Ekskavasi Situs Watesumpak Ungkap Bentuk Permukiman Elit Zaman Majapahit

Ekskavasi Situs Watesumpak Ungkap Bentuk Permukiman Elit Zaman Majapahit

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 15 Des 2022 21:01 WIB
situs watesumpak
Situs Watesumpak (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Situs Watesumpak di Kabupaten Mojokerto kembali diekskavasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim. Penggalian arkeologi tahap 2 ini untuk mengungkap bentuk sisa-sisa permukiman elit peninggalan zaman Majapahit.

Ekskavasi tahap 2 Situs Watesumpak buah kerja sama Disbudporapar Kabupaten Mojokerto. Penggalian arkeologi bakal berlangsung 7 hari 14-20 Desember 2022. Anggarannya sendiri berasal dari APBD Pemkab Mojokerto senilai Rp 350 juta.

"Kami anggarkan Rp 350 juta. Namun, akan banyak SILPA tentunya kami kembalikan ke kas daerah. Perkiraan saya habisnya Rp 150-200 juta," kata Kabid Kebudayaan Disbudporapar Kabupaten Mojokerto Riedy Prastowo kepada detikJatim di lokasi ekskavasi, Desa Watesumpak, Trowulan, Kamis (15/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pamong Budaya Ahli BPK Wilayah XI Jatim Andi Muhammad Said menjelaskan ekskavasi tahap 2 untuk mengungkap bentuk struktur di Situs Watesumpak. Sebab ekskavasi tahap pertama 17-26 September 2022 belum menemukan dimensi bangunan purbakala tersebut. Situs ini terletak di persawahan Dusun/Desa Watesumpak.

situs watesumpaksitus watesumpak (Foto: Enggran Eko Budianto)

"Karena beberapa struktur masih melebar. Jadi, kami menelusuri itu untuk mengetahui bangunan ini bentuknya apa sih, fungsinya apa. Tujuannya itu," terangnya.

ADVERTISEMENT

Saat ini, sejumlah arkeolog dan para pekerja fokus menggali struktur bagian selatan Situs Watesumpak. Struktur utara dan selatan dipisahkan sebuah tembok yang membentang dari barat ke timur sekitar 15 meter. Mereka menemukan 3 struktur berbahan bata merah kuno di sudut barat daya.

Menurut Said, 3 struktur itu tebalnya masing-masing sekitar 60 cm. Panjang bangunan yang sudah nampak sekitar 6 meter membentang dari dinding pembatas ke selatan. Ketiganya ternyata masih berlanjut ke selatan, tapi masih terpendam di dalam tanah.

"Dari 3 struktur itu, 2 di antaranya menyambung dengan bangunan di sebelah utara tembok pembatas. Hanya struktur tengah yang tidak menyambung," jelasnya.

Di sebelah timur struktur sudut barat daya, juga ditemukan reruntuhan bangunan kuno berbahan bata merah. Said menjelaskan reruntuhan tersebut berasal dari tembok pembatas yang ambruk ke arah selatan.

Tim ekskavasi juga menemukan struktur ketika menggali di sudut tenggara atau di sebelah timur reruntuhan. Bangunan di sudut ini mirip dengan struktur di barat daya.

"Kemungkinan ini apakah paviliun atau apa, belum ngerti, kami cari dulu buktinya. Karena belum tuntas," ujarnya.

Berdasarkan hasil ekskavasi tahap pertama, luas Situs Watesumpak yang selama ini dilindungi BPK Wilayah XI Jatim sekitar 28 x 20 meter persegi. Ketika itu, tim ekskavasi menemukan ruang sakral atau sebuah tempat ibadah 12 x 3 meter persegi. Struktur tersebut menjadi bagian dari sebuah permukiman yang besar.

Ruang sakral ini terdiri dari dua bagian. Sisi utara atau di sudut barat laut seluas 3 x 3 meter persegi tersusun dari bata merah kuno dengan teknik gosok. Terdapat anak tangga sebagai jalan masuk di sisi baratnya yang menandakan ruang ini menghadap ke barat. Permukaan dinding sebelah kanan dan kiri tangga dihiasi ornamen.

Sedangkan persis di sebelah selatannya merupakan bagian kedua ruang sakral seluas 9 x 3 meter persegi. Struktur ini berundak dan mempunyai 2 selasar. Lebar masing-masing selasar sekitar 40-50 cm. Permukaan vertikal undakan tersebut dulunya mempunyai hiasan yang artistik. Karena ditemukan ornamen di bagian selatan bermotif geometris.

Struktur ini juga dibangun menggunakan bata merah kuno dengan teknik gosok. Di sebelah baratnya atau di depannya terdapat 3 umpak berbahan bata merah kuno. Umpak tersebut menjadi indikasi ruang sakral bagian kedua dulunya mempunyai atap. Karena umpak berfungsi sebagai pondasi tiang bangunan. Kedua bagian ruang sakral itu menjadi tempat suci di masa lalu.

Ruang sakral tersebut dipisahkan sebuah tembok setebal 60-70 cm dengan ruang lainnya di permukiman kuno tersebut. Pagar sisi utara panjangnya 5 meter membentang dari barat sampai ke sebuah pilar di sisi timur. Pilar di sudut timur laut struktur ini berukuran 1 x 1 meter persegi, setinggi 100 cm. Dari pilar ini pagar berbelok ke selatan sekitar 12 meter persis di belakang ruang sakral.

Struktur tembok tersebut bertemu dengan pagar sisi selatan yang membentang dari barat ke timur. Panjang tembok selatan mencapai 15 meter. Tembok inilah yang disebut Said sebagai pembatas antara bagian utara dengan selatan bangunan. Seluruh bangunan pagar kuno itu terbuat dari bata merah yang dipasang dengan teknik spasi. Yakni menggunakan bahan tertentu sebagai pelekat antar bata.

Struktur purbakala di Situs Watesumpak sudah banyak yang rusak. Ketinggian bangunan yang tersisa, baik ruang sakral maupun tembok bervariasi. Mulai dari 1 lapis bata merah sampai 170 cm. Gundukan tanah di sebelah timur ruang sakral berpotensi menyimpan struktur kuno. Persis di atas gundukan tanah ini terdapat 4 makam yang diyakini sebagai leluhur warga setempat.

"Situs ini unik. Kalau disebut candi, denahnya tidak seperti ini. Di naskah Pararaton, Negarakertagama dan beberapa catatan Belanda daerah ini disebutkan sebagai daerah elit pada masa Majapahit. Kemungkinan ini sebuah permukiman," ungkap Said.

Said menuturkan permukiman kuno di Situs Watesumpak diperkirakan cukup luas. Menurutnya area yang sudah diekskavasi tahap 1 dan tahap 2, bersambung dengan struktur yang ditemukan di sebelah timur dan selatan. Saat ini, kedua struktur itu masih terpendam berupa gundukan tanah di tengah sawah karena belum pernah diekskavasi.

"Ini sebuah permukiman besar, bukan permukiman rakyat biasa, yang mungkin di sebuah rumah itu ada tempat peribadatannya. Kelihatan pintu masuknya dari barat," cetusnya.

Berdasarkan ragam hias bangunan di Situs Watesumpak, tambah Said, mirip dengan struktur tempat peribadatan di Situs Gunung Penanggungan atau Pawitra, Mojokerto. Ia berpendapat sisa-sisa permukiman elit lengkap dengan tempat ibadah ini berasal dari zaman pertengahan Majapahit.

"Kalau mengacu di Pawitra, ini dari masa pertengahan Majapahit. Kemiripan dari ragam hiasnya, dia seperti berterap, nah itu yang ada di Pawitra. Seperti struktur tangga berukir motif geometris. Namun, belum bisa kami simpulkan. Kami lihat dulu perkembangannya seperti apa," tandasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Hukum Laki-laki 3 Kali Tak Salat Jumat, Jadi Murtad?"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/iwd)


Hide Ads