Tunjungan merupakan salah satu kawasan ikonik di Kota Surabaya yang banyak menyimpan sejarah mulai dari berbagai bangunan dan ceritanya. Lantaran hal ini, komunitas sejarah di Kota Pahlawan menjadikan objek wisata bertema urban track.
Untuk memahami terkait sejarah Jalan Tunjungan ini, detikJatim berkesempatan untuk mengikuti agenda Surabaya Urban Track. Kegiatan ini diadakan oleh Komunitas sejarah Begandring Soerabaia.
Dalam agenda Subtrack kali ini, Komunitas Begandring Soerabaia mengajak kurang lebih 30 peserta. Mereka diajak menyelami lebih dalam tentang kawasan Tunjungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kawasan Tunjungan ini sudah sejak lama dijadikan kawasan bisnis, hingga saat ini masih banyak peninggalan bangunan zaman dahulu yang ikonik dan masih bisa dinikmati. Sejak jadi kawasan bisnis inilah, Tunjugan juga diabadikan dalam lagu 'Mlaku-mlaku nang Tunjungan' yang populer di masyarakat.
"Di Jalan Tunjungan kan masih banyak bangunan kolonial apalagi mulai 1930-an itu perkembangan kota, Tunjungan ini dijadikan pusat bisnis. Sehingga banyak toko-toko yang masih menyisakan fasad bangunan yang masih bisa kita nikmati. Tahun segitu toko-toko kan jarang, jadi sesuatu yang bagi masyarakat pribumi itu seperti sebuah pertunjukan. Artinya kita kenal kan mlaku-mlaku nang Tunjungan," ujar Toufan Hidayat koordinator Subtrack kepada detikJatim, Minggu (3/3/2024).
Selain itu di Tunjungan juga terdapat 2 kampung yang terletak di tengah kota, yaitu Kampung Ketandan dan Kebangsren yang masih dihuni oleh masyarakat hingga saat ini. Bukan hanya sebagai kawasan hunian, 2 kampung tersebut juga menjadi kawasan budaya.
Yang unik dari 2 kampung tersebut, ternyata kampung itu berdiri di atas makam-makam Cina atau Bong Pay. Bahkan jejak Bong Pay ini masih terlihat dengan sangat jelas. Warga di sana tinggal berdampingan dengan makam-makam Cina ini.
Hal ini disampaikan pegiat sejarah Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo menjelaskan dulunya kawasan Embong Malang ini merupakan kawasan makam Cina. Sehingga, tak heran sampai saat ini ditemukan Bong Pay di tengah rumah warga.
![]() |
"Tahun 60, pascamerdeka itu banyak warga yang mobilisasi ke Surabaya dan mencari mata pencaharian. Akhirnya banyak kuburan yang jadi rumah, kuburan Cina. Mereka membangun rumah di atas Bong Pay. Mereka pun hidup berdampingan dengan makam Cina ini," kata Kuncar.
Bukti ini diperkuat dengan peta sekitar tahun 1866, dari gambar Litograph menunjukkan kawasan Ketandhan Kebangsren adalah area Makam. Kemudian mulai bergeser menjadi kawasan bisnis hingga hunian. Namun jejaknya masih tersisa hingga saat ini.
Kuncar juga menjelaskan bahwa hal tersebut yang mendasari penamaan Jalan Embong Malang. Ternyata makna dari Embong Malang berasal dari kata 'Bong' atau makam Cina dan Malang yang artinya melintang.
"Embong Malang dari 'Bong Malang', bong yang melintang. Ini kan komplek makam ini mulai dari Tunjungan sampai Marriott. Makanya beberapa tempat itu level tanahnya lebih tinggi karena itu bekas makam. Jadi kayak patung singa, Kilin di beberapa gang itu banyak. Terus prasasti enkripsi itu dijadikan lantai di dalam," jelasnya.
Selain menyimpan sejarah bekas makam Cina, kawasan bisnis, hingga hunian dan budaya, ternyata kampung Ketandan dan Kebangsren di kawasan Tunjungan tersebut juga menjadi tempat tinggal dari penyanyi senior Gombloh, aktor Retno Timoer, dan produser Raam Pundjabi yang legendaris.
Tokoh-tokoh tersebut sempat menikmati hidupnya di Ketandan dan Kebangsren, bahkan hingga saat ini sebagian dari keluarganya juga masih menghuni area itu.
"Ratno Timur ternyata rumah masa kecilnya di Kebangsren gang 3. Ada juga Gombloh yang rumahnya di Kebangsren gang 1. Kemudian Raam Pundjabi di Ketandan," kata Kuncar.
Agenda Surabaya Urban Track ini menarik lantaran peserta yang terlibat tidak hanya diajak untuk berjalan-jalan saja, namun mereka juga melakukan observasi langsung dan wawancara dengan warga lokal sehingga bisa mendapatkan informasi dan temuan baru secara langsung.
Salah satu peserta yang terlibat, Sandra, warga Prancis yang saat ini sedang menetap di Hotel Majapahit Surabaya menyampaikan dirinya sangat kagum dan tertarik dengan berbagai sejarah di Surabaya, termasuk di kawasan Tunjungan ini.
"Karena saya tinggal di sini jadi saya ingin lebih tahu tentang tempat ini. Saya dari Prancis, saya sudah tinggal di sini sekitar 4 tahun. Saya sudah ikut di beberapa area wisata," kata Sandra.
(abq/dte)