Tradisi dan upacara kematian adalah kebiasaan yang dilakukan untuk menghormati orang yang meninggal. Ada empat tradisi upacara kematian yang biasa dilakukan masyarakat Jawa Timur.
Keempat tradisi tersebut yaitu brobosan, surtanah, mendhak, hingga nyewu dina. Tradisi upacara kematian ini dimulai dari ketika jenazah disemayamkan di rumah hingga selamatan.
Tradisi dan Upacara Kematian di Jawa Timur:
Berikut penjelasan tantang empat tradisi dan upacara kematian di Jawa Timur, yang dilansir dari buku berjudul Adat Istiadat Masyarakat Jawa Timur karya Yodi Kurniadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Brobosan
Upacara ini digelar sebagai wujud penghormatan keluarga kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal dunia. Upacara ini dipimpin anggota keluarga yang paling tua. Adapun rangkaian upacara brobosan sebagai berikut.
- Peti mati atau keranda dibawa menuju halaman rumah dan selanjutnya dilakukan doa.
- Peti atau keranda diangkat, kemudian anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan perempuan berjalan secara berurutan melewati bawah peti mati atau keranda selama tiga kali searah jarum jam.
- Urutannya diawali dengan anak laki-laki tertua dan keluarga inti yang berada di urutan pertama, diikuti anggota keluarga yang lebih muda.
2. Surtanah
Surtanah dilakukan agar arwah orang yang meninggal mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini dilakukan setelah jenazah disemayamkan yang dihadiri keluarga, tetangga, serta pemuka agama.
Sementara itu, upacara ini juga memerlukan sejumlah perlengkapan yang digolongkan menjadi dua, yaitu golongan bangsawan dan golongan rakyat biasa. Berikut penjelasannya.
Golongan Bangsawan
Tumpeng asahan dilengkapi dengan lauk, sayur asem (tidak pedas), pecel dengan lauk ayam goreng yang disuwir, sambal docak dengan kedelai kupas, sayur menir, kerupuk, peyek, tumpeng ukur-ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja.
Golongan Rakyat Biasa
Tumpeng beserta lauk, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgen, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak, dan uang bedah bumi.
Baca juga: 7 Mitos yang Masih Dipercayai di Jawa Timur |
3. Nyewu Dina
Tradisi ini dilakukan untuk memohon ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya dilakukan setelah Magrib dengan dihadiri keluarga, tetangga, dan ulama.
Perlengkapan untuk menggelar nyewu dina juga dibedakan dua golongan. Berikut perlengkapan nyewu dina sesuai golongannya.
Golongan Bangsawan
Takir pentang dengan dilengkapi lauk pauk, nasi asahan, ketan, kolak, apem, bunga telon dengan tambahan air yang diletakkan pada stoples, kambing, dara atau merpati, bebek atau itik, dan pelepasan burung merpati.
Golongan rakyat biasa
Nasi ambengan, nasi gurih, ketan, kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong, dan bunga serta kemenyan yang dimasukkan dalam lodong.
4. Mendhak
Tradisi ini dilakukan untuk memperingati kematian seseorang. Mendhak dilengkapi dengan beberapa sajian makanan berupa tumpeng, sego, uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem.
Tradisi mendhak digelar selama tiga kali dalam seribu hari kematian seseorang. Mulai dari mendhak pisan (peringatan satu tahun kematian seseorang), mendhak pindho (peringatan dua tahun kematian seseorang), dan mendhak telu atau pungkasan atau nyewu dina (peringatan 1000 hari kematian seseorang).
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)