Kisah Mbah Sholeh Pembabat Alas Kampung Karang Tembok Surabaya

Urban Legend

Kisah Mbah Sholeh Pembabat Alas Kampung Karang Tembok Surabaya

Ardian Dwi Kurnia - detikJatim
Kamis, 06 Jun 2024 14:34 WIB
Kampung Karang Tembok
Pesarean Mbah Sholeh di Kampung Karang Tembok (Foto: Ardian Dwi Kurnia)
Surabaya -

Menjelajah gang selebar 2 meter di bantaran sungai belakang Rumah Sakit Husada Prima Surabaya, terdapat perkampungan kecil yang padat penduduk. Kampung ini bernama Karang Tembok, tempat yang menyimpan sekeping sisik melik atau petunjuk mengenai Kota Pahlawan tempo dulu.

Kampung Karang Tembok yang terletak di Pegirian, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya ini sebelumnya bernama Sidabranti. Tergabung dengan Endrosono di Wonokusumo, Kecamatan Semampir. Sidabranti kala itu punya wilayah yang cukup luas.

"Sidabranti tercatat di peta Surabaya pada tahun 1825. Sampai saat ini arti dari Sidabranti masih belum diketahui," ujar Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Karang Taruna Kecamatan Semampir, Gatra Nugraha kepada detikJatim, Kamis (6/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keberadaan kampung ini tak lepas dari seorang tokoh yang disakralkan oleh masyarakat sekitar. Sosok legenda tersebut bernama Mbah Sholeh atau Mbah Sahri yang diyakini hidup di era Mataraman.

Kampung Karang TembokMakam Mbah Sholeh di Kampung Karang Tembok (Foto: Ardian Dwi Kurnia)

"Mbah Sholeh sangat dikenal oleh warga di Karang Tembok RW 4, Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir dan sekitarnya. " jelas pria yang merupakan warga asli Karang Tembok tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kalau saya dengar pituturnya, (Mbah Sholeh hidup) sekitar era Mataraman," tambah Gatra.

Menurut sesepuh di Kampung Karang Tembok, Mbah Sholeh semasa hidupnya memiliki perkataan yang sakti. Sebab apapun yang ia sampaikan pasti akan terjadi.

"Semasa hidupnya, Mbah Sholeh dikenal karena perkataan atau ucapannya yang disampaikannya selalu menjadi kenyataan," tutur Gatra.

Masyarakat setempat meyakini Mbah Sholeh merupakan seorang pendatang yang melakukan babat alas atau membuka wilayah tersebut. Ia kemudian menetap di daerah Karang Tembok hingga meninggal dunia dan dikebumikan di sana.

"Mbah Soleh sendiri adalah seorang lelono atau pengembara yang tak tahu dari mana asalnya. Pengembaraannya kemudian menuntunnya sampai ke Karang Tembok yang dulu lebih dikenal dengan nama Sidabranti," terang Gatra.

"Dia (Mbah Sholeh) lantas menetap di Karang Tembok hingga akhir hayatnya. Bahkan, makam sebagai manifestasi keberadaannya juga terawat dengan baik," sambungnya.

Pesarean Mbah Sholeh hingga saat ini masih bisa didatangi. Terletak di gang kecil Jalan Karang Tembok V-B, RT 11 RW 4, Pegirian, Kecamatan Semampir, Surabaya. Tempat ini dinamakan pesarean atau area pemakaman sebab ada cerita lain di baliknya.

"Kenapa disebut pesarean Mbah Sholeh? biasanya kan yang disebut pesarean itu makam lebih satu tapi ini kok hanya satu? (Rupanya) selain makam Mbah Sholeh, orang dulu kalau menemukan mayat bayi di bantaran anak sungai Pegirian (juga) menguburnya di area (Makam) Mbah Sholeh," ujar Gatra.

Sebagai bentuk penghormatan masyarakat setempat terhadap sosok Mbah Sholeh dan bentuk pelestarian budaya, mereka masih sering melakukan berbagai aktivitas di sana. Antara lain syukuran dan haul.

"Setiap masyarakat yang mempunyai acara-acara yang berhubungan dengan rasa syukur biasanya melakukan banca'an (syukuran) di Makam Mbah Sholeh. Makam Mbah Soleh setiap tahun sekali juga diadakan haul," ungkap Gatra.

"Selain ada haul dari dulu, pemuda sekitar juga menggagas kirab budaya," pungkas Gatra.




(irb/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads