Lebaran ketupat biasanya dirayakan masyarakat muslim di Jawa seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Lebaran ketupat ini merupakan tradisi unik yang mengandung banyak makna.
Pada tahun ini, Lebaran ketupat jatuh pada Rabu, (17/4/2024). Lalu, bagaimana filosofi dan hukum merayakan Lebaran ketupat?
Simak filosofi Lebaran ketupat dan hukumnya dalam Islam:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Filosofi Lebaran Ketupat
Ternyata, ketupat mempunyai filosofi khusus. Melansir dari website Nahdlatul Ulama (NU), Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren Subchi A Fikri menjelaskan makna khusus ketupat.
Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa adalah kependekan dari Ngaku Lepat dan Ngaku Papat. Arti dari ngaku lepat adalah mengakui kesalahan, sedangkan ngaku papat berarti empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Pertama, Lebaran yang bermakna usai, sebagai tanda berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang berarti pintu ampunan terbuka lebar.
Kedua, luberan yang berarti meluber atau melimpah sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Seperti memberikan zakat sebagai wujud kepedulian sesama manusia.
Selain itu, ada beberapa makna filosofis dari ketupat. Subchi menyebutkan ketupat merefleksikan kesalahan-kesalahan manusia. Hal ini dilihat dari rumitnya membuat bungkusan ketupat.
Ketupat juga bisa dimaknai sebagai kesucian hati. Ketika ketupat dibuka, maka terlihat nasi putih yang menggambarkan kebersihan dan kesucian hari setelah meminta ampunan atas kesalahan.
Subchi menambahkan, ketupat merefleksikan kesempurnaan. Bentuk ketupat yang sempurna dianalogikan kemenangan kaum Muslim usai sebulan berpuasa lalu merayakan lebaran.
Hukum Merayakan Lebaran Ketupat
Hukum perayaan lebaran ketupat dalam Islam diperbolehkan. Menurut KH Ma'ruf Khozin perayaan ketupat bukan tambahan ibadah hanya bentuk mengantar sedekah makanan berupa ketupat.
Menurut Syekh Athiyyah, mufti Mesir menjelaskan:
ﻭﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺩﻳﻨﻰ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ اﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻌﻴﺪﻯ اﻟﻔﻄﺮ ﻭاﻷﺿﺤﻰ، ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻏﻴﺮ ﻣﻨﺼﻮﺹ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﻬﺠﺮﺓ ﻭاﻹﺳﺮاء ﻭاﻟﻤﻌﺮاﺝ ﻭاﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﻨﺒﻮﻯ
Artinya: (Hukum memperingati hari besar) kaitannya dengan agama ada dua. Pertama, adalah dijelaskan dalam agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra' dan Mi'raj, serta Maulid Nabi.
ﻓﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻳﺆﺩﻯ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺬﻯ ﺷﺮﻉ، ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻠﻠﻨﺎﺱ ﻓﻴﻪ ﻣﻮﻗﻔﺎﻥ، ﻣﻮﻗﻒ اﻟﻤﻨﻊ ﻷﻧﻪ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﻣﻮﻗﻒ اﻟﺠﻮاﺯ ﻟﻌﺪﻡ اﻟﻨﺺ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻪ
Artinya: Perayaan yang dijelaskan dalam Islam hukumnya disyariatkan dengan syarat dilakukan sesuai perintahnya. Dan perayaan yang tidak dijelaskan dalam Islam maka bagi umat Islam ada 2 pendapat. Ada yang melarang karena dianggap bid'ah. Ada juga yang membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.
Selain itu, dalam Fatwa Al-Azhar, Juz 10, halaman 160 menjelaskan bahwa apapun bentuk perayaan yang baik adalah tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai dengan syariat dan rangkaian acaranya masih dalam koridor dalam Islam. Boleh saja peringatan itu disebut perayaan. Sebab yang dinilai adalah substansinya, bukan namanya.
(hil/dte)