Angka Perceraian Dini di Blitar Naik Hampir 2 Kali Lipat

Angka Perceraian Dini di Blitar Naik Hampir 2 Kali Lipat

Erliana Riady - detikJatim
Minggu, 01 Jan 2023 02:34 WIB
Pengadilan Agama Blitar
Pengadilan Agama Blitar. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)
Blitar -

Angka perceraian dini di Blitar meningkat tajam sepanjang 2022. Jumlahnya naik hampir 2 kali lipat lebih jika dibandingkan dengan 2021.

Data Pengadilan Agama (PA) Kelas I A Blitar sejak Januari-akhir Desember 2022 tercatat sebanyak 37 pasutri di bawah usia 19 tahun yang memutuskan bercerai.

Angka tersebut naik hampir 2 kali lipat jika dibandingkan 2021 lalu yang hanya 17 kasus perceraian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun ini perceraian pasutri di bawah usia 19 tahun ada 37 kasus. Rinciannya, 25 gugat cerai dan 12 permohonan talak cerai," ungkap Juru Bicara Pengadilan Agama kelas 1 A Blitar Edi Marsis, Sabtu (31/12/2022).

Edi menambahkan, kasus perceraian pasutri di bawah umur cenderung naik dari tahun ke tahun. Dalam catatan PA Kelas 1A Blitar, pada 2019 ada 35 kasus, tahun 2020 ada 31 kasus. Kemudian sempat turun pada 2021 lalu hanya 17 kasus dan kembali meningkat tahun ini.

ADVERTISEMENT

Pada kasus perceraian pasangan di bawah 19 tahun, rata-rata pihak istri yang mengajukan gugatan cerai kepada suaminya.

Faktor ekonomi menjadi faktor yang mendominasi pasangan di bawah usia 19 tahun berpisah selain faktor belum stabilnya kedewasaan masing-masing pihak sebagai suami istri.

Tingginya angka perceraian dini ini berbanding lurus dengan tingginya angka dispensasi pernikahan.

Pada tahun 2021 lalu, PA Kelas 1A Blitar telah memberikan dispensasi kawin sebanyak 586 pasangan. Sedangkan pada 2022 ini ada 489 pasangan di bawah usia 19 tahun yang mengajukan dispensasi menikah.

Fakta ini memaparkan bahwa revisi UU Perkawinan 1/1974 menjadi UU 16/2019 mengenai penambahan batas minimal usia perkawinan anak perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun tidak efektif.

Padahal, pertimbangan UU Nomor 16 tahun 2019 terkait kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 tahun bagi wanita untuk kawin yakni perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.

Tidak hanya itu, pernikahan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak.

Dengan perubahan usia itu diharapkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan risiko kematian ibu dan anak serta dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Pertimbangan itu juga berkaitan pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin. Tingginya kasus perceraian dini di Blitar ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah tahun depan untuk memikirkan solusinya.

Ikuti berita menarik lainnya di Google News.




(dpe/dte)


Hide Ads