trowulan dalam seni wayang kulit Jawa Timuran dimulai oleh Ki Pit Asmoro, seorang dalang legendaris dari Trowulan. Ia dikenal sebagai pendiri gaya ndalang yang khas di wilayah tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Cengkok Trowulan.

Ki Pit Asmoro, bersama dua muridnya, Ki Sutomo dan Ki Sulaiman, mengembangkan seni pewayangan di berbagai wilayah. Ki Pit Asmoro berfokus di Trowulan, sementara Ki Sutomo dan Ki Sulaiman menyebarkan gaya mereka masing-masing di Surabaya dan Porong.

Salah satu murid Ki Pit Asmoro, Ki Pitoyo, menjadi dalang terkenal di Trowulan yang melanjutkan tradisi pewayangan. Meski tidak langsung berguru pada Ki Pit Asmoro, ia mempelajari seni ndalang secara otodidak dan mulai pentas pada usia 44 tahun.

Gaya pentasnya unik karena memadukan kesenian wayang dengan campursari untuk menarik minat masyarakat. Dalam pementasannya, ia menampilkan campursari sebelum dan di tengah pertunjukan wayang.

2. Wayang Gaya Ngawi-Nganjuk

Wayang Gaya Ngawi-Nganjuk adalah salah satu bentuk seni pertunjukan wayang yang berasal dari Ngawi dan Nganjuk, Jawa Timur. Gaya ini memiliki karakteristik dalam bentuk, teknik sabetan, dan cara penyampaian cerita.

Dalam wayang Ngawi-Nganjuk, dalang menggunakan bahasa yang lebih lugas dan ekspresif, mencerminkan budaya masyarakat setempat. Tokoh Gatotkaca dalam gaya ini biasanya digambarkan dengan wajah merah, berbeda dengan gaya lain yang mungkin menggunakan warna hitam.

3. Wayang Gaya Banyuwangi

Wayang Gaya Banyuwangi merupakan bagian dari tradisi Wayang Wetan dan memiliki karakteristik yang unik. Dalam gaya ini, dalang menggunakan teknik dan bahasa yang lebih langsung serta ekspresif, mencerminkan budaya Banyuwangi.

Tokoh Wayang dalam gaya Banyuwangi digambarkan dengan warna yang lebih cerah dan beragam. Pertunjukan ini sering diiringi musik gamelan khas dan melibatkan interaksi langsung antara dalang dan penonton.

4. Wayang Gaya Surabaya-Jombang-Mojokerto

Wayang Gaya Surabaya, Jombang, dan Mojokerto mencerminkan budaya lokal yang kuat. Gaya ini memiliki karakteristik berbeda, baik dari segi bahasa, teknik pementasan, maupun ukuran boneka.

Dalang Wayang Gaya Surabaya dikenal dengan penggunaan bahasa yang lebih ekspresif, sementara Wayang Gaya Jombang sering menampilkan elemen humor melalui tokoh Punakawan, seperti Semar dan Gareng. Wayang Gaya Mojokerto menonjolkan tata hiasan dan ukuran boneka yang lebih besar.

Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads