Banyak jejak Bung Karno di kawasan Peneleh, Surabaya. Salah satunya di Rumah H.O.S Tjokroaminoto, Jalan Peneleh Gg. VII No. 29-31.
Hingga kini, Rumah H.O.S Tjokroaminoto terawat dan menjadi salah satu museum di Surabaya. Rumah ini berisi jejak dan peninggalan Tjokroaminoto dan para tokoh pergerakan nasional lainnya. Salah satunya Ir. Soekarno alias Bung Karno.
Seperti yang disebutkan para sejarawan, Bung Karno lahir di Surabaya. Namun masa kecilnya banyak dihabiskan di kota-kota berbeda. Sebab sang ayah, Raden Soekeni Sosrodihardjo sering berpindah-pindah sebagai guru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun setelah lulus dari Europeesche Lagere School (ELS) pada 1916, Soekarno bertolak ke Surabaya untuk mengenyam pendidikan di Hoogere BurgerSchool (HBS), yang setara dengan SMA di masa kini.
Berbekal tas dan beberapa potong baju, dengan penuh tekad, Soekarno melangkah menaiki kereta dari Stasiun Mojokerto tujuan Surabaya. Ia kembali ke kota kelahiran dengan perasaan asing.
Berdasarkan catatan di Museum H.O.S Tjokroaminoto, Raden Soekeni yang menghendaki Soekarno mengenyam pendidikan lebih tinggi. Sang ayah mempercayai anaknya tinggal di rumah kos milik salah satu tokoh besar H.O.S Tjokroaminoto, yang kemudian dijuluki sebagai Guru Bangsa.
Soekeni berharap, Putra Sang Fajar dididik menjadi orang 'besar' oleh Tjokroaminoto. Sebab waktu itu, Tjokroaminoto sudah dipercaya banyak orang tua sebagai induk semang yang baik dalam mendidik dan mengayomi para pelajar.
Soekeni juga berharap Soekarno tidak terpengaruh budaya barat selama mengenyam pendidikan di sekolah Belanda tersebut. Pengaruh yang diberikan Pak Tjokro diharapkan mampu meningkatkan jiwa nasionalisme dalam diri Soekarno.
Tempat Kos Bung Karno Saat Sekolah di Surabaya:
1. Riwayat Kos Tjokroaminoto
Kos tersebut dibangun pada 1912, setelah Tjokroaminoto mengundurkan diri sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi. Waktu itu ia memboyong keluarganya hijrah ke Surabaya.
Di Surabaya, mereka tinggal di sebuah perkampungan padat penduduk, tepatnya di Jalan Peneleh Gang 7. Mengutip situs Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, waktu itu Pak Tjokro hanya Ketua Sarekat Islam. Penghasilannya tak seberapa, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Oleh karena itu, istrinya yakni Soeharsikin membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Ia menyulap bagian belakang rumah dan loteng menjadi bilik-bilik kamar indekos sekitar tahun 1912.
Rumah tersebut dibagi menjadi 10 kamar-kamar kecil. Termasuk ruang di bagian loteng.
Sedangkan keluarga Pak Tjokro tinggal di bagian depan rumah. Indekos tersebut terbuka bagi para pelajar sekolah-sekolah Belanda. Seperti Hoogere BurgerSchool(HBS), Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO), Middelbare Technise School (MTS), maupun Nederlands Indische Artsen School (NIAS).
Dengan segala kesederhanaan dan apa adanya, Soekarno dan beberapa tokoh lainnya pernah tinggal di kos tersebut. Sebut saja seperti Semaoen, Musso, Alimin, Kartosoewirjo dan lain-lain.
Anak-anak yang indekos di rumah keluarga Tjokroaminoto banyak belajar mengasah jiwa nasionalisme dari sang empunya rumah. Mereka juga belajar ketika para tamu yang merupakan tokoh-tokoh pembaharu Islam melancong ke rumah Pak Tjokro. Rumah Pak Tjokro sering dijadikan markas para tokoh Sarekat Islam untuk berdiskusi.
2. Museum Rumah H.O.S Tjokroaminoto
Indekos tersebut semakin redup sepeninggal Bu Tjokro pada 1921. Penjaga museum, Cornelius Haris menerangkan rumah ini sempat dijual sepeninggal istri Tjokroaminoto.
"Rumah ini kan dijual (oleh Pak Tjokro) sekitar tahun 1921 (sepeninggal Bu Soeharsikin). Lalu sama pemilik berikutnya (rumah ini) dibagi dua, sehingga (museum) yang ada saat ini hanya bagian depan rumah. Untuk area dapur, kamar mandi dan ruangan lainnya itu di (bagian) rumah yang belakang," kata Haris kepada detikJatim, Selasa (6/6/2023).
Jadi, yang tampak saat ini hanya bagian depan rumah Pak Tjokro waktu itu. Termasuk bagian loteng yang menjadi kamar kos Bung Karno.
(sun/iwd)