Soal Rebo Wekasan, MUI Jatim Sebut Ada Beda Pendapat Tapi Saling Menghormati

Soal Rebo Wekasan, MUI Jatim Sebut Ada Beda Pendapat Tapi Saling Menghormati

Faiq Azmi - detikJatim
Rabu, 21 Sep 2022 18:07 WIB
Warga Desa Suci, Kecamatan Manyar menggelar tradisi Rebo Wekasan. Tradisi ini turun-temurun sejak zaman Sunan Giri.
Tradisi Rebo Wekasan (Foto file: Jemmi Purwodianto/detikJatim)
Surabaya -

Sejumlah umat muslim Indonesia khususnya di wilayah Jawa masih melestarikan tradisi Rebo Wekasan untuk menolak bala. Menurut cerita yang beredar, Rebo Wekasan merupakan hari paling sial sepanjang tahun.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) angkat bicara terkait Rebo Wekasan. Anggota Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Zahro Wardi menyatakan, warga boleh percaya atau tidak terkait Rebo Wekasan.

"Jadi ibadah atau amalan Rebo Wekasan di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Jadi tidak ada ajaran (Terkait Rebo Wekasan) baik di Al Qur'an maupun hadis," kata Zahro kepada detikJatim, Rabu (21/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ulama yang akrab disapa Kiai Zahro ini menyatakan, tidak boleh umat manusia memastikan sebuah hari itu merupakan hari naas atau hari balak.

"Jadi yang penting keyakinan kita tentu tidak boleh memastikan hari-hari naas. Yang boleh adalah lewat kebiasaan, jadi di akhir bulan Safar biasanya Allah banyak menurunkan Rebo Wekasan, jadi biasanya saja. Tidak boleh memastikan, terjadi atau tidaknya musibah, karena itu kehendak Allah SWT," jelasnya.

ADVERTISEMENT

"Misal kalau mendung, belum tentu hujan. Dipercaya atau tidak, ya kembali ke pribadi masing-masing dipercaya atau tidak, ya terserah. Karena di Al-Qur'an, hadist tidak menjelaskan itu," sambungnya.

Menurutnya, amalan yang dilakukan saat Rebo Wekasan sesuai dengan Kitab Kang Sunajah Wa Surur, karya dari Syekh Abdul Hamid Bin Muhammad Al Quds. Yakni melakukan salat sunnah 4 rakaat.

"Setiap rakaat baca surat Al Kautsar 17 kali, Al Ikhlas 5 kali, kemudian Mu'awwidzaten yakni surah Al Falaq, dan surat An-Nas masing-masing sekali tiap rakaatnya," bebernya.

"Selain zikir dan salat sunnah, ada yang menganjurkan shodaqoh, baca surat Yasin, Ayat Kursi, baca Al-Qur'an dan seterusnya," lanjutnya.

Dirinya menambahkan, MUI tidak mempermasalahkan umat yang percaya atau tidak.

"Tidak kami permasalahkan, yang percaya monggo, yang tidak percaya monggo. Karena memang ulama tidak sepakat, yang penting kita saling menghormati," tandasnya.




(fat/fat)


Hide Ads