Apa Itu Ritual Jamasan Pusaka? Ini Prosesinya

Apa Itu Ritual Jamasan Pusaka? Ini Prosesinya

Irma Budiarti - detikJatim
Jumat, 05 Jul 2024 17:41 WIB
Proses jamasan Pusaka Tombak Kiai Upas di Tulungagung
Jamasan pusaka tombak Kiai Upas di Tulungagung. Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim
Surabaya -

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro merupakan waktu yang sakral. Berbagai tradisi digelar pada bulan pertama dalam penanggalan Jawa ini. Salah satunya ritual jamasan pusaka, apa itu?

Masyarakat Jawa pasti sudah tidak asing dengan ritual ini. Ritual sakral ini digelar pada 1 Suro setiap tahunnya. Banyak daerah di Jawa Timur menggelar ritual jamasan pusaka. Yuk, mengenal singkat apa itu ritual jamasan pusaka.

Apa Itu Jamasan Pusaka?

Dilansir dari situs resmi Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, ritual jamasan pusaka adalah mencuci benda pusaka berupa keris atau senjata dan peninggalan nenek moyang. Jamasan pusaka merupakan warisan budaya yang menjadi kebanggaan dan identitas daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kata "jamasan" berasal dari bahasa Jawa Kromo Inggil yang memiliki arti cuci, membersihkan, atau mandi. Sedangkan "pusaka" adalah sebutan bagi benda-benda yang dianggap keramat atau memiliki kekuatan tersendiri, seperti dikutip dari laman Pemkot Surakarta.

Perawatan keris sebagai salah satu pusaka tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dalam ritual jamasan pusaka, sebilah keris harus disucikan dalam prosesi sakral yang dilaksanakan setiap 1 Suro sebagai bentuk penghormatan.

ADVERTISEMENT

Ubo rampe menjadi salah satu rangkaian ritual jamasan pusaka yang tidak boleh dilewatkan. Ubo rampe yang dimaksud adalah memberikan jajan pasar, wewangina seperti dupa dan minyak, air kelapa, serta berbagai bunga-bungaan seperti kantil, mawar, dan melati.

Masyarakat Jawa juga melaksanakan tumpengan atau doa bersama sebagai wujud syukur dan menyucikan diri dalam ritual jamasan pusaka. Tumpengan menjadi pengingat untuk selalu berbuat baik dan bijaksana.

Pasalnya, membersihkan keris diibaratkan sebagai membersihkan diri sendiri. Bahkan, proses pembuatan keris pun mengajarkan nilai-nilai doa dan semangat kuat, kesabaran, ketelitian, serta ketekunan.

Keris juga memiliki banyak nilai filosofi kehidupan. Setiap komponen keris, mulai dari pesi (pegangan keris), gonjo, tikel alis, pijetan, hingga greneng mengandung kisah yang menceritakan perjalanan mendalam kehidupan manusia. Tak heran, jamasan pusaka menjadi ritual budaya yang sangat dihormati dan dianggap sakral.

Tahapan Penting Prosesi Jamasan Pusaka

Prosesi jamasan pusaka memiliki beberapa tahapan penting. Berikut tahapan penting prosesi jamasan pusaka yang dilakukan setiap 1 Suro.

1. Susilaning Nglolos Dhuwung

Pertama-tama, penjamas atau perawat benda pusaka akan melakukan tahapan ini. Di mana, penjamas akan memberikan penghormatan kepada pembuat dan pemilik pusaka.

2. Mutih

Kemudian dilakukan mutih, yaitu pusaka dibersihkan dari kotoran dan karat. Pembersihan pusaka menggunakan campuran abu dari arang kayu jati, jeruk nipis, dan deterjen.

3. Warangan

Dalam proses ini, pusaka akan direndam. Perendaman pusaka dilakukan di dalam air campuran khusus batu warangan dengan air perasan jeruk nipis.

Akun YouTube Museum Senobudoyo menjelaskan, batu warangan merupakan batu dengan campuran kandungan arsen, kapur, dan belerang. Namun, kini diganti dengan arsen.

Tujuan awal warangan untuk menampilkan pamor pada koleksi keris. Caranya, air perasan jeruk nipis dan arsen digosokkan pada koleksi keris secara searah menggunakan kuas.

4. Keprok

Keris kemudian dicuci menggunakan sabun dan air mengalir untuk menghilangkan sisa cairan yang mengandung asam. Setelah bersih, pusaka dikeringkan dengan kain.

Lalu melalui proses keprok dan dijemur di bawah sinar matahari beberapa waktu. Setelah kering, permukaan pusaka kembali diberi warangan dengan cara dioleskan berkali-kali.

Warangan yang terbuat dari arsenik bertujuan melindungi pusaka dari karat. Sebagai sentuhan terakhir, pusaka diberi minyak dan wewangian dari sari mawar, melati, atau cendana.

Jamasan Pusaka di Jatim

Beberapa wilayah di Jawa Timur menggelar ritual jamasan pusaka setiap bulan Suro. Berikut sejumlah daerah di Jatim yang masih melestarikan budaya jamasan pusaka pada 1 Suro.

1. Desa Aeng Tongtong dan Keraton Sumenep

Ritual jamasan pusaka di Desa Aeng Tongtong dan Keraton Sumenep telah berlangsung sejak tahun 1800an, tepatnya sejak masa Keraton Sumenep. Pelaksanaannya yang tanpa jeda selain sebagai upaya menyucikan kembali pusaka-pusaka, juga sebagai penghormatan warga Desa Aeng Tongtong kepada leluhurnya dengan cara merawat tinggalannya.

Tinggalan tersebut berupa pusaka sebagai peninggalan bendawi dan tata cara membuat keris sebagai peninggalan pengetahuan. Jangan heran jika di desa ini banyak warganya yang menjadi empu keris.

Pemerintah berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan budaya di Kabupaten Sumenep dengan elakukan penyebarluasan melalui muatan lokal di sekolah, literasi tentang keris, revitalisasi, peningkatan ekonomi melalui pembuatan keris. Termasuk kehadiran wisata Kirab Budaya Pusaka Keraton.

2. Desa Ngliman Nganjuk

Dilansir dari jurnal Universitas Sayyid Ali Rahmatullah berjudul Tradisi Jamasan Pusaka di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk yang ditulis Anida Hasniah Habieb dan Dita Hendriani, masyarakat Desa Ngliman sangat mempercayai tradisi jamasan pusaka sebagai pedoman hidup dan bagian dari kehidupan.

Tradisi jamasan pusaka di Desa Ngliman sudah diwariskan nenek moyang zaman dahulu dan dilaksanakan turun temurun hingga saat ini. Pelaksanaan tradisi jamasan pusaka di sini dilaksanakan pada bulan Suro.

Tepatnya pada Jumat Wage, jika tidak ada Jumat Wage maka Senin Wage, baik pada tanggal awal maupun tanggal akhir. Dalam tradisi jamasan pusaka, terdapat enam pusaka berbentuk keris dan pewayangan, yaitu Nyai Kembar, Ki Bethik, Ki Bondan, Mbah Dukun, Ki Joko Truno, dan Raden Panji.

Masyarakat Desa Ngliman percaya tradisi jamasan pusaka ini memberikan manfaat, dan memberikan balak ataupun bencana jika tidak melaksanakan. Masyarakat juga mempercayai bahwa air bekas jamasan pusaka dapat dijadikan sebagai obat untuk menghilangkan hama tanaman dan sebagai tolak balak.

3. Kiai Upas Tulungagung

Pemkab Tulungagung biasanya menggelar upacara adat jamasan atau pencucian pusaka Kanjeng Kiai Upas di Pendopo Kanjengan Kepatihan. Pusaka ini merupakan peninggalan dari bupati terdahulu.

Jamasan pusaka rutin digelar setahun sekali pada bulan Sura dalam penanggalan Jawa. Hari pelaksanaan jamasan diambil pada pasaran Kliwon dan bertepatan hari Jumat. Upacara diawali kirab air suci yang diambil dari sejumlah mata air di Tulungagung.

Dalam tradisi ini, pusaka yang sebelumnya disimpan di dalam kanjengan, dibawa keluar untuk dibawa ke tempat jamasan. Pencucian pusaka dipimpin tokoh adat setempat. Tombak dibuka dan dilakukan prosesi jamasan.

Pada tahap ini mata tombak dibersihkan dengan sikat hingga jeruk nipis. Pembersihan dilakukan agar pusaka tersebut tetap terjaga dan tidak berkarat. Usai dibersihkan, piandel Kabupaten Tulungagung itu disimpan kembali di dalam Pendopo Kanjengan Kepatihan. Lalu dilanjutkan dengan selamatan atau kenduri bersama.




(irb/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads