Makam gantung di Kota Blitar kerap dikaitkan dengan ilmu pancasona. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Itu merupakan makam Eyang Djojodigdo atau Eyang Digdo. Ia dipercaya memiliki ilmu pancasona semasa hidupnya.
Pancasona merupakan ajian yang sering digunakan orang zaman dahulu, untuk memperkuat diri dan sebagai pertahanan ketika berperang.
Dengan ajian pancasona, seseorang dipercaya bisa hidup kekal abadi hingga hari kiamat tiba. Seorang dengan ajian itu, disebutkan, hanya akan mati jika tubuhnya dipisah menyeberangi sungai dan digantung agar tidak menyentuh tanah.
Jika jasadnya menyentuh tanah, bagian-bagian tubuh tersebut dapat kembali bersatu. Sehingga orang yang memiliki ajian itu bisa hidup lagi.
"Eyang Djojodigdo dikabarkan pernah meninggal sehari tiga kali. Tapi tiap saat akan dikuburkan, begitu jasadnya menyentuh tanah itu langsung bangkit, hidup lagi," ungkap juru kunci makam gantung waktu itu, Lasiman kepada detikcom, Rabu (5/9/2018).
Lasiman menambahkan, Eyang Digdo bisa meninggal karena ilmu pancasona diambil kembali oleh sang guru, yang memberi ilmu tersebut.
"Guru beliau itu Kiai Imam Sujono atau Eyang Jugo. Beliau (Eyang Digdo) meninggal di usia 84 tahun saat sakit sepuh (usia tua). Lalu karena kerabatnya kasihan, dimintakan Eyang Imam Sujono untuk mengambil kembali ilmu pancasonanya," jelasnya.
Warga yang tidak paham cerita itu, lanjutnya, beranggapan Eyang Digdo dimakamkan dengan posisi menggantung, agar tak hidup kembali.
Padahal menurut Lasiman, makam Eyang Digdo sewajarnya seperti makam pada umumnya. Hanya saja, di atas pusaranya digantung papan berbentuk empat payung semacam mahkota. Di tempat itu, konon tersimpan ilmu pancasona, baju kebesaran dan pusaka milik Eyang Digdo.
"Ada salah satu buyut beliau yang sangat penasaran. Lalu membukanya. Tapi bilangnya, kosong gak ada isinya apa-apa," imbuhnya.
Menurut Lasiman, semua benda yang disebutkan itu merupakan benda gaib. Tak kasat mata, karena hanya orang yang belajar atau mendalami ilmu gaib saja yang mampu melihat fisiknya.
Sedangkan empat payung semacam mahkota itu, jelas Lasiman, merupakan simbol pengayoman Eyang Djojodigdo bagi seluruh warga Blitar. Pengayoman itu menyebar dari empat penjuru mata angin.
Simak Video "Makam Gantung, Tradisi dengan Makna Mendalam Bagi Masyarakan Tana Toraja"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/iwd)