Festival ujub digelar di Blitar. Acara yang digelar d Pemkab Blitar ini untuk melestarikan budaya Jawa, terutama bagi generasi millenial.
Ujub adalah serangkaian kalimat berisi doa dalam selamatan atau kenduri. Ujub berisi doa, niat dan pengharapan pemilik hajat agar membawa keberkahan bagi pemilik hajat dan warga sekitar yang diundangnya.
Dalam tradisi Jawa, ujub adalah pembuka dalam menyambut tamu yang dilakukan oleh tuan rumah. Dengan maksud menjelaskan tujuan selamatan dan menyebutkan siapa saja yang didoakan serta kepada siapa hidangan yang ada ditujukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang menyampaikan ujub, selama ini biasa dilakukan oleh sesepuh desa setempat. Atau bisa juga ulama yang biasa mengujubkan sebuah selamatan.
Bahasa Ujub adalah bahasa yang sangat sopan. Di dalamnya terkadung banyak pengetahuan kuno, sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa Ujub sering kali sulit dipahami secara langsung. Tak heran jika generasi millenial sangat jarang yang bisa mengujubkan selamatan atau kenduri.
Plt Kabid Kebudayaan Disparbudpora Kabupaten Blitar, Puji Tawan Widodo mengaku melalui festival ini, para budayawan atau tokoh masyarakat yang mengetahui soal ujub diharapkan membudayakan kembali.
"Peserta yang mengikuti tinggal mengirim video ujub mulai 21 September sampai 10 Oktober 2022. Kami sediakan website untuk mengirimnya," Tawan kepada detikJatim, Rabu (28/9/2022).
Ada beberapa kategori yang dilombakan. Yakni ujub telonan atau masa usia bayi memasuki tiga bulan. Ngampirne neton atau kenduri untuk memperingati hari lahir Jawa. Kemudian pengeling-eling atau kenduri untuk memperingati hari kematian dan metik, yakni selamatan prapanen raya.
Tawan berharap melalui festival ini, budaya ujub bisa dipopulerkan kembali ditengah masyarakat. Karena harus dipahami dengan benar pakemnya, dan tidak membedakan antara budaya dengan agama. Sebab kalau di ujub murni budaya jawa. Sehingga harus dilestarikan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.
Ada beberapa kriteria penilaian dalam festival ujub. Di antaranya memiliki unsur kelengkapan ambeng/tumpeng, serta bahasa cara mengujubkan. Peserta yang mengujubkan wajib menggunakan bahasa jawa.
"Sekarang banyak yang bisa mengujubkan, tetapi bahasanya kadang-kadang campuran dengan Bahasa Indonesia dan bahasa sehari-hari," ungkapnya.
Tawan menambahkan pihaknya sudah melakukan sosialisasi hingga tingkat kecamatan. Nantinya setiap kecamatan diminta mengirim minimal 3 peserta dengan memili beberapa tema ujub yang ditentukan.
(abq/fat)