Warga Surabaya akan memperingati Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731 pada 31 Mei 2024. Konon, Kota Surabaya telah berdiri sejak zaman Kerajaan Majapahit. Yuk, menilik kembali sejarah berdirinya kota ini.
Sejak awal berdiri, Kota Surabaya erat kaitannya dengan segudang peristiwa heroik yang terjadi di wilayah ini. Wajar apabila sebutan Kota Pahlawan lekat dengan eksistensi Surabaya.
Bahkan, nama Surabaya rupanya berasal dari dua kata berbeda. Kata sura berarti berani dan baya artinya bahaya. Sehingga secara harfiah, Surabaya diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Surabaya pada Zaman Majapahit
Beberapa sumber menyebutkan kota ini telah terbentuk sejak zaman Majapahit. Berdirinya Surabaya ditandai dengan kemenangan Raden Wijaya sebagai raja pertama Majapahit dalam melawan pasukan Mongol. Peristiwa itu tepatnya terjadi pada 1293.
Kala itu, pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan berlabuh di pesisir utara Jawa, Tuban yang kemudian bergerak ke arah timur hingga pesisir yang kini disebut Tanjung Perak pada 1289. Kedatangan tersebut bertujuan menyerang Raja Kertanegara dari Singasari yang telah menyiksa utusan Kubilai Khan.
Namun, Kubilai Khan tidak mengetahui kondisi politik dari Raja Singasari. Mereka mengira Kertanegara masih memerintah Singasari. Padahal, dirinya telah terbunuh di tangan Jayakatwang, bahkan sebelum pasukan Mongol tiba di Jawa.
Raden Wijaya sebagai menantu dari Kertanegara memanfaatkan situasi ini dengan membujuk tentara Mongol agar menyerang Jayakatwang. Setelah berhasil memenangkannya, kubu Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol dan mengusirnya dari Jawa.
Bentrok antara pasukan Raden Wijaya dan Mongol terjadi di Jawa atau tepatnya di wilayah Surabaya pada 31 Mei 1293. Peristiwa tersebut pun menjadikan Raden Wijaya sebagai raja pertama Majapahit.
Meski begitu, nama Surabaya belum secara resmi dikenal saat masa itu. Nama Surabaya atau tertulis sebagai Surabhaya baru ditemukan dalam Prasasti Trowulan I atau Prasasti Canggu. Ini ditulis pada 1358 atau semasa takhta Hayam Wuruk di Majapahit.
Surabhaya diambil dari salah satu wilayah labuhan dagang era Majapahit. Selain itu, kata tersebut juga digunakan untuk merujuk naditira pradeca sthaning anambangi atau desa di pinggir sungai tempat penyeberangan.
Seiring berjalannya waktu, wilayah Surabhaya berkembang menjadi salah satu kota pelabuhan tersibuk di pesisir utara Jawa. Area ini berkontribusi besar terhadap perekonomian Majapahit dengan adanya hilir mudik kapal yang melewati Kali Brantas dan Kali Mas.
Perkembangan Surabaya semakin melejit, bahkan pascaruntuhnya Majapahit. Kemudian, Surabaya sempat berada di bawah kendali dua kerajaan, yaitu Kerajaan Demak dan Kerajaan Mataram Islam.
Kejayaan Surabaya di bawah Kerajaan Mataram Islam memudar kala pasukan Sultan Agung sebagai raja ketiga dinasti Mataram Islam menyerbu wilayah ini. Apalagi, Raja Kasunanan Surakarta, penerus Mataram Islam menghibahkan wilayah Surabaya kepada Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1743 sebagai bentuk kerja sama.
Sejarah Surabaya pada Masa Hindia Belanda
Pengaruh VOC semakin melemahkan posisi Mataram Islam. Terlebih, Gubernur Jenderal VOC Baron van Imhoff memiliki hak penuh atas wilayah pantai utara Jawa dan Madura.
Namun, esksitensi Surabaya sebagai kota dagang semakin berkibar di bawah kuasa VOC. VOC kemudian menjadikan Surabaya sebagai pusat kuasa pemerintahan di Jawa bagian timur.
Selanjutnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan VOC di Surabaya ketika perusahaan dagang itu bangkrut pada 1799. Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, berbagai megaproyek dibangun untuk mendukung kepentingan Hindia Belanda.
Ia lantas membangun benteng Prins Hendrik di muara Kalimas sebagai pusat kota pada kisaran tahun 1830. Juga dibangun deretan perkantoran dan fasilitas publik, antara lain kantor residen, kantor pos, ruko, barak, bengkel, hingga gereja bergaya arsitektur khas Eropa.
Ini membuat Surabaya yang semula hanyalah kota dagang bertransformasi menjadi kota metropolitan. Tahun 1906, Surabaya diputuskan menjadi pusat keresidenan di Jawa Timur dengan membawahi enam kabupaten, termasuk Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, dan Lamongan.
Sejarah Surabaya pada Masa Kemerdekaan
Kondisi gemilang dari Surabaya harus berubah ketika pemerintah Hindia Belanda menemui keruntuhannya. Situasi Surabaya mendadak kacau diakibatkan Perang Pasifik kala Jepang menyerbu kekuasaan Eropa di wilayah Asia, termasuk Indonesia.
Pada 1942, Jepang berhasil memenangkan Perang Pasifik. Sejak saat itu, kekuasaan Hindia Belanda diambil alih Jepang. Negara itu lantas melancarkan propaganda anti-Barat guna mendukung Jepang memenangkan Perang Dunia II.
Pihak Jepang pun segera menghanguskan segala jejak pemerintahan Belanda dan Eropa. Akan tetapi, keadaan itu tak berlangsung lama ketika Jepang kalah melawan sekutu di Perang Dunia II.
Indonesia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menggaungkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Momen penting itu dibacakan Soekarno dan Hatta.
Berita proklamasi dengan cepat beredar luas. Warga Surabaya turut menyambut baik kabar itu. Semangat semakin membara tatkala arek-arek Suroboyo berhasil memenangkan pertempuran ikonik 10 November 1945 dan mengusir tentara Jepang.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)