Terletak di Pegirian, Kecamatan Semampir, Surabaya Utara, Kampung Karang Tembok memiliki kisah menarik tentang sejarah penamaannya. Dulunya kampung ini tergabung dengan Endrosono dan Kedondong dengan nama Sidabranti.
Pemerhati Sejarah dari Surabaya Historical Community Nur Setiawan mengatakan nama Karang Tembok muncul karena adanya rumah sakit jiwa (RSJ) di daerah tersebut. RSJ ini telah ada usai Indonesia lepas dari penjajahan.
"Dalam catatan Oud Soerabaia yang disusun Von Faber, Sebelum jadi RSJ, bangunan itu merupakan klinik yang sudah ada sejak zaman Gubernur Hindia Belanda wilayah Timur Jawa bernama Fredrik Jacob Rohtenbuhler. Termasuk di dalam Peta Lama Surabaya tahun 1926 di kawasan tersebut terdapat tanda sebuah klinik atau rumah sakit," ujar Setiawan kepada detikJatim, Kamis (6/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai Indonesia merdeka, klinik tersebut menjadi RSJ. Dinding yang menjulang setinggi 4-5 meter dibangun mengelilingi RSJ untuk mencegah para pasien kabur. Jika melarikan diri, mereka dikhawatirkan akan mengganggu warga sekitar.
"Karena menjadi tempat penampungan orang-orang yang dianggap mengalami gangguan sosial, kejiwaan, hingga penyakit menular, maka tempat itu harus dibangun tembok yang tingginya melebihi tubuh manusia pada umumnya," jelas Setiawan.
"Tujuannya supaya mereka yang dikarantina tidak kabur dan mengganggu pemukiman di sekitarnya. Namun bagi mereka yang mengalami kesembuhan akan dikembalikan lagi di tengah-tengah masyarakat," sambungnya.
Tembok yang sangat tinggi mengelilingi RSJ itu terpatri dalam ingatan warga setempat. Sehingga masyarakat menjadikannya sebagai tetenger atau penanda untuk wilayah tersebut.
"Keberadaan tembok besar pembatas itu lalu kemudian menjadi kelahiran nama baru Kampung Karang Tembok yg sebelumnya bernama Sidabranti," ujar Setiawan.
Menurut Setiawan, Karang Tembok memiliki makna batu karang yang terdapat tembok besar. Namun ada juga yang mengartikannya sebagai pekarangan atau halaman yang dikelilingi tembok.
"Kalau versi warga, karang adalah pekarangan atau halaman. Tapi bisa juga batu karang, karena tempat itu dulu kawasan yg dekat pesisir. Sedangkan kata tembok muncul karena dinding tinggi yang dibangun mengelilingi tempat penampungan," ungkap Setiawan.
Usai RSJ, rumah sakit ini menjadi klinik kesehatan era kolonial. Pasca kemerdekaan, rumah sakit ini kemudian beralih fungsi jadi RSJ pertama di Kota Pahlawan dan sekarang menjadi Rumah Sakit Husada Prima Surabaya.
"Awalnya sebagai klinik kesehatan. Lalu jadi RSJ tempat penampungan ODGJ, pengemis dan gelandangan, termasuk sebagai tempat karantina penyandang penyakit semacam kusta," kata Setiawan.
"Pascaorang-orang Belanda hengkang dari Indonesia tempat tersebut alih fungsi menjadi RSJ hingga era 70-an, lalu berganti menjadi RS Paru, dan yg terakhir menjadi RSUD Husada Prima milik Pemprov Jatim," imbuhnya.
Sementara terkait kisah Mbah Sholeh yang disebut sebagai pembabat alas karang tembok, Setiawan berpendapat hal itu adalah cerita tutur yang diwariskan warga setempat.
"Tak ada catatan tertulis kapan masa hidup dan wafat Mbah Sholeh di Kampung Karang Tembok, namun kisah dan riwayat beliau hanya tersimpan secara tutur yang diwariskan turun temurun oleh warga, mungkin sejak kakek buyut mereka," kata Setiawan.
Setiawan meyakini setiap kampung di Surabaya memiliki cerita tersendiri tentang asal usul maupun tokoh yang ada di dalamnya. Ia menduga Mbah Sholeh dulunya merupakan tokoh berpengaruh di Karang Tembok.
"Saya beranggapan bisa jadi dahulu ia (Mbah Sholeh) adalah orang yang berpengaruh di masanya yang membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar," pungkasnya.
(abq/iwd)