Aduan sapi di Bondowoso sempat menjadi budaya yang berlangsung turun-temurun. Namun saat ini, budaya tersebut telah tiada. Karena pemerintah setempat melarangnya.
Larangan tentang aduan sapi tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No 19 Tahun 2002. Kala itu bupati Bondowoso dijabat Mashoed.
Perda tentang aduan sapi tersebut ditanggapi positif segenap unsur. Di antaranya DPRD, MUI, serta sejumlah tokoh masyarakat di Bondowoso. Mereka kompak mendukung Perda pelarangan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterangan dihimpun dari sejumlah literatur dan sumber, alasan pelarangan itu didasari bahwa aduan sapi kerap dijadikan ajang perjudian, serta beberapa aspek lainnya. Sehingga dinilai berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat.
![]() |
Terlepas dari semua itu. Aduan sapi sempat menjadi ikon Bondowoso sejak lama. Hal itu dapat dilihat dari logo Kabupaten Bondowoso, dimana simbol kepala sapi berwarna putih tertera dalam logo.
Tak hanya itu. Budaya aduan sapi juga sempat menjadi ikon Bondowoso yang sudah termasyhur di kalangan wisatawan di Jawa Timur, Indonesia, hingga mancanegara.
Pemerintah setempat, pada era bupati Agus Sarosa, bahkan srmpat membuat tempat khusus untuk menggelar budaya aduan sapi tersebut. Yakni di Desa/Kecamatan Tapen.
Tempat mirip stadion yang dihiasi patung sapi tersebut disediakan khusus untuk menggelar aduan sapi. Gelaran itu pun sempat menjadi agenda tahunan yang mampu menyerap kedatangan turis nusantara dan mancanegara.
Kedatangan para wisatawan ke Bondowoso bukan semata ingin menyaksikan aduan sapinya, tapi seni dan budaya menyertai atraksi tersebut.
Karena dalam atraksi itu, sebelum diadu sapi dihias lantas diarak dengan hiasan warna-wani serta diiringi gamelan. Pun disertai para penari berpakaian adat Madura sebagai pendukung sapi jagoannya.
Hanya saja, seiring perkembangannya pemerintah daerah setempat didukung DPRD, MUI setempat maupun beberapa unsur tokoh masyarakat melihat aduan sapi mengandung unsur judi dan hal negatif.
Melalui Perda yang dikeluarkan tahun 2002, aduan sapi secara resmi dilarang. Bahkan, arena beserta pernak-perniknya berbau aduan sapi pun kini telah diratakan dengan tanah.
"Ya mau bagaimana lagi kalau keputusan pemerintah daerah seperti itu," cetus salah satu trah ke-6 Raden Bagus Asra, Kiki Dermawan, kepada detikJatim, Kamis (27/3/2024).
Namun begitu, ia mengaku bahwa aduan sapi sebagai budaya tetap perlu dilestarikan keberadaannya. Pun dari sisi pariwasata budaya, dapat menyedot minat wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Kalau memang sudah punya niat judi, mau pakai sarana apa dan di mana saja kan tetap bisa berjudi," tandasnya.
(abq/iwd)