Tradisi memakai penari cucuk lampah masih lestari hingga kini. Walaupun terkesan hanya sebagai pemanis dalam prosesi temu manten , namun makna hadirnya penari ini sangat penting bagi pasangan yang memasuki biduk rumah tangga.
Penari cucuk lampah menyesuaikan keinginan yang punya hajat mantenan. Bisa sepasang penari, bisa hanya penari pria atau hanya penari wanita. Bila sepasang, mereka akan berperan sebagai Panji Asmara Bangun dan Dewi Sekartaji.
Dalam budaya Jawa Timur, pasangan penari cucuk lampah akan mengawali gerakan dengan menyembah kepada Sang Pencipta Alam. Kemudian menangkupkan kedua tangan kepada pengantin prima sebagai simbol siap menjalankan tugasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Heri Prasetyo, seniman tari Jawa Timuran, peran cucuk lampah ini sebagai pembuka jalan kepada pengantin pria yang akan bertemu pengantin perempuannya. Dalam membuka jalan, terkadang ada halangan dan rintangan yang harus disingkirkan. Nah tugas cucuk lampah inilah untuk melancarkan perjalanan pengantin pria sampai bisa bertemu pasangannya.
![]() |
"Pengantin itu kan akan menuju kehidupan rumah tangga. Dalam perjalanan menuju kehidupan baru itu kadang ada halangan dan rintangan. Nah cucuk lampah inilah secara filosofis sebagai pembuka jalan dan menyingkirkan balak agar pengantin pria bisa bertemu dengan pengantin perempuannya dengan lancar," jelas Heri kepada detikJatim, Minggu (22/1/2023).
Ragam gerak cucuk lampah, lanjut dia, diawali dengan sesembahan. Sebagai simbol meminta rida Sang Penguasa Alam. Kedua, sebagai simbol penghormatan kepada pengantin pria. Kemudian, gerakan lampah sebagai simbol pembuka jalan dan menyingkirkan segala rintangan.
Ketika kedua pengantin telah bertemu, ritual selanjutnya cucuk lampah mempersilakan pengantin perempuan dan pria menjalani prosesi ngidak endog atau menginjak telur. Di sini pengantin pria yang menginjak telur, kemudian kakinya dibasuh air kembang setaman oleh pengantin perempuan. Lalu pengantin perempuan berjalan mengitari pengantin pria.
Adegan ini mengandung makna, pengabdian pengantin perempuan sebagai istri dan pengantin pria sebagai suami dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Kemudian pasangan pengantin akan dibalut kain berwarna merah oleh ayah pengantin perempuan, dan dihantarkan menuju kursi pengantin atau kuade.
Ritual ini bermakna, sang ayah membimbing pengantin dengan keberanian untuk memasuki hidup berumah tangga. Penari cucuk lampah kembali menjalankan tugas menunjukkan jalan menuju kuade. Lalu pengantin duduk, dan dilanjutkan mereka saling menyuapi makanan, saling bertukar gelas minuman. Ini bermakna, sebagai pasangan suami istri harus saling mengisi, saling melengkapi dan saling menguatkan.
"Kalau pengantin sudah menjalani prosesi itu, penari cucuk lampah akan menari sebagai hiburan. Kalau berpasangan, di Jawa Timur umumnya menari Karonsih. Karo artinya keduanya, asih artinya saling mengasihi. Jadi simbol pengantin memadu kasih. Tapi ada juga yang menari Gambyong kalau cucuk lampahnya hanya penari perempuan. Tergantung konsepnya seperti apa," ulas Heri Lentho, panggilan akrabnya.
Usai menari di depan pengantin, selanjutnya cucuk lampah akan menggandeng kedua orang tua mempelai menuju kursi pelaminan. Mereka akan menjalani ritual sungkeman yang bermakna, kedua mempelai meminta restu dan kedua pasangan orang tua memberikan restu dan doa terbaik agar pernikahan anak mereka langgeng sampai maut memisahkan.
"Keberadaan cucuk lampah itu jamak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau di Jawa Barat biasanya punya tradisi yang berbeda, seperti ada palang pintu yang saling berpantun," pungkasnya.
(sun/iwd)