Candi Penataran Blitar, Destinasi Wisata Sejarah yang Wajib Dikunjungi

Candi Penataran Blitar, Destinasi Wisata Sejarah yang Wajib Dikunjungi

Sri Rahayu - detikJatim
Jumat, 27 Sep 2024 16:49 WIB
Candi Penataran Blitar
Candi Penataran Blitar. Foto: Erliana Riady
Blitar -

Candi Penataran, terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, adalah salah satu candi terluas dan termegah di Jawa Timur. Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad 12-15 Masehi, dan menjadi saksi bisu kejayaan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Penataran seringkali dianggap sebagai pusat keagamaan dan budaya, di mana banyak upacara ritual dan pemujaan terhadap dewa-dewa Hindu.

Candi Penataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar 1200 Masehi, dan digunakan berlanjut pada masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar 1415 yang tersimpan pada prasasti di bagian candi.

Sejarah Candi Penataran

Candi Penataran pertama kali ditemukan para arkeolog pada abad ke-19, dan sejak saat itu menjadi fokus penelitian sejarah dan arkeologi. Dilansir dari jurnal berjudul Menyelami Budaya Membaca Sejarah yang ditulis Muhammad Risalul Amin dan Hendra Afiyanto, kompleks Candi Penataran dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, dimulai pada pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Jayanagara, pembangunan dilanjutkan Ratu Tribhuwanotunggadewī (1328-1350), dan pada masa kejayaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk (1350-1389), pembangunan kompleks masih berlangsung. Kompleks ini akhirnya selesai dibangun pada masa Ratu Suhita (1400-1477). Beberapa artefak seperti Dwarapala dan Candi Angka menunjukkan angka tahun, yang berkaitan dengan masa pemerintahan tersebut, seperti Dwarapala berangka tahun 1242 Śaka (1320 M) dan Candi Angka tahun 1291 Śaka (1369 M).

Pembangunan kompleks Candi Penataran terhubung dengan empat masa pemerintahan, Raja Jayanagara, Ratu TribhuwanotunggadewΔ«, Raja Hayam Wuruk, dan Ratu Suhita. Namun, tidak ditemukan angka tahun yang mencatat pembangunan pada masa Raja Wikramawarddhana (1389-1400). Hal ini disebabkan krisis internal dan eksternal yang melanda Majapahit, termasuk perang saudara antara Wikramawarddhana dan Wirabhumi dari Blambangan.

ADVERTISEMENT

Kemenangan Wikramawarddhana dalam perang saudara tersebut tidak mengembalikan kejayaan Majapahit. Intrik dalam keluarga kerajaan terus berlanjut, yang menghambat konsentrasi pada bidang seni dan pembangunan. Selain itu, wabah kelaparan juga melanda Majapahit pada masa itu, menambah kesulitan yang dihadapi kerajaan.

Fungsi Candi Penataran

Menurut naskah Bhujangga Manik, Rabut Palah atau kompleks Panataran adalah tempat yang ramai dikunjungi setiap hari untuk melakukan puja dan belajar agama. Bhujanga Manik, seorang bangsawan Sunda, bahkan menetap di sana untuk mempelajari kitab-kitab agama dan hukum.

Sumber lain, Kakawin Parthayajna, menggambarkan tempat suci mirip Candi Penataran sebagai pertapaan berbentuk Meru. Kedua sumber tersebut menunjukkan bahwa Rabut Palah bukan hanya tempat suci, tetapi juga pusat pendidikan agama (mandala) yang dipimpin Siddharsi atau Dewaguru, yang berkembang di Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Fungsi Candi Penataran tak hanya sebagai puja dan belajar keagamaan, namun juga memiliki fungsi sebagai candi kerajaan untuk menghias kaki candi induk Penataran.

Dilansir dari jurnal berjudul Candi Penataran: Candi Kerajaan Masa Majapahit yang ditulis Hariani Santiko, Penataran tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa Siwa dan pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai candi kerajaan (state temple) Majapahit. Pembangunannya dilakukan secara bertahap mulai dari masa Raja Jayanagara hingga Ratu Suhita.

Salah satu bukti Candi Penataran berfungsi sebagai candi kerajaan adalah pemilihan dua relief tentang Wisnu, yaitu dari Kakawin Ramayana dan Kresnayana, yang menghiasi kaki candi induk Penataran. Meskipun Waisnawa bukan agama yang dominan di Jawa, banyak raja, sejak era Mataram Hindu di Jawa Tengah, yang memilih Wisnu sebagai Istadewata atau dewa pelindung mereka.

Warisan Budaya

Candi Penataran yang dulunya disebut dengan Rabut Palah, adalah peninggalan Majapahit yang sangat unik dan istimewa. Tidak hanya itu, candinya masih terlihat indah dan candi ini memiliki fungsi candi, seperti candi kerajaan yang dikunjungi banyak orang untuk memuja Paramasiwa.

Candi Penataran merupakan contoh nyata dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan berbagai cerita dari kitab suci Hindu, seperti Ramayana dan Krenayana. Detail-detail artistik ini tidak hanya menunjukkan keterampilan tinggi para seniman pada masa itu, tetapi juga memberikan wawasan tentang kepercayaan dan praktik budaya masyarakat.

Sebagai salah satu situs warisan dunia, Candi Penataran diakui UNESCO sebagai bagian dari sejarah peradaban Asia Tenggara. Hal ini menegaskan pentingnya pelestarian situs ini, baik sebagai sumber pengetahuan sejarah maupun sebagai objek wisata budaya. Upaya perlindungan dan pemeliharaan terus dilakukan pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan keindahan dan keaslian candi tetap terjaga.

Daya Tarik Wisata

Candi Penataran menjadi salah satu destinasi wisata utama di Blitar. Dengan arsitektur yang megah dan suasana yang tenang, tempat ini menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang indah di sekitar candi, serta mempelajari lebih lanjut tentang sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya.

Berbagai kegiatan edukasi dan festival budaya juga sering diselenggarakan untuk memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Candi Penataran bukan hanya sekadar bangunan bersejarah, ia adalah simbol kekuatan dan kejayaan masa lalu yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan segala nilai sejarah, budaya, dan estetika yang dimilikinya, Candi Penataran merupakan salah satu harta karun Indonesia yang patut dibanggakan dan dikenalkan kepada dunia.

Artikel ini ditulis oleh Sri Rahayu, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads