Ki Bagong Sabdo Sinukarta, Ketua Forum Pamong Kebudayaan Jawa Timur mengungkapkan, senjata Pak Sakera adalah monteng. Bukan celurit.
Jika pemerintah daerah ingin mengangkat Pak Sakera, bisa dimulai dengan mengangkat monteng sebagai ikon.
"Ada ikon yang bisa diangkat, yaitu monteng. Senjata Pak Sakera. Monteng ini sebenarnya alat tebang tebu yang dipakai umum saat itu, bukan celurit. Dalam keadaan tertentu, monteng bisa menjadi senjata untuk duel," kata Bagong, Rabu (23/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagong berharap, monteng bisa diangkat sebagai senjata khas Pasuruan. "Celurit khas Madura, rencong khas Aceh, kujang senjata Jabar. Monteng bisa jadi senjata khas Pasuruan," ungkapnya.
Dari segi bentuk, monteng juga bagus. Kata Bagong, monteng bisa dijadikan model patung atau monumen di pintu masuk kota atau tempat strategis lain. Monteng juga bisa dijadikan replika untuk cendera mata.
"Jadi suvenir khas di tempat-tempat wisata juga cocok," urai Bagong.
Selain monteng, banyak yang bisa diambil dari kisah Pak Sakera. Karakter Pak Sakera, kata Bagong, juga bisa dijadikan spirit masyarakat Pasuruan.
"Masih bisa diperdebatkan dan dikaji, tapi kalau saya simpulkan, Pak Sakera itu adalah seorang santri yang santun, ramah, blater (pandai bergaul). Ia juga dikenal tegas, keras tapi bukan berarti kasar. Karakter itu juga bisa dirangkum jadi tagline Pasuruan," jelasnya.
Bagong juga berharap, pemerintah daerah punya data base terkait kisah Pak Sakera. Sehingga, generasi mendatang bisa dengan mudah menemukan referensi tentang Pak Sakera.
"Sementara ini nggak ada," jelasnya.
Usulkan Pak Sakera Jadi Pahlawan
Para budayawan Pasuruan sejak lama getol memperjuangkan Pak Sakera menjadi pahlawan. Meski itu butuh waktu panjang, setidaknya ada upaya untuk menghargai jasa Pak Sakera.
"Kami para budayawan dan orang yang kagum dengan Pak Sakera juga sudah lama getol mengusulkan Pak Sakera ini jadi pahlawan. Ya memang butuh waktu panjang dan kajian mendalam. Tapi setidaknya ada upaya dari pemerintah. Sampai saat ini tidak ada," ungkap Bagong.
Pak Sakera memang bukan pahlawan di medan perang. Bukan pula pahlawan di meja perundingan. Tapi ia berjuang melawan Belanda yang merampas hak ibadah pribumi.
"Memang Pak Sakera bukan pejuang di peperangan. Tapi ia membawa prinsip, hak para buruh tebang tebu beribadah. Itu tidak kalah penting dengan perang pakai senjata," pungkasnya.
(sun/sun)