Sebuah gua yang diperkirakan peninggalan abad 14 terdapat di Bondowoso. Gua bersejarah ini merupakan peninggalan era Majapahit. Benarkah?
Gua yang terletak di area hutan tersebut bernama Gua Buta. Lantaran berada di blok hutan Sumber Canting, maka jamak disebut Gua Buta Sumber Canting.
Obyek peninggalan sejarah ini berada di Desa Sukorejo, Sumberwringin, Bondowoso. Letaknya sekitar 40 km dari kota Bondowoso atau sekitar satu jam perjalanan dari ibukota kabupaten berjuluk Kota Tape ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi warga setempat, Gua Buta karib disebut sebagai 'gua butah', berasal dari bahasa Madura, butah artinya raksasa. Itu karena di mulut gua terpahat relief kepala raksasa.
![]() |
Belum diketahui secara pasti, tahun berapa situs Gua Buta tersebut dibuat. Namun, diperkirakan antara abad 13 dan 14, atau pada masa akhir atau pascazaman Kerajaan Majapahit.
Hal itu karena di salah satu sudut dinding gua tercantum relief yang terpahat bertuliskan 1316 Saka. Untuk diketahui, dari sejumlah referensi tahun Saka terpaut 78 tahun dibanding Masehi.
Seperti kebanyakan situs, gua ini sepintas hanya berupa cerukan tebing batu. Namun, di dindingnya terdapat relief berbentuk kepala raksasa.
Selain relief induk berupa kepala raksasa, pada kanan kirinya juga terdapat relief dengan struktur dan bentuk lain. Di sekitar situs ini juga terdapat sumber mata air.
Konon menurut warga setempat, meski hanya berupa tetesan kecil air ini mengalir sepanjang tahun. Kendati musim kering dan kemarau panjang.
Menurut salah seorang sejarawan Bondowoso, Tantri Raras Ayuningtyas, berdasarkan referensi serta hasil penelitian, gua itu merupakan peninggalan agama Buddha. Pun tempat itu merupakan tempat pertapaan para bhikku.
"Antara abad ke-13 dan 14 atau sekitar zaman majapahit," kata Tantri yang juga Ketua Pengurus Harian Ijen Geopark wilayah Bondowoso itu, Kamis (18/8/2023).
![]() |
Diimbuhkan Tantri, tempat itu diperkirakan memang tempat pertapaan atau meditasi para bhikku (biksu) zaman itu. Sebab, lokasinya memang relatif jauh dari peradaban. Pun posisinya berada di area perbukitan dan hutan.
"Berdasarkan struktur di relief, situs tersebut merupakan peninggalan agama Buddha" tandas magister sejarah jebolan UNS Solo ini.
Situs ini merupakan gua untuk meditasi atau mengasingkan diri dari kehidupan dunia. Sebab terdapat beberapa lubang kecil yang diperkirakan sebagai tempat lentera atau lilin saat ritual berlangsung.
Relief kepala kala pada Gua Buta dipahat dengan mata terbuka lebar, gigi bertaring, dan lidah menjulur ke bawah. serta terdapat pahatan angka 1316 Caka atau Tahun 1394 sebagai tahun penanda pendirian.
Ukuran mulut gua setinggi 3 meter, lebar 5 meter, bentuk ruang memanjang ke dalam dan makin mengecil, dengan kedalaman 17 meter dari permukaan gua.
Lokasi Gua Buta terletak di tebing batu breksi dengan kemiringan sekitar 70 derajat di ketinggian 100 meter dari dasar lembah.
Sekadar diketahui, selain terdapat di Desa Sukorejo, Sumberwringin, Gua Buta juga terdapat di Desa Jirek Mas, Cermee, Bondowoso.
Tak ada perbedaan pada kondisi gua ini. Baik struktur maupun relief yang menghiasi kedua gua ini.
Konon, keduanya sama-sama peninggalan era Majapahit. Gua ini berfungsi sebagai tempat para bikkhu bermeditasi. Itulah sebabnya, keduanya sama-sama berada di lokasi yang relatif susah dijangkau. Karena berada di medan terjal.
(dpe/iwd)