Pada awal abad ke-19, di masa pemerintahan Kolonial Belanda, Malang dijadikan wilayah gemeente atau kota madya. Oleh karena itu, banyak ditemukan bangunan peninggalan Kolonial Belanda di Kota Malang.
Seperti halnya wilayah lain di Nusantara, Kota Malang tumbuh dan berkembang setelah bangsa kolonial menguasai administrasi. Jejak-jejak Kolonial Belanda terlihat pada bangunan-bangunan tua yang bergaya arsitektur khas Eropa.
Banyak yang masih berdiri kokoh, dan bahkan beberapa di antaranya ditetapkan sebagai cagar budaya. Sehingga terus terjaga kelestariannya karena memiliki nilai sejarah di dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak informasi mengenai sederet bangunan peninggalan Kolonial Belanda di Malang Raya, yang dikutip dari buku Backpacker ke Malang Raya karya Weinie & Kade Kristi.
Bangunan Peninggalan Kolonial Belanda di Malang Raya:
1. Gedung Balai Kota Malang
![]() |
Gedung Balai Kota Malang yang berada di lingkaran jalan Tugu Kota Malang, merupakan salah satu bangunan peninggalan pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sejak Kota Malang berubah status menjadi gemeente, daerah ini dipimpin oleh seorang burgemeester atau wali kota.
Meski sudah memiliki pemimpin daerahnya sendiri, akan tetapi Malang belum memiliki kantor balai kota yang permanen. Pada akhir tahun 1926, Wali Kota H.I. Bussemaker menggagas perencanaan balai kota.
Ia mengadakan sayembara bagi siapapun yang berhasil membuat rancangan Balai Kota Malang. Pilihan pun jatuh pada rancangan milik HF Horn dari Semarang dengan motto Voor de burgers van Malang, yang artinya 'Untuk Warga Malang' dan menghabiskan biaya sekitar 287 gulden.
2. Bank Indonesia
Bank Indonesia terletak di Jalan Merdeka Utara No 7, Klojen. Dulunya merupakan kantor cabang De Javasche Bank yang berdiri pada tanggal 1 Desember 1916. De Javasche Bank dulunya dibentuk pemerintah Hindia Belanda untuk mengatur kondisi keuangan di Hindia Belanda.
Seiring berjalannya waktu, bentuk arsitektur dari bangunan ini relatif tidak mengalami perubahan. Namun, setelah peristiwa Bumi Hangus Malang pada Desember 1947, gedung ini sempat mengalami renovasi bagian atap. Hingga pada tahun 1950-an, tepat setelah Republik Indonesia mulai stabil, dan pada tahun 1970-an dilakukan pemugaran atau restorasi secara resmi.
3. Pertokoan Sarinah
![]() |
Kawasan pertokoan Sarinah dulunya merupakan Kantor Kabupaten Malang. Hal ini dapat diketahui dari Surat Resolusi 31 Oktober 1820 No 16 Bupati Soerabaia 1914, yang menyatakan bahwa tempat ini merupakan Rumah Dinas Raden Panji Weilasmorokoesemo, setelah diangkat sebagai Bupati Malang, dan berganti nama menjadi Raden Toemenggoeng Notodiningrat.
Pada tahun 1947, gedung ini sempat diratakan untuk memperlancar strategi perang gerilya. Tahun selanjutnya, dirikan gedung baru untuk pusat pertokoan pertama di Malang, yang diberi nama Sarinah. Nama Sarinah sendiri digagas oleh Presiden Soekarno yang maknanya 'Abadi Masyarakat'.
4. Gereja Kayu Tangan (Hati Kudus Yesus)
Gereja Kayu Tangan dibangun sejak tahun 1905 oleh seorang arsitektur bernama MJ Hulswit, yang merupakan murid sekolah Quelinus yang dipimpin oleh PJH Cuypers, seorang arsitektur asal Belanda sekaligus ahli restorasi gereja-gereja gothic.
Di dalam bangunan itu terdapat sebuah prasasti yang bertuliskan 'gereja' dalam bahasa Belanda, diperuntukkan bagi Hati Kudus Yesus atas kemurahan hati Monsengneur ES Luypen.
Adapun ciri khas gereja gothic ini terletak pada dua tower di bagian kanan dan kiri pintu masuk, yang mana baru dibangun pada tanggal 17 Desember 1930 dan tidak mengalami perubahan sampai sekarang.
5. Gedung SMA Tugu
Gedung SMA Tugu atau SMA Negeri 1 Malang dulunya merupakan bangunan Sekolah Menengah Belanda atau Hoogero Burger School, dan Sekolah Menengah Umum atau Algemeene Middelbare School yang didirikan oleh Ir. W. Lemei dari Landsgebouwendienstb.
Ketika Belanda menduduki kekuasaan di Malang, mereka mendirikan Voorberindend Hoger Ondewijs atau Persiapan Pendidikan yang lebih Tinggi. Kemudian hari, tokoh pendidikan Sardjoe Atmodjo mendirikan sekolah bagi masyarakat pribumi. Namun, karena tidak ada izin dari pemerintahan Belanda, maka sekolah ini dibubarkan.
Untuk menjaga keberadaan sekolah ini, maka diubah namanya menjadi SMT Persatoean Goeroe Indonesia pada tahun 1932. Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah ini sempat berpindah ke beberapa daerah.
Sampai akhirnya pada tanggal 17 April 1950, SMT PGRI diresmikan menjadi SMA Negeri oleh Pemerintahan Republik Indonesia dengan kepala sekolah pertama bernama G.B. Pasariboe, dan kini menjadi SMA Negeri 1 Malang.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/dte)