Selain Reog, Ponorogo juga memiliki kesenian tari yang dinamai kuda lumping atau dikenal dengan jaran kepang. Tarian ini menampilkan gerakan yang menggunakan aksesori kuda dalam atraksinya.
Sebelum menjadi seni pertunjukan, mulanya jaran kepang merupakan rangkaian dari ritual tolak bala. Namun, seiring berjalannya waktu, jaran kepang dikembangkan sebagai seni pertunjukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentang Kuda Lumping
Dilansir dari situs resmi STEKOM dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, kata kepang diduga berasal dari kata kepung yang berarti mengepung. Hal ini lantaran tarian ini menampilkan sekelompok prajurit berkuda yang melakukan gerakan mengepung.
Tarian ini menggunakan aksesori kuda dalam atraksinya. Aksesori kuda dibuat dari anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda. Selain itu, kuda dihiasi rambut tiruan yang dibuat dari tali plastik yang dikepang. Anyaman kuda kemudian dipercantik dengan cat dan kain beraneka warna.
Kuda lumping menyajikan adegan para prajurit berkuda. Bahkan, tarian ini juga menampilkan adegan kesurupan dan kekuatan magis seperti atraksi memakan beling dan atraksi pecutan. Tarian ini merupakan salah satu rangkaian dari pertunjukan Reog.
Terdapat beberapa versi yang menjelaskan mengenai asal muasal kuda lumping. Salah satunya versi yang menyebutkan konon ada seorang pasukan cantik yang bergelar jathil penunggang kuda berwarna putih dengan rambut dan ekor emas.
Kuda yang ditungganginya dilengkapi dengan sayap emas. Sayap emas ini dapat membantu pertempuran Kerajaan Bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari Kerajaan Lodaya.
Terlepas dari itu, kuda lumping merupakan tarian yang merepresentasikan semangat pejuang dan aspek kemiliteran pasukan berkuda. Gerakan tarian ini menirukan gerakan seekor kuda di tengah medan perang. Gerakan lebih banyak ritme, dinamis, dan agresif.
Tarian juga kerap disebut tari kesurupan. Selain karena penari yang kerap mengalami kesurupan, tarian ini juga melibatkan beberapa aksi berbahaya lainnya. Di antaranya mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaki, dan lainnya.
Pagelaran Tari Kuda Lumping
Dalam pertunjukan kuda lumping, terdapat empat fragmen tarian. Di antaranya dua kali tarian buto lawas, tari santerewe, dan tari begon putri. Berikut penjelasan selengkapnya.
1. Tari Buto Lawas
Tari ini dilakukan para pria dengan jumlah empat hingga enam pria. Sementara itu, penari muda menunggangi kuda yang dibuat dari anyaman bambu, kemudian menari mengikuti alunan musik.
Pada bagian ini, penari buto lawas akan mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Beberapa dari penonton juga mengalami kesurupan. Oleh karenanya, setiap pertunjukan ini kerap hadir warok.
Warok merupakan orang yang memiliki kemampuan supranatural, yang dapat membantu mengembalikan kesadaran para penonton dan penari. Kehadiran warok dapat dikenal melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal.
2. Tari Santerewe
Fragmen selanjutnya yakni tari santerewe. Tari ini merupakan bagian tarian kuda lumping, di mana penari dan wanita bergabung.
3. Tari Begon Putri
Fragmen terakhir yakni tari begon putri. Pada bagian ini, gerakan akan lebih santai. Di mana tarian enam wanita ini menjadi tarian penutup dalam atraksi kuda lumping.
Iringan Musik
Pertunjukan kuda lumping dilakukan dengan iringan musik khas. Iringan musik kuda lumping berupa kendang, bonang, saron, kempul, slompret, gong, dan ketipung.
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/dte)