Sejarah Imlek di Indonesia: Dilarang Saat Orde Baru, Merdeka Pascareformasi

Sejarah Imlek di Indonesia: Dilarang Saat Orde Baru, Merdeka Pascareformasi

Suki Nurhalim - detikJatim
Kamis, 19 Jan 2023 13:21 WIB
Kelenteng Hok An Kiong, Muntilan, Kabupaten Magelang, Senin (16/1/2023). Di dalam kelenteng terpasang foto Gus Dur.
Kelenteng Hok An Kiong Magelang, Senin (16/1/2023). Di dalam kelenteng terpasang foto Gus Dur/Foto: Eko Susanto/detikJateng
Surabaya -

Imlek merupakan Tahun Baru China. Perayaan ini sebagai rasa syukur atas kenikmatan yang dirasakan dalam setahun terakhir.

Tahun ini, Imlek jatuh pada 22 Januari 2023. Etnis Tionghoa akan menggelar tradisi dan ritual keagamaan hingga perayaan Cap Go Meh, atau selama 15 hari.

Mengutip sebuah makalah dalam situs resmi UIN Sunan Gunung Djati, perayaan Imlek berasal dari petani di China. Awalnya mereka menggelar perayaan sebagai rasa syukur atas hasil pertanian yang mereka tuai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lambat laun, mereka menjadikan perayaan tersebut sebagai ritual yang dilakukan terus menerus. Sehingga menjadi kebudayaan yang lestari hingga saat ini.

Imlek tidak hanya dirayakan di China. Tapi dirayakan Etnis Tionghoa di seluruh dunia. Termasuk di Tanah Air tercinta, Indonesia.

ADVERTISEMENT

Sejarah Imlek di Indonesia:

1. Zaman Orde Baru

Mengutip situs resmi Binus University, ada banyak peristiwa yang tidak akan dilupakan Etnis Tionghoa di Indonesia. Salah satunya soal turunnya Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Inpres tersebut dikeluarkan Presiden Soeharto di awal masa kepemimpinannya. Sehingga selama kurang lebih 32 tahun, Etnis Tionghoa di Indonesia tidak diperbolehkan merayakan pesta agama dan adat istiadat di muka umum.

Selama itu pula, tidak ada musik mandarin yang diperdengarkan di muka umum. Huruf-huruf mandarin juga tidak pernah terlihat.

Lantas, bagaimana Etnis Tionghoa merayakan Imlek hingga Cap Go Meh? Mereka menggelar ritual dan tradisi secara diam-diam di rumah masing-masing.

2. Era Reformasi

Era Reformasi salah satunya ditandai dengan naiknya B J Habibie menjadi Presiden RI. Ia sempat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang bertujuan mengangkat aturan-aturan diskriminatif terhadap Etnis Tionghoa.

Lalu, pada masa pemerintahan selanjutnya, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000, yang mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967.

Sejak saat itu, Etnis Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek dan perayaan-perayaan adat lainnya secara bebas.

Kemudian pada 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri memberikan dukungan dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002, yang meresmikan Hari Raya Imlek sebagai salah satu hari libur nasional.

Untuk diketahui, Etnis Tionghoa memiliki beragam perayaan seperti Cap Go Meh, Imlek, Perahu Naga, Pertengahan Musim Gugur dan lain sebagainya.

Orang Tionghoa juga mempunyai 3 pandangan keagamaan yaitu Kunfusianisme, Bhudisme, dan Taoisme. Ketiga pandangan ini saling berdampingan satu sama lain, damai dalam kerukunan bahkan saling mempengaruhi satu sama lain.




(sun/iwd)


Hide Ads