Tradisi Nyonteng Kolbuk merupakan rangkaian ritual meruwat sumber mata air desa yang sudah berlangsung turun temurun.
Ritual yang dilakukan setiap bulan Syuro atau Muharram oleh warga di desa/kecamatan Sumberwringin, Bondowoso itu memiliki keunikan serta daya tarik tersendiri.
Di antaranya proses memasak daging kambing setelah ritual harus dilakukan kaum pria. Pantang dilakukan kaum emak-emak sebagaimana lazimnya ihwal masak-memasak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, konon masih dipercaya jika aturan tak tertulis tersebut dilanggar akan terjadi hal tak diinginkan menimpa warga desa. Baik gangguan bersifat perorangan terhadap warga desa, maupun bersifat umum.
Gangguan bersifat umum misalnya bencana alam berupa gunung meletus, tanah longsor, wabah penyakit, serta jenis bencana alam lainnya. Sekadar diketahui, desa Sumberwringin posisinya persis berada di lereng Gunung Raung atau desa terakhir yang berbatasan dengan gunung berapi tersebut.
Sementara musibah yang bersifat perorangan, contohnya terserang penyakit tertentu maupun musibah lainnya yang akan dialami warga desa.
Sehingga, warga setempat tetap mematuhi hal-hal sakral dan pantangan selama pelaksanaan ritual. Meski dengan konsekuensi tertentu. Tapi hal tersebut dianggap sebagai barokah.
"Itu merupakan kearifan lokal. Artinya, memang harus dijaga dan dilestarikan," jelas Ketua Harian Ijen Geopark, Tantri Raras Ayuningtyas, ketika berbincang dengan detikJatim, Kamis (24/8/2023).
Tantri mengatakan saat ini pihaknya dalam proses identifikasi tradisi dan budaya yang ada di masyarakat, khususnya wilayah Bondowoso dan sekitarnya.
Sebab, salah satu situs dalam Ijen Geopark yang baru ditahbiskan sebagai UNESCO Global Geopark tersebut yaitu Culture Site. Dimana Nyonteng Kolbuk dapat dikategorikan sebagai ritual.
Nyonteng Kolbuk, imbuh Tantri, termasuk jenis ritual. Ada beberapa poin berdasarkan obyek pemajuan kebudayaan. Yakni tradisi lisan, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, ritus, manuskrip, dan beberapa lainnya.
"Setelah proses identifikasi, lalu kami lakukan kajian. Baru kemudian dapat menentukan, ini masuk dalam jenis pemajuan kebudayaan yang mana," terang sejarawan jebolan magister UNS Solo ini.
Selajutnya, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Yakni Dinas Parbudpora Bondowoso, Desa/Kecamatan, maupun BUMDes setempat sebagai pihak yang langsung bersinggungan.
"Sehingga semuanya akan mendapatkan poin masing-masing dari potensi itu, secara proporsional," pungkas Tantri.
Ritual Rokat Nyonteng Kolbuk dilakukan setiap taun sekali. Ritual dimulai dengan penyembelihan kambing jantan, lantas kepalanya dikubur setelah dibungkus kain kafan.
Daging kambing itu lantas dimasak. Proses memasak harus dilakukan orang laki. Bagaimanapun rasanya. Sementara kaum emak bak 'ratu sehari'. Karena perempuan pantang cawe-cawe proses memasak itu.
Hasil olahan para bapak itu lantas dimakan bareng-bareng warga, termasuk kaum hawa. Semua dilakukan di sekitaran sumber mata air, yang dinikmati oleh warga puluhan desa di 3 kecamatan itu.
(sun/iwd)











































