Melihat Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadhan di Makam Ki Ageng Gribig Malang

Melihat Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadhan di Makam Ki Ageng Gribig Malang

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 21 Mar 2023 12:03 WIB
Tradisi punggahan poso di Makam Ki Ageng Gribig Malang
Tradisi punggahan poso di Makam Ki Ageng Gribig Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Kota Malang -

Tradisi punggahan poso menjelang bulan puasa Ramadan digelar warga sekitar wisata religi Ki Ageng Gribig Malang. Tradisi ini ditandai dengan pembuatan kue apem dan membagi-bagikannya ke masyarakat sekitar dan peziarah.

Pembuatan apem yang berbahan dari tepung beras, tape, dan telur ini dilakukan beberapa ibu-ibu yang tinggal di sekitar makam Ki Ageng Gribig di Jalan Raya Ki Ageng Gribig, Kota Malang.

Ki Ageng Gribig merupakan ulama yang menyebarkan agama Islam dari Kerajaan Mataram Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa peziarah yang keluar dari makam Bupati Malang pertama Raden Tumenggung Notodiningrat I atau Raden Pandji Welaskorokusumo I diberi apem oleh warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesarean Gribig.

Ketua Pokdarwis Pesarean Ki Ageng Gribig, Devi Nur Hadianto mengatakan, tradisi Punggahan Poso berasal dari bahasa Jawa. Yakni dari kata munggah atau menaiki atau bisa dikatakan menjelang. Sedangkan kata poso merupakan bahasa Jawa yang berarti puasa.

ADVERTISEMENT

"Jadi tradisi punggahan poso ini tradisi untuk memasuki mempersiapkan menuju bulan puasa Ramadhan, tradisinya sama dengan megengan tapi di sini namanya punggahan poso," ucap Devi kepada wartawan, Selasa (21/3/2023).

Devi mengungkapkan tradisi punggahan poso dengan membagikan kue apem sebenarnya sudah berlangsung cukup lama di sekitar kawasan Gribig ini. Namun, sempat vakum beberapa tahun hingga kembali dilanjutkan tiga tahun terakhir.

Tradisi punggahan poso di Makam Ki Ageng Gribig MalangTradisi punggahan poso di Makam Ki Ageng Gribig Malang Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

"Ini tradisi lama yang dilaksanakan orang tua-tua kita dahulu. Sebagai wujud kegembiraan dan rasa senang menyambut bulan Ramadhan yang datang," ungkapnya.

Kue apem sendiri dipilih karena menyimbolkan permohonan maaf, dari kata bahasa Arab Afwan atau affuwwun. Kemudian diserap ke kata Bahasa Jawa menjadi apem. Maka bisa diibaratkan pemberian apem ke orang lain juga sebagai wujud permintaan maaf sebelum datangnya bulan Ramadan.

"Intinya kita sebelum datangnya bulan Ramadan senang saling meminta maaf, dan kita berharap di bulan suci Ramadan kita bisa memperoleh pahala sebanyak-banyaknya," sambung Devi.

Pada Punggahan Poso tahun ini, Pokdarwis Pesarean Gribig menyiapkan 200 sampai 250 kue apem yang dibagi-bagikan ke masyarakat sekitar makam dan peziarah. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2022 lalu yang mencapai 100 buah kue apem.

"Ini kita bagi-bagikan ke peziarah yang datang, masyarakat sekitar sini. Jadi sebagai pengembangan wisata religi juga sebagai media sodakoh, karena pendanaannya dari mereka-mereka yang mampu di sekitar sini," katanya.

Sementara itu, Halimah (56) warga sekitar yang membuat apem mengaku sudah tiga tahun membantu proses pembuatan apem untuk tradisi punggahan poso atau megengan.

"Ini kan sudah tahun ketiga, membuatnya sejak pagi tadi. Kita pagi tadi kita bagi-bagikan ke warga sini, ini kita buat lagi, total dua adonan resep dengan total 200 sampai 250 apem," ujar Halimah terpisah.

Menurut Halimah, proses pembuatan apem ini prosesnya mudah. Apalagi perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini kerap dimintai tolong membuat aneka kue oleh beberapa warga sekitar makam.

"Ibu rumah tangga sehari-harinya, tapi sudah sering buat. Ini buat apemnya giliran, kebetulan ini giliran saya, yang pagi tadi ada tapi sudah selesai," terangnya.




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads