Mengintip Ritual Jamasan Pusaka Warga Sidoarjo di Momen Satu Suro

Mengintip Ritual Jamasan Pusaka Warga Sidoarjo di Momen Satu Suro

Suparno - detikJatim
Rabu, 19 Jul 2023 11:05 WIB
Proses jamasan benda pusaka di momen Satu Suro yang dilakukan warga di Sidoarjo.
Proses jamasan benda pusaka di momen Satu Suro yang dilakukan warga di Sidoarjo. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Seorang warga di Sidoarjo menggelar tradisi jamasan atau mencuci benda pusaka seperti keris dan juga tombak. Ritual mencuci keris dan benda pusaka di momen Satu Muharam atau Satu Suro itu sebagai bentuk pembersihan diri.

Adalah Muhammad Wildan, warga Perum Gebang Raya, Sidoarjo yang menggelar jamasan di rumahnya. Sejumlah keris dan pusaka dia mandikan dengan air kembang setaman dicampur buah jeruk nipis.

"Kami rutin setiap tahun, tepatnya saat Satu Suro atau satu Muharram selalu memandikan benda-benda pusaka seperti keris dan tumbak," kata Wildan di rumahnya, Rabu (19/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sejumlah benda pusaka yang sedang dia jamas, Wildan mengklaim ada salah satu benda pusaka yang usianya sudah sangat tua. Dia sebutkan bahwa benda itu adalah Pusaka Katga yang dia klaim berasal dari tahun 280 Masehi.

"Ritual memandikan keris dan benda pusaka itu sebagai bentuk pembersihan diri. Kita harus introspeksi diri, bahwa sebenarnya tidak terasa pasti kita memiliki kesalahan baik kesalahan terhadap sesama manusia dan kesalahan kepada sang pencipta," imbuh Wildan.

ADVERTISEMENT

Wildan menjelaskan meski tradisi memandikan keris dan benda pusaka saat Satu Suro ini dipakai sebagai simbol pembersihan diri, realitanya memandikan keris ini juga bisa membersihkan benda logam dari berbagai kerak dan kotoran yang menempel pada logam itu.

"Setiap Satu Suro sebanyak 40 benda pusaka seperti keris dan tombak yang saya mandikan. Cara memandikannya dengan air kembang setaman dicampur dengan jeruk nipis," jelas Wildan

Memandikan benda pusaka, kata Wildan, menurutnya merupakan warisan budaya leluhur. Ritual memandikan pusaka itu pun tak pernah dia tinggalkan. Jamasan atau memandikan benda pusaka menurutnya wajib dimaknai sebagai upaya refleksi membersihkan dosa-dosa setiap individu.

"Jamasan ini berarti membersihkan, merawat, memandikan, serta memelihara. Kegiatan semacam wujud syukur, rasa berterima kasih dan menghargai peninggalan atas karya seni budaya para generasi pendahulu kepada generasi berikutnya," ujarnya.

Dia pun menampik bila jamasan selalu dikaitkan klenik. Menurutnya tradisi itu tidak semata-mata dilakukan karena klenik, tetapi murni untuk menjaga dan menghormati tradisi yang sejak dulu dilakukan para leluhur.

Sebab, kata Wildan, sebagai bagian dari budaya, jamasan juga memiliki nilai seni tinggi dikaitkan dengan pusaka sebagai karya seni yang juga bernilai sangat tinggi.

"Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda, tapi bukan berarti untuk memuja-muja benda pusaka tersebut. Ini murni karena meneruskan tradisi para leluhur," imbuh Wildan.

Tidak hanya itu, benda-benda pusaka itu juga tidak mungkin diciptakan lagi di era sekarang. Karena itu menurutnya benda pusaka memang perlu diperlakukan dengan hati-hati, selain juga untuk melestarikan tradisi perawatan pusaka yang diwarisi dari leluhur.

"Benda-benda pusaka ini tidak bakal lagi diciptakan di era sekarang, makanya perlu dirawat. Memang ada risikonya dalam memelihara benda pusaka. Seperti sering ditemui seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya. Tidak tahu dari mana tiba-tiba muncul dan pergi tidak tahu ke mana," ujar Wildan.




(dpe/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads