Minggu (22/1), Etnis Tionghoa akan merayakan Imlek 2023. Di balik perayaan Imlek, ada legenda raksasa pemakan manusia yang takut bocah berbaju merah.
Mengenai legenda tersebut, detikJatim mengutip makalah berjudul Mitos Tradisi Perayaan Tahun Baru Imlek, yang disusun Jepriyanti Br Tambunan, Sridevi Hutauruk, Zeco Hamos Sianno Pardede. Mereka dari Program Studi Sastra China Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.
Legenda Imlek:
1. Kisah Raksasa Pemakan Manusia
Alkisah, pada zaman dulu ada raksasa yang disebut Nian. Ia merupakan makhluk pemakan manusia dari pegunungan. Dalam hikayat lain juga disebutkan, Nian berasal dari bawah laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nian muncul di akhir musim dingin. Kemunculannya menjadi momok karena ia kerap memakan hasil panen, hewan ternak bahkan penduduk desa.
Sehingga untuk melindungi diri, penduduk menaruh makanan di depan pintu setiap awal Tahun China. Mereka percaya, jika Nian menyantap apa yang mereka suguhkan, maka raksasa itu tidak akan memakan hasil panen, hewan ternak bahkan penduduk desa.
Pada suatu waktu, warga melihat Nian lari ketakutan saat bertemu bocah yang mengenakan pakaian berwarna merah. Warga kemudian percaya Nian takut pada warna merah.
Sehingga setiap momen Tahun Baru China, warga menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu. Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian.
Adat atau tradisi pengusiran Nian kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru China. Guo Nian yang berarti 'Menyambut Tahun Baru'. Namun secara harafiah berarti 'Mengusir Nian'.
2. Kisah Raksasa Jadi Kendaraan Dewa
Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali. Dalam kisah Fengsheng Yanyi, Nian ditangkap Hongjun Laozu, Dewa Taoisme. Nian kemudian menjadi kendaraan dewa tersebut.
Saat ini, Imlek tidak hanya dirayakan di China. Tapi dirayakan Etnis Tionghoa di seluruh dunia. Termasuk di Tanah Air tercinta, Indonesia.
Di Surabaya, ada bayak tradisi yang biasa dilakukan Etnis Tionghoa. Mulai malam tahun baru hingga Perayaan Cap Go Meh. Berikut beberapa di antaranya seperti dikutip dari jurnal berjudul Makna Peruntungan Usaha dalam Simbol di Budaya Imlek bagi Masyarakat Etnis Tionghoa Surabaya dalam situs resmi Universitas Muria Kudus. Jurnal tersebut disusun Puspita Puji Rahayu dan Priscilla Titis Indiarti.
Tradisi Tionghoa Surabaya dalam Merayakan Imlek:
Saat tengah malam menjelang Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya makan malam dan kumpul bersama keluarga. Lalu menggelar sembahyang pada leluhur dan dewa-dewi.
Di hari pertama atau Tahun Baru Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya akan mengenakan busana yang telah dibeli sebelumnya. Masyarakat Tionghoa Surabaya akan membersihkan barang-barang yang sudah lama dan tidak terpakai pada hari kelima.
Di hari ketujuh Imlek, kebanyakan dari masyarakat Tionghoa Surabaya memakan salad ikan (Yu Sheng). Masyarakat akan berkumpul dan berharap memiliki kekayaan dan kemakmuran secara berkesinambungan.
Baca juga: 40 Contoh Ucapan Imlek 2023 dalam 4 Bahasa |
Pada umumnya, masyarakat Tionghoa Surabaya akan menghabiskan hari kesepuluh sampai hari ke-12, dengan menyelenggarakan perayaan Imlek bersama keluarga dan sahabat. Agar tercipta kebersamaan dan mempererat silaturahmi.
Hari ke-15 merupakan malam bulan purnama yang pertama setelah Imlek. Dengan demikian, istilah yang digunakan yaitu Yuan Xiao Jie (malam pertama bulan purnama) atau Cap Go Meh (Dialek Hokkian).
Masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya biasanya Makan malam bersama. Mereka akan mengkonsumsi tang yuan, bola nasi ketan yang telah diisi dengan pasta wijen.
Tang yuan simbol dari bulan purnama dan kebersamaan. Masyarakat juga akan merayakan imlek dengan festival lentera di hari ke-15.
(sun/iwd)